sosial dan ekonomi tidak bisa bergerak maksimal. Selain itu persoalan ini diperparah dengan kenyataan bahwa kepadatan penduduk di KTI yang masih
jarang serta penyebarannya yang terpencar dibandingkan luas wilayahnya sehingga pemanfaatan sumber alam belum optimal Kuncoro, 2005.
4.3. Kualitas Sumber Daya Manusia
Untuk melihat kualitas sumber daya manusia di Indonesia, dan KTI pada khususnya, dapat didekati dengan acuan utama ukuran Indeks Pembangunan
Manusia IPM. Terdapat tiga komponen utama dalam menetapkan IPM, yaitu pendidikan yang dijabarkan dalam rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, kesehatan yang ditunjukkan dengan angka kematian bayi atau rata-rata harapan hidup, dan ketenagakerjaan yang
mempengaruhi akses terhadap sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.3.1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Dengan pendidikan dapat ditingkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Pendidikan dapat pula dilihat sebagai investasi sumber daya manusia dan hasilnya
akan diperoleh beberapa tahun kemudian. Kualitas sarana dan prasarana pendidikan di KTI kebanyakan
terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, terutama di ibukota provinsi. Sedang
sekolah-sekolah kejuruan serta pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan potensi lokal dirasa masih kurang. Pencapaian pendidikan di beberapa wilayah di KTI
cukup menonjol, khususnya di Provinsi Sulawesi mengingat sudah berdirinya perguruan tinggi negeri dan beberapa perguruan tinggi swasta. Dalam perspektif
geografis, ada ketimpangan fasilitas dan akses pendidikan di daerah perkotaan dan daerah pedesaan terutama daerah terpencil, yang mengakibatkan pencapaian
pendidikan angkatan kerja di perkotaan lebih tinggi daripada pedesaan. Faktor-faktor yang berpengaruh di bidang pendidikan antara lain adalah
isu keterbatasan dan pemerataan sarana dan prasarana sekolah, peralatan, buku dan guru. Kendala geografis dan faktor sosial yang ada di KTI juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Hal ini mengingat adanya penilaian bahwa anak tidak lebih sebagai tenaga kerja daripada sebagai investasi sumber
daya manusia di bidang pendidikan. Secara umum tingkat pendidikan penduduk khususnya angkatan kerja di
KTI mayoritas masih didominasi oleh penduduk yang memiliki pendidikan SD ke bawah dan sekitar 38 persen mempunyai pendidikan yang dikelompokkan sebagai
pendidikan menengah SMTP, SMTA dan Diploma 1 dan 2, sedangkan sisanya hanya sekitar 2 persen mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi Akademi dan
Perguruan Tinggi. Gambaran ini dapat dilihat pada Tabel 8. Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja di KTI juga telah
mengakibatkan rendahnya partisipasi penduduk dalam kegiatan pembangunan. Hal ini mengingat banyak diantara mereka yang tidak dapat memasuki pasaran
kerja terutama yang memerlukan keterampilan khusus. Salah satu strategi yang
dapat dikembangkan dalam rangka peningkatan bidang pendidikan di KTI adalah dengan
peningkatan partisipasi sekolah terutama sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan sejenis yang setara, pendirian sekolah-sekolah kejuruan
yang sesuai dengan potensi sumber daya setempat, peningkatan mutu perguruan tinggi dan peningkatan akses untuk mengikuti Pendidikan Tinggi di dalam negeri
dan di luar negeri. Tabel 8. Kualitas Sumber daya Manusia Menurut Pendidikan di KTI dan
Indonesia, 1999
KTI Indonesia
Tk Pendidikan Lk
Prp Total
Lk Prp
Total Tidak Sekolah
4,10 6,67
10,77 2,79
6,16 8,95
Tidak tamat SD 7,18
8,08 15,26
7,08 8,65
15,73 SD
15,37 17,64
33,00 17,24
17,63 34,87
SMTP-U 8,93
8,19 17,12
8,89 7,74
16,63 SMTP-K
0,95 0,84 1,79 1,09 1,00 2,08
SMTA-U 7,60
5,77 13,36
7,11 5,28
12,39 SMTA-K
3,03 2,55 5,58 3,33 2,49 5,81
Dipl 1 2 0,34
0,31 0,65
0,31 0,36
0,67 Dipl 3Ak
0,40 0,31
0,71 0,55
0,45 0,99
PT 1,10 0,64 1,74 1,16 0,70
1,86 Total
49,00 51,00
100,00 49,56
50,44 100,00
Sumber: BPS, Sakernas 1999 diolah. Ket :
Lk : Laki-laki
Prp : Perempuan
4.3.2. Tingkat Kesehatan