Tabel 12. Nilai R
a
, R
i,
dan r
i
Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 1994-1996
No. Sektor R
a
R
i
r
i
1
Pertanian
0,17 0,08 0,14
2
Pertambangan dan Galian
0,17 0,13 0,29
3
Industri Pengolahan
0,17 0,24 0,11
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,17 0,32 0,27
5
Bangunan
0,17 0,27 0,24
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0,17 0,17 0,24
7
Pengangkutan dan Komunikasi
0,17 0,18 0,25
8
Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
0,17 0,18 0,17
9
Jasa-Jasa
0,17 0,07 0,15
TOTAL
0,17 0,17 0,19
Sumber : BPS, 1996 diolah.
5.1.3. Analisis Komponen PertumbuhanWilayah Tahun 1994-1996
Untuk menganalisis pertumbuhan dalam analisis shift share digunakan tiga komponen yaitu komponen pertumbuhan nasional national growth component
disingkat PN, komponen pertumbuhan proporsional proporsional or industrial mix growth component disingkat PP dan yang terakhir komponen pertumbuhan
pangsa wilayah regional share growth component. Komponen pertumbuhan nasional ialah perubahan produksi suatu wilayah
yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Berdasarkan Tabel
13 sektor pertanian memberikan kontribusi yang terbesar terhadap komponen pertumbuhan nasional yaitu Rp 2.360.783,49 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa
perubahan dalam sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi nasional. Sektor pertanian mempunyai kontribusi yang
terbesar terhadap PDRB dikarenakan Indonesia didominasi oleh sektor agraris dan didukung dengan perekonomian yang masih stabil. Selain sektor pertanian sektor
yang mempunyai kontribusi yang cukup besar lainnya adalah sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel,
dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Kontribusi listrik, gas dan air bersih menempati urutan paling kecil. Kontribusi
sektor tersebut pada pertumbuhan nasional hanya sebesar Rp 55.451,48 juta dan hal ini dikarenakan pada kenyataannya di beberapa daerah di Indonesia masih
banyak membutuhkan pasokan listrik dan air bersih dan pasokan gas juga masih langka.
Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian KTI sebesar 18,67
persen Tabel 11 sedangkan persentase pertumbuhan nasional sebesar 16,68 persen Tabel 13. Persentase total PDRB sektor-sektor perekonomian KTI
lebih besar jika dibandingkan dengan persentase pertumbuhan nasional. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
di KTI lebih besar daripada tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian nasional.
Tabel 13. Komponen Pertumbuhan Nasional Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 1994-1996
Pertumbuhan Nasional No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
2.360.783,49 16,68
2 Pertambangan dan
Galian
1.480.974,41 16,68
3 Industri Pengolahan
1.836.054,66 16,68
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
55.451,48 16,68
5 Bangunan
576.284,17 16,68
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.220.523,95 16,68
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
838.658,76 16,68
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
436.249,93 16,68
9 Jasa-Jasa
919.526,02 16,68
TOTAL
9.724.506,87 16,68 Sumber : BPS, 1996 diolah.
Komponen kedua untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah adalah komponen pertumbuhan proporsional. Komponen pertumbuhan proporsional
adalah suatu perubahan yang disebabkan karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam kebijakan industri, dan perbedaan
dalam struktur dan keragaman pasar. Tabel 14 merupakan hasil dari penghitungan pertumbuhan proporsional
KTI. Berdasarkan Tabel 14 ada beberapa sektor perekonomian mempunyai persentase pertumbuhan proporsional yang bernilai negatif. Dengan nilai
persentase pertumbuhan proporsional yang negatif dari beberapa sektor-sektor perekonomian dapat diartikan bahwa sektor-sektor tersebut mempunyai laju
pertumbuhan yang lambat. Sektor-sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling lambat yaitu
sektor jasa-jasa dengan persentase pertumbuhan proporsional paling kecil yaitu hanya sebesar -9,90 persen atau Rp -545.689,21 juta. Selanjutnya sektor pertanian
persentase pertumbuhan proporsional sebesar -9,03 persen dan sektor pertambangan dan galian dengan persentase pertumbuhan proporsional sebesar
-3,22 persen. Sektor perekonomian yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat atau
kontribusi yang terbesar terhadap PDRB adalah sektor listrik, gas dan air bersih karena pada tahun 1994-1996 pemerintahan bersifat sentralistik dan Pemerintah
secara terus menerus meningkatkan sektor tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik, gas dan air bersih yang jumlahnya masih sangat terbatas di
seluruh Indonesia termasuk di dalamnya KTI. Sektor listrik, gas dan air bersih
mempunyai kontribusi sebesar Rp 49.958,45 juta atau nilai pertumbuhan proporsional sebesar 15,03 persen. Sektor-sektor lain yang mempunyai kontribusi
positif terhadap PDRB atau mempunyai laju pertumbuhan yang cepat antara lain sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar Rp 775.643,13 juta atau
nilai pertumbuhan proporsional sebesar 7,05 persen, sektor bangunan dengan kontribusi sebesar Rp 367.815,63 juta atau dengan nilai pertumbuhan
proporsional 10,65 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar Rp 5.546,99 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 0,08
persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sebesar Rp 62.041,51 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 1,23 persen, dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan kontribusi sebesar Rp 27.815,00 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 1,06 persen.
Tabel 14. Komponen Pertumbuhan Proporsional KTI Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 1994-1996
Pertumbuhan Proporsional No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
-1.277.908,73 -9,03
2 Pertambangan dan
Galian
-285.745,93 -3,22
3 Industri Pengolahan
775.643,13 7,05
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
49.958,45 15,03
5 Bangunan
367.815,63 10,65
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
5.546,99 0,08
7 Pengangkutan dan Komunikasi
62.041,51 1,23
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
27.815,00 1,06
9 Jasa-Jasa
-545.689,21 -9,90
TOTAL
-820.523,18 -1,41 Sumber : BPS, 1996 diolah.
Komponen ketiga untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen pertumbuhan pangsa
wilayah adalah suatu perubahan yang disebabkan karena peningkatan atau
penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lain. Pertumbuhan pangsa wilayah mencerminkan sektor-sektor yang
mampu bersaing atau sektor-sektor yang tidak mampu bersaing dengan wilayah lain di Indonesia.
Menurut Tabel 15 sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
tidak mempunyai daya saing dengan wilayah lainnya. Sektor-sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan wilayah lain dilihat dari persentase pertumbuhan pangsa
wilayah yang bernilai negatif PPW 0. Sektor industri pengolahan paling tidak
dapat bersaing karena sektor tersebut belum terlalu berkembang di KTI dan teknologi yang ada juga masih terbatas sehingga pengolahan bahan mentah harus
dikirim ke wilayah lain. Seperti yang diketahui bahwa hasil SDA yang berada di KTI pengolahannya kebanyakan tidak dilakukan di KTI itu sendiri misalnya PT.
Freeport yang mengolah hasil tambang di Gresik Jawa Timur. Sektor di KTI yang memiliki daya saing paling bagus jika dibandingkan
sektor dari wilayah lain adalah sektor pertambangan dan galian dengan persentase pertumbuhan pangsa wilayah sebesar 19,98 persen. Hal ini dikarenakan sektor
pertambangan dan galian menjadi salah satu sektor yang menghasilkan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa bagi negara dan dapat menjadi sektor
penunjang perekonomian daerah asalnya.
Tabel 15. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah KTI Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 1994-1996
Pertumbuhan Pangsa Wilayah No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
968.100,51 6,84
2 Pertambangan dan
Galian
1.773.667,11 19,98
3 Industri Pengolahan
-1.589.925,60 -14,44
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
-21.124,79 -6,35
5 Bangunan
-131.363,07 -3,80
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
629.216,52 8,60
7 Pengangkutan dan Komunikasi
468.502,37 9,32
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
-23.958,24 -0,92
9 Jasa-Jasa
513.805,81 9,32
TOTAL
2.586.920,62 4,44 Sumber : BPS, 1996 diolah.
5.1.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB Kawasan Timur Indonesia dan Pergeseran Bersih Tahun 1994-1996
Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor perekonomian di suatu wilayah pada kurun waktu
berdasarkan persentase nilai komponen pertumbuhan proporsional PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah PPW yang dituangkan dalam plot
sumbu vertikal dan horizontal. Sumbu vertikal untuk PPW dan sumbu horizontal untuk PP.
Pada periode 1994-1996 ada dua sektor perekonomian di KTI yang berada di kuadran I yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai PP dan
PPW sebesar 0,08 persen dan 8,60 persen, sedangkan persentase PP dan PPW dari sektor pengangkutan dan komunikasi berturut-turut adalah 1,23 persen dan 9,32
persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran dimasukkan ke dalam kuadran I karena apabila dilihat dari persentase nilai PP, persentase nilai PP sektor
perdagangan, hotel dan restoran bernilai positif dan lebih besar dari nol. Kedua sektor ini mempunyai laju pertumbuhan yang cepat dan dapat bersaing dengan
dengan baik jika dibandingkan wilayah lain. Kuadran II diisi oleh empat sektor perekonomian. Besarnya persentase PP
dan PPW dari masing-masing sektor tersebut adalah 7,05 persen dan -14,44 persen untuk sektor industri pengolahan, 15,03 persen dan -6,35 persen untuk
sektor listrik, gas dan air bersih, 10,65 persen dan -3,80 persen untuk sektor bangunan, dan yang terakhir 1,06 persen dan -0,92 persen untuk sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan. Sektor-sektor yang berada di kuadran II ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat tapi belum mampu bersaing dengan sektor-
sektor di wilayah lain. Pada periode 1994-1996 ini tidak ada satupun dari sektor-sektor
perekonomian di KTI yang berada di kuadran III. Hal ini berarti tidak ada satupun sektor perekonomian di KTI yang mempunyai laju pertumbuhan yang lambat dan
tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Sektor perekonomian di kuadran IV antara lain sektor pertanian dengan
persentase PP dan PPW dari masing-masing sektor adalah -9,03 persen dan 6,84 persen, -3,22 persen dan 19,98 persen untuk sektor pertambangan dan galian,
-9,90persen dan 9,32 persen untuk sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang lambat tetapi mereka mampu bersaing dengan
sektor-sektor perekonomian wilayah lain.
-20,00 -15,00
-10,00 -5,00
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
-15,00 -10,00
-5,00 0,00
5,00 10,00
15,00 20,00
PPW PP
Pertanian Pertambangan dan
Galian Indus tri Pengolahan
Lis trik, Gas dan Air Bers ih
Bangunan Perdagangan, Hotel,
dan Res toran Pengangkutan dan
Komunikas i Keuangan,
Pers ewaan, Jas a Perus ahaan
Jas a-Jas a
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Tahun 1994-1999
Pergeseran bersih PB diperoleh dari penjumlahan persentase PP dan PPW. Berdasarkan Tabel 16 sektor-sektor yang memiliki nilai PB negatif yaitu
sektor pertanian dengan nilai PB sebesar -2,19 persen, sektor industri pengolahan dengan nilai PB sebesar -7,40 persen, dan sektor jasa-jasa dengan nilai PB sebesar
-0,58 persen. Sektor-sektor tersebut termasuk sektor dengan pertumbuhan yang lambat karena mempunyai nilai PB negatif.
Sektor-sektor yang tergolong dalam pertumbuhan yang progresif maju karena memiliki persentase PB positif adalah sektor pertambangan dan galian
dengan nilai PB sebesar 16,76 persen, sektor listrik, gas dan air bersih dengan persentase PB sebesar 8,67 persen, sektor bangunan dengan persentase PB sebesar
6,84 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan persentase PB sebesar 8,68 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan persentase PB sebesar
10,55 persen dan yang terakhir sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan persentase PB sebesar 0,15 persen. Hasil penjumlahan persentase PB dari
setiap sektor akan didapat persentase PB KTI. Total penjumlahan persentase PB setiap sektor perekonomian menghasilkan persentase PB KTI sebesar 3,03 persen
dan hal ini berarti pertumbuhan ekonomi di KTI tergolong pertumbuhan progresif maju.
Pertumbuhan ekonomi KTI termasuk pertumbuhan yang progresif maju karena walaupun terdapat sektor-sektor perekonomian yang negatif namun ada
beberapa sektor di KTI yang sangat menunjang perekonomian di kawasan tersebut dan juga perekonomian negara. Sektor yang dimaksud yaitu sektor pertambangan
dan galian. Sektor pertambangan dan galian mempunyai pertumbuhan yang tertinggi di antara sektor lainnya di KTI.
Tabel 16. Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Sebelum Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 1994-1996
Pergeseran Bersih No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
-309.808,22 -2,19
2 Pertambangan dan
Galian
1.487.921,18 16,76
3 Industri Pengolahan
-814.282,47 -7,40
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
28.833,67 8,67
5 Bangunan
236.452,56 6,84
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
634.763,50 8,68
7 Pengangkutan dan Komunikasi
530.543,89 10,55
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
3.856,75 0,15
9 Jasa-Jasa
-31.883,40 -0,58
TOTAL
1.766.397,45 3,03
Sumber : BPS, 1996 diolah.
5.2. Sektor-Sektor Perekonomian di Kawasan Timur Indonesia Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-1999