Pembangunan Kawasan Timur Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Pembangunan Kawasan Timur Indonesia

Pemerintah dewasa ini memberikan perhatian besar pada pembangunan daerah-daerah yang masih tertinggal, khususnya di KTI. Hal ini merupakan tantangan pembangunan yang harus dihadapi mengingat bahwa masalah kesenjangan dapat mengancam disintegrasi bangsa serta menyulitkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan. Provinsi di KTI yang menjadi objek penelitian adalah sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2002 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia DP KTI. Upaya pengembangan KTI dilaksanakan melalui suatu kebijakan pembangunan kawasan ekonomi terpadu. Pembentukan kawasan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan di KBI dijadikan sebagai pola dasar kebijakan bagi percepatan pengembangan KTI. Salah satu kebijakan pengembangan KTI yang diputuskan adalah mengembangkan satu kawasan andalan di setiap provinsi di KTI yang disebut Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET. KAPET adalah sebuah pendekatan dalam rangka memadukan potensi kawasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi KTI melalui pengembangan sektor unggulan yang menjadi prime mover kawasan yang bertumpu pada prakarsa daerah dan masyarakat, memiliki sumber daya, posisi ke akses pasar, sektor unggulan dan memberikan dampak pertumbuhan pada wilayah sekitarnya. Sesuai tujuannya sebagai prime mover, dalam upaya percepatan pembangunan wilayah propinsi di KTI, maka di masing-masing propinsi ditetapkan satu KAPET yang dipilih dari kawasan-kawasan andalan prioritas yang memiliki potensi cepat tumbuh dan dapat menggerakkan pembangunan ekonomi wilayah sekitarnya, serta memiliki potensi pengembalian investasi yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan 13 kawasan, 12 KAPET diantaranya secara geografis berada di dalam lingkup KTI. Wilayah yang termasuk ke dalam wilayah KAPET di KTI terdapat pada 12 provinsi yang meliputi 28 kabupatenkota Lihat Tabel 6. Tabel 6. Lokasi KAPET No. KAPET Provinsi KabupatenKota 1 Sanggau Kalimantan Barat Sanggau, Bengkayang, Sambas, Landak, Singkawang 2 Das Kakap Kalimantan Tengah Palangkaraya, Barito Utara, Barito Selatan, Kapuas 3 Batulicin Kalimantan Selatan Kotabaru 4 Sasamba Kalimantan Timur Samarinda, Balikpapan, Kutai 5 Pare-Pare Sulawesi Selatan Pare-Pare 6 Bukari Sulawesi Tenggara Buton, Kolaka, Kendari 7 Batui Sulawesi Tengah Banggai 8 Manado- Bitung Sulawesi Utara Manado Bitung 9 Bima NTB Bima, Dompu 10 Mbay NTT Ngada 11 Seram Maluku Maluku Tengah 12 Biak Irian Jaya Biak-Numfor, Manokwari, Nabire, Yapen- Waropen, Mimika Sumber : Kuncoro, 2005. Pada prinsipnya, penetapan KAPET dilakukan melalui pertimbangan : 1. Bertumpu pada prakarsa daerah. 2. Berdasarkan sumber daya yang dimiliki. 3. Memiliki akses pasar. 4. Memiliki sektor unggulan. 5. Memberi dampak pertumbuhan pada wilayah sekitarnya. Penetapan KAPET diawali melalui Keputusan Presiden Nomor 89 tahun 1996 yang diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 9 tahun 1998, dan selanjutnya disempurnakan kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 150 tahun 2000. Dalam perjalanannya, penanganan KAPET yang semula bersifat sentralistis, sesuai paradigma yang berkembang dan munculnya semangat otonomi daerah, maka penanganan KAPET saat ini lebih bersifat desentralistis, yaitu dengan menetapkan Gubernur selaku Ketua Badan Pengelola KAPET. KAPET ini diharapkan dapat menjadi ”Pusat Pertumbuhan” yang pada akhirnya mampu merangsang pertumbuhan wilayah sekitarnya hinterlands melalui apa yang disebut ”trickle down effects”. Pada KAPET-KAPET tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumber daya alam, pengembangan sumber daya manusia, dan pengembangan kelembagaan. Pendekatan pengembangan KAPET dilakukan melalui 1 pendekatan yang berorientasi pada sumber daya resources based oriented; 2 pendekatan yang berorientasi pada keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi knowledge based; 3 pendekatan yang meletakkan manusia sebagai pusat pembangunan people centered approach Prasetyo dan Djarwadi dalam Kuncoro, 2005. Selanjutnya melalui pendekatan tersebut, maka pembangunan KAPET diarahkan sebagai : 1. Kawasan yang mempunyai kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan prime mover. 2. Kawasan yang mempunyai keterkaitan kuat dengan daerah lain, meliputi keterkaitan produksi, pemasaran dan transportasi. 3. Kawasan yang memiliki infrasrtuktur yang relatif lebih baik.

4.2. Ketertinggalan Kawasan Timur Indonesia