perkebunan rakyat merupakan potensi yang cukup besar yang dimiliki Provinsi Riau.
500000 1000000
1500000 2000000
2500000 3000000
1998 1999
2000 2001
2002
Tahun Produ
ksi ton
perkebunan rakyat perkebunan negara
perkebunan swasta Total
Gambar 8. Perkembangan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Tahun 1998-2002
6.3.3. Tantangan dan Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit
Tantangan dan permasalahan pengembangan perkebunan kelapa sawit masih cukup besar. Apabila hambatan dan permasalahan itu tidak dapat ditangani
dengan baik akan sangat berdampak terhadap pengembangan komoditas ini ke depan. Permasalahan yang dihadapai itu seperti antara lain luas kepemilikan dan
status hak tanah, produktivitas kebun, rendemen dan mutu produk, pabrik pengolahan pemasaran hasil dan pada era otonomi permasalahan ditambah
dengan masalah konflik perusahaan dengan masyarakat setempat. Permasalahan itu banyak dihadapi oleh perkebunan sawit yang dibangun
secara swadaya oleh petani. Menurut data terakhir perkebunan yang dibangun secara swadaya merupakan luas perkebunan rakyat yang terbesar yaitu seluas
455243 ha atau 70.01 persen dari perkebunan rakyat dan 47.82 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit di Riau. Jumlah petani yang membangun kebun
secara swadaya juga cukup besar yaitu lebih kurang sebesar 179938 kepala keluarga. Dengan melihat dari kenyataan itu maka diperlukan peran pemerintah
dan swasta untuk mengatasi permasalahan itu. Permasalahan yang pertama yang dihadapi oleh petani swadaya berupa
kepemilikan lahan dan status hak tanah. Permasalahan ini terlihat dari luas
kepemilikannya bervariasi, mulai yang terkecil 1 ha, sampai terluas 10-20 ha yang letaknya terpencar-pencar sehingga menyulitkan pembinaan maupun pengolahan
aspek produksi lainnya. Disamping itu juga status tanahnya belum memiliki sertifikat sehingga sulit memperoleh pembiayaan dari perbankan ataupun bermitra
dengan investor. Berbeda dengan petani plasma maupun KKPA dengan Luas kepemilikan lahan rata-rata 2 HaKK dan terletak pada satu hamparan yang
kompak. dan memiliki sertifikat lahan merupakan bagian dari paket pembangunan kebun yang digunakan sebagai jaminan tambahan bank.
Produktifitas yang rendah merupakan permasalahan kedua yang dihadapi petani plasma. Hal ini terlihat dari produktifitas TBS yang dihasilkan petani
plasma dan KKPA relatif lebih baik dibandingkan dengan petani swadaya. Rata- rata produktifitas kebun petani plasma PIR dan KKPA mencapai 20-22 ton
TBShatahun, sedangkan petani swadaya rata-rata hanya mencapai lebih kurang 14 ton TBShatahun. Rendahnya produktifitas petani swadaya diduga akibat
penggunaan bibit yang kurang baik mutunya dan tidak jelas asal usulnya serta kurangnya pemupukan.
Permasalah lain yang dihadapi berupa rendahnya rendemen dan mutu produk perkebunan rakyat. Hal ini terlihat dari rendemen yang dihasilkan dari
TBS kelapa sawit rakyat, baik yang berasal petani PIR maupun KKPA rata-rata hanya 20-21 persen. Dilain pihak perkebunan kelapa sawit besar swasta bisa
mencapai rendemen 22-23 persen. Hal ini disebabkan TBS yang dipanen dari kebun-kebun rakyat tidak disiplin menerapkan kriteria matang panen yang
dianjurkan, bahkan adalakalanya dicampur dengan buah-buah muda Hal ini juga disebabkan oleh jauhnya letak perkebunan dengan dengan pabrik.
Permasalahan selanjutnya berupa pabrik pengolahan yang ada pada umumnya belum dapat menampung secara keseluruhan produksi dari petani,
khususnya TBS yang berasal dari kebun-kebun swadaya yang letaknya terpencar- pencar yang saling berjauhan.Hal ini terjadi karena sebahagian besar pabrik yang
ada telah memiliki kebun baik kebun inti maupun plasma yang diprioritaskan untuk diolah. Sebenarnya pada saat ini ada pabrik yang tidak mempunyai kebun
sebanyak 4 unit yang diharapkan bisa menampung produksi dari petani swadaya. Walaupun demikian, permasalahan lain muncul berupa jauhnya juga jarak areal
kebun ke unit pengolahan baik milik BUMN maupun swasta relatif jauh, bahkan ada yang lebih dari 50 km sehingga berdampak terhadap tingginya biaya
transportasi. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi petani kelapa sawit swadaya mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya angkutan TBS dari
kebun ke PKS yang ekonomis maksimum hanya Rp 70kg. Permasalahan baru yang muncul pada era otonomi daerah berupa
banyaknya terjadi konflik antara pihak perusahaan dan masyarakat setempat dalam merebut lahan perkebunan. Permasalahan ini muncul akibat banyak terjadi
penyerobotan tanah ulayat yang diakui milik masyarakat oleh pihak swasta maupun pihak perkebunan negara pada masa lalu. Pada saat otonomi daerah dan
sejalan dengan era reformasi banyak masyarakat menuntut dikembalikan tanah ulayat yang telah dimiliki perusahaan. Permasalahan itu harus segera diatasi
karena sudah banyak berjatuhan korban. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi diatas harus segera dihadapi
baik oleh petani sendiri dan juga oleh pemerintah, perusahan negara dan perusahaan swasta. Untuk mengatasi permasalahan itu diperlukan peran yang
besar dari pihak swasta dan pemerintah baik melalui instansi terkait maupun perusahaan negara karena pihak ini merupakan aktor utama dari perkembangan
perkebunan kelapa sawit. Pihak diatas berupakan aktor utama walaupun luas lahan yang dimiliki kecil dibandingkan perkebunan rakyat terlihat kepemilikan
pabrik pengolalan sawit dan juga kemampuan besar dalam pendanaan sangat besar yang dimiliki pihak tersebut yang peranannya cukup besar dalam
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Salah satu bentuknya nyata peran dari pihak pemerintah dan swasta dalam mengurangi permasalahan tersebut berupa
kemauan pihak tersebut untuk menampung produksi TBS petani swadaya dengan harga yang sama dengan petani plasma mereka. Hal ini disebabkan karena selama
ini petani swadaya memperoleh harga dibawah petani plasma apabila menjualnya di pabrik yang mempunyai perkebunan inti dan plasma.
6.3.4. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit