6.3.4. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Peran pemerintah dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat dari penyediaan lahan dan penyedian dana untuk membangun lahan perkebunan di
Provinsi Riau. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 tahun 1994 Pemerintahan Riau menyediakan 3.1 juta Ha untuk kawasan pengembangan perkebunan.
Menurut data terakhir luas areal perkebunan telah mencapai 2789521. Dari data itu dapat diketahui luas areal perkebunan yang bisa untuk membangun
perkebunan dan juga kelapa sawit tinggal 310479 Ha Makin kecil lahan yang bisa dialokasikan untuk lahan perkebunan menimbulkan
permasalahan tersendiri di Provinsi Riau. Permasalahan yang muncul berupa terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahan perkebunan yang
berdampingan. Hal ini disebabkan makin besarnya antusias masyarakat Riau untuk membangun kebun dan program pemerintah sendiri untuk membangun
kebun untuk mengentaskan kemiskinan di Provinsi Riau sedangkan lahan perkebunan makin sempit. Oleh karena itu diperlukan peran aktif pemerintah
untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk mengatasi hal itu pemerintah daerah perlu melakukan penataan
secara proporsional penyediaan lahan untuk perkebunan melalui program restribusi aset produktif. Salah satu caranya adalah dengan menginventarisasi
terhadap perusahaan maupun koperasi yang telah memperoleh izin dari Gubernur dan Bupati namun tidak melakukan aktivitas sama sekali. Apabila perusahaan
perkebunan dan koperasi itu tidak mampu melakukan kewajibannya maka pemerintah daerah akan mencabut izinnya dan mengalokasikan lahan tersebut
untuk membangun kebun untuk rakyak miskin. Disamping penyedian lahan, pemerintah juga berperan besar dalam
menyediakan modal untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam era otonomi daerah dana pembangunan untuk perkebunan itu dikucurkan melalui
peminjaman modal ekonomi rakyat PEK. Pada tahun 2001 melalui APBD provinsi Riau telah mengucurkan dana sebesar Rp 22.8 milyar yang semua untuk
membangun perkebunan untuk rakyat miskin. Pada tahun 2005 program PEK itu
termasuk dalam program K2I dengan anggaran dana sebesar Rp 83 milyar dari APBD Provinsi Riau ditambah sharing bugdet dengan 7 kabupaten di Riau
sebagai bantuan modal bagi masyarakat miskin guna membangun kebun kelapa sawit di Provinsi Riau.
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Perekonomian Provinsi Riau
Dengan menggunakan Metode Analisis Input Output dari Tabel Input Output atas dasar harga produsen Provinsi Riau yang berbentuk matriks 42 X 42
klasifikasi 42 sektor, akan memberikan gambaran transaksi antar sektor baik transaksi permintaan maupun transaksi penawaran pada perekonomian Provinsi
Riau. Tabel tersebut terbagi kedalam submatriks yaitu kuadran I, II, dan III. Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi produksi dan jasa
yang digunakan dalam proses produksi yang menunjukkan traksaksi penjualan dan pembelian dari satu sektor ke sektor lainnya. Kuadran I memberikan
informasi mengenai saling ketergantungan dan keterkaitan antar sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian Provinsi Riau. Kuadran II, menunjukkan arus
penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir, bukan untuk proses produksi pada sektor yang lain.
Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk berbagai keperluan konsumsi, antara lain terdiri dari : konsumsi rumah tangga 301,
pengeluaran pemerintah 302 pembentukan modal tetap 303, perubahan stok 304, dan ekspor barang dan jasa 305.
Kuadran III menunjukan pembelian input yang dihasilkan diluar sistim produksi oleh sektor-sektor yang ada pada kuadran I kuadran antara. Kuadran
input primer terdiri dari : Upah dan Gaji 201, Surplus Usaha 202, Penyusutan 203, dan Pajak tak langsung 204, Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan
menghasilkan produk domestik regional bruto PDRB Selain yang disebut diatas, dengan membangun tabel input output yang
ada menjadi model input output model Miyasawa akan diketahui distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Dalam tabel ini konsumsi rumah tangga dibagi
menjadi tiga golongan pendapatan yaitu: pendapatan rendah, sedang, dan tinggi dan dijadikan variabel endogenus dan dimasukkan pada kuadran I. Upah dan Gaji
dan sebagian surplus usaha juga dibagi tiga sama seperti pembagian pada konsumsi rumah tangga. Dengan memggunakan model ini diharapkan mampu
mengetahui distribusi pendapatan yang terjadi di Provinsi Riau.