dikuasai oleh perusahaan dan koperasi yang dicabut izin usahanya. Bantuan modal untuk membangun kebun dilakukan dengan sharing budget antara Pemerintah
Provinsi dengan KabupatenKota di Riau. Pembangunan kebun dengan sharing
budget itu direncanankan selama 5 tahun yang dimulai tahun 2005 hingga tahun
2009. Untuk tahun 2005 Pemerintah daerah melalui APBD Riau menganggarkan Rp. 83 milyar sebagai bantuan modal bagi pembangunan kebun kelapa sawit
untuk rakyat miskin.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu potensi yang besar yang dimiliki Provinsi Riau adalah sumberdaya migas yang melimpah. Hal ini dapat dilihat besarnya deposit migas di
kerak bumi Riau. Sumbangan sektor migas mencapai separuh dari PDRB Riau. Sumbangan sektor migas terhadap PDRB Riau dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi Migas terhadap PDRB Riau atas dasar harga Konstan Milyar Rp
Minyak dan Gas Bumi 1998 1999 2000 2001 2002
Migas Produksi Industri Migas
Total Migas Riau 10162.23
1077.89 11240.12
10451.53 1103.2
11554.73 10855.66
1127.49 11983.15
11238.87 1166.84
12405.71 11631.1
1199.42 12830.52
Share thp PDRB Riau 57.22 56.89 55.39 55.00 54.49
Sumber : BPS 2002 diolah Besarnya sumbangan sektor migas pada PDRB Riau dapat diketahui
perekonomian Provinsi Riau masih sangat tergantung pada sektor ini. Akan tetapi ketergantungan pembangunan ekonomi Provinsi Riau pada sektor migas sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan sifat migas yang merupakan sumberdaya yang unreneble atau tidak
dapat diperbaharui. Diperkirakan cadangan sumberdaya ini akan habis dalam waktu 15-20 tahun lagi. Oleh sebab itu Provinsi Riau harus mencari alternatif
sektor lain untuk mendukung pertumbuhan perekonomiam Provinsi Riau. Selain sifatnya sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, sektor migas
lemah dalam hal distribusi pendapatan income distribution. Migas memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Riau dan Nasional, namun kenyataan
menunjukan bahwa kehidupan masyarakat Riau, terutama penduduk asli tidak
semakin membaik dengan perkembangan sektor migas bahkan justru terpinggirkan kemakmurannya. Sektor migas hanya dinikmati oleh segelintir
orang diantaranya karyawan perusahaan migas. Rendahnya tingkat distribusi pendapatan sektor migas di Riau mungkin
disebabkan kecilnya keterkaitan sektor migas terhadap ekonomi kerakyatan. Hal ini nampak dari pola eksploitasi yang membentuk kontong-kontong pemukiman
yang bersifat eksklusif terhadap pemukiman lokal, hal ini dapat dilihat di Rumbai, Minas, Duri dan Dumai. Pola seperti itu tidak mendatangkan dampak pengganda
bagi penduduk sekitar karena bersifat eksklusif, mempekerjakan tenaga kerja dari luar Provinsi Riau, mendatangkan karyawan dari pusat atau luar negeri.
Ketergantungan Provinsi Riau pada sektor migas karena besarnya kontribusinya pada PDRB tidak benar-benar dinikmati oleh Riau sebagai
penghasil sumber daya migas tersebut. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, Riau hanya memperoleh sebahagian kecil dari hasil sektor migas. Hal ini
menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat Riau sehingga sempat menimbulkan gejolak dengan gerakan pemisahan dari Republik Indonesia.
Rendahnya dalam distribusi pendapatan dan real share yang sangat kecil sektor migas merupakan salah satu penyebabkan masih banyak rakyat
miskin di Riau walaupun Provinsi Riau sangat kaya akan sumberdaya alam. Menurut laporan BKKBN pada tahun 2002 di Provinsi Riau terdapat 10.41 persen
penduduk pra sejahtera dan 29.63 persen penduduk sejahtera 1 sehingga jumlahnya 40.05 persen. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Riau persentase
penduduk miskin di Provinsi Riau pada 2002 adalah 13.67 persen Gubernur Riau, 2003.
Selain masalah kemiskinan, Provinsi Riau juga dihadapi oleh masih besarnya angka pengangguran. Menurut data BPS tahun 2002 angka
pengangguran tercatat sebesar 11.3 persen. Besarnya tenaga kerja yang bekerja disektor informal sebesar 53.9 persen merupakan masalah tersendiri di Provinsi
Riau. Permasalahan dalam ketenagakerjaan memperjelas walaupun Riau merupakan Provinsi yang kaya tetapi masih banyak terdapat permasalahan
pembangunan yang perlu segera ditangani.
Melihat permasalahan yang ditimbulkan apabila mengantungkan pembangunan ekonomi pada sektor migas maka Pemerintah Daerah Riau
mencoba untuk membangun sektor perkebunan terutama membangun perkebunan kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit yang digalakkan
Pemerintah Daerah Riau didasari oleh besarnya peranan sektor ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Riau pada saat krisis moneter. Selain
peranannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, perkebunan kelapa sawit juga mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan output dan
penyerapan tenaga kerja di Riau yang perlu terus digali untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi Riau.
Pada era otonomi daerah Provinsi Riau mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk membangun perkebunan kelapa sawit dengan meningkatnya
penerimaan Riau yang berimplikasi pada meningkatnya anggaran untuk pembangunan. Peningkatan anggaran untuk membangun perkebunan kelapa sawit
terlihat pada Program K2I yang diharapkan bisa meningkatkan kinerja perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi Riau terutama
masalah kemiskinan dan kebodohan di sektor perkebunan dengan meningkatnya pendapatan petani. Dari hal tersebut perlu dilihat peranan perkebunan kelapa sawit
dalam era otonomi daerah di Provinsi Riau Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, suatu kajian mengenai Analisis
Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Era Otonomi Daerah di Provinsi Riau dapat menggambarkan keterkaitan antar kegiatan atau struktur produksi,
distribusi nilai tambah, distribusi pendapatan rumah tangga, dampak peningkatan investasi pemerintah dalam era otonomi daerah secara terpadu dan komprehensif
akan dilakukan. Penelitian yang dilaksanakankan berangkat dari pokok permasalahan:
1. Bagaimana struktur perekonomian Riau secara keseluruhan, terutama besarnya peranan perkebunan kelapa sawit dalam pembentukan output,
permintaan antara dan permintaan akhir 2. Bagaimana keterkaitan linkage perkebunan kelapa sawit terhadap kegiatan
perekonomian lainnya di Riau, baik keterkaitan kedepan forward linkage maupun keterkaitan kebelakang.
3. Bagaimana dampak otonomi daerah yang mengakibatkan perubahan permintaan akhir sektor perkebunan terhadap output, pendapatan, tenaga kerja
dan distribusi pendapatan.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian