Akibat dari Korupsi Kelas 12 SMA Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Siswa

204 Kelas XII Semester 1 Maka sebelum kita semua makin terjerumus atau akan terjerumus, hendaknya kita berpikir apa akibatnya tidak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi lingkunganmasyarakat luas. Karena korupsi, maka terjadi adanya hak yang tidak sampai kepada yang berhak. Dengan demikian akan mengakibatkan berbagai macam ketimpangan kehidupan. Pembangunan tidak berjalan sebagai mana mestinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Tidak adanya perkembangan ekonomi yang sehat, yang memicu krisis ekonomi dan krisis multidimensi bangsa. Terjadinya pemusatan kekayaan dan kekuasaan pada beberapa pihak saja, yang memicu kecemburuan sosial, dan maraknya tindak kejahatan.

F. Cara Mengatasi Korupsi

Untuk mengatasi masalah kejahatan korupsi dapat dilakukan secara preventif, dapat pula dengan represit antara lain dengan teknik rehabilitasi. Menurut Cressey ada dua konsepsi mengenai teknik rehabilitasi. Pertama, menciptakan sistem dan program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut. Sistem serta program-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman bersyarat, hukuman kurungan serta hukuman penjara. Teknik kedua lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah menjadi orang biasa yang tidak jahat. Dalam hal ini, maka selama menjalani hukuman bersyarat, diusahakan mencari pekerjaan bagi si terhukum dan diberikan konsultasi psikologis. Kepada narapidana di lembaga-lembaga pemasyarakatan diberikan pendidikan serta latihan-latihan untuk menguasai bidang-bidang tertentu, supaya kelak setelah masa hukuman selesai punya modal untuk mencari pekerjaan di masyarakat. Hal ini merupakan usahadaya upaya untuk mengatasi tindak kejahatan. Dalam agama Buddha strategi mendasar untuk mengatasi kejahatan adalah dengan melaksanakan daya upaya benar. Daya upaya atau usaha benar ini mempunyai dua segi. Segi yang pertama adalah suatu kemauan kuat untuk mencegah timbulnya keadaan-keadaan batin yang jahat atau tidak sehat negatif, dan menghilangkan keadaan-keadaan demikian yang telah ada dalam batinnya. Segi yang kedua adalah suatu kemauan kuat untuk menumbuhkan dan mengembangkan keadaan-keadaan batin yang baik dan sehat positif yang belum ada, dan meningkatkan serta menyempurnakan keadaan-keadaan demikian yang telah ada dalam batinnya. Jadi yang disebut dengan daya upaya benar dalam usahanya meningkatkan kualitas batin terdiri atas empat hal yaitu: Pendidikan Agama Buddha 205 a. usaha rajin agar keadaan jahat dan buruk tidak timbul di dalam diri seseorang samvarappadhana; b. usaha rajin untuk menghilangkan keadaan dan buruk yang telah timbul dalam diri seseorang pahanappadhana; c. usaha rajin untuk menimbulkan keadaan-keadaan baik yang belum timbul di dalam diri seseorang bhavanappadhana; dan d. usaha rajin untuk menjaga keadaan-keadaan baik yang telah timbul dan tidak membiarkan mereka lenyap anurakkhappadhana Anguttara Nikaya II.16. Pencegahan dan pemberantasannya diperlukan upaya yang serius dan penanganan yang luar biasa pula. Sehingga tidak menghambat pembangunan bangsa serta menyengsarakan rakyat secara berkepanjangan. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi memerlukan berbagai cara pendekatan yang tepat yaitu melalui penyadaran bagi pelaku atau masyarakat itu sendiri agar malu dan takut berbuat kejahatan akan mejadi bahan pertimbangan agar tidak terlibat perbuatan korupsi dan juga penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen dengan memberikan hukuman berat bagi para koruptor.

a. Menumbuhkan pandangan dan pikiran benar

Pandangan benar adalah mengetahui segala sesuatu sebagaimana mestinya, segala sesuatu tidak ada yang terjadi secara kebetulan melainkan adanya hubungan sebab dan akibat. Sementara itu, pikiran benar adalah pikiran yang terbebas dari kebodohan, ketamakan, dan kebencian. Pandangan benar dan pikiran benar merupakan kunci untuk dapat melakukan ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Pikiran merupakan kendali terhadap segala sesuatu. Segala sesuatu yang muncul dalam diri kita diawali dari pikiran dan tidak akan pernah lepas dari pikiran. “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk, bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya” Dhammapada, Yamaka Vagga, 1. Demikian pula sebaliknya, “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk, bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran baik, maka kebahagiaan