Debt InvestmentTotal Source of Fund Tinjauan Penelitian Terdahulu

20 dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini menunjukkan seberapa besar perusahaan mampu melakukan investasi dalam bentuk aktiva tetap. Dalam Koedestani et.al 2011 diperoleh hasil penelitian bahwa arus kas investasi yang negatif dapat digunakan untuk memprediksi financial distress perusahaan, dimana arus kas investasi yang negatif menunjukkan perusahaan yang sehat. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

b. Investment in Property, Plant, and EquipmentTotal Use

of Fund Rasio ini menunjukkan perbandingan antara investasi aktiva tetap dengan total penggunaan dana. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

2.1.4.3 Rasio Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan

a. Debt InvestmentTotal Source of Fund

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara perolehan hutang dengan total sumber dana. Semakin rendah rasio ini, maka semakin tinggi probabilitas perusahaan mengalami financial distress. Hal ini disebabkan karena perolehan hutang yang diperoleh 21 perusahaan tidak diimbangi dengan total sumber dana perusahaan sehingga kemungkinan perusahaan mengalami masalah keuangan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

b. Net DebtTotal Source of Fund

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang bersih dengan total sumber dana perusahaan. Net Debt sering digunakan sebagai ukuran bagi para investor untuk mengetahui posisi hutang sebenarnya. Net Debt dihitung dengan rumus short term liabilities+long term liabilities – cash and cash equivalent . Rumus untuk menghitung rasio ini adalah:

2.1.5 Altman Z-Score

Z-Score dikembangkan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman , Asisten Profesor Keuangan di New York University, sebagai metode neraca kuantitatif menentukan kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dalam penelitiannya yang pertama pada September 1986 dengan judul penelitian Financial Ratios, Discriminant Analysis And The Prediction Of Corporate Bankruptcy , beliau merupakan orang pertama yang menerapkan Multiple 22 Discriminant Analysis MDA. Analisa diskriminan ini merupakan suatu teknik statistik yang mengidentifikasikan beberapa jenis rasio keuangan yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Model Altman Z-Score dapat mengklasifikasikan perusahaan ke dalam kelompok yang mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk bangkrut atau kelompok perusahaan yang memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah. Rumus Altman Z-Score mengalami beberapa perubahan, yaitu: 1. Untuk perusahaan manufaktur yang telah go public Z-Score = 1,2 X 1 + 1,4 X 2 + 3,3 X 3 + 0,6 X 4 + 0,999 X 5 Keterangan: Z = bankrupcy index X 1 = working capital total asset X 2 = retained earnings total asset X 3 = earning before interest and taxestotal asset X 4 = market value of equity book value of total debt X 5 = sales total asset 2. Untuk perusahaan pribadi Terdapat perubahan pada nilai X 4 di mana X 4 = book value of equity liabilities Z-Score = 0.717 X 1 + 0.847 X 2 + 3.107 X 3 + 0.420 X 4 + 0.998 X 5 23 3. Untuk perusahaan non-manufaktur Altman mengeliminasi variable X 5 salestotal asset karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran asset yang berbeda- beda. Z-Score = 6.56 X 1 + 3.26 X 2 + 6.72 X 3 + 1.05 X 4 Berdasarkan hasil penelitian Altman, perusahaan dikelompokkan menjadi tiga kategori: a. Jika nilai Z 1.8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. b. Jika nilai 1.8 Z 2.99 maka termasuk grey area tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan. c. Jika nilai Z 2.99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. Dengan adanya model Altman Z-Score ini, tidak dipungkiri penelitian mengenai kebangkrutan sering dilakukan untuk menganalisis apakah model Altman Z-Score dapat diterapkan pada setiap perusahaan. Hasibuan 2010 melakukan penelitian dengan judul “Analisa Model Altman Z-Score untuk Memprediksi Gejala Financial Distress pada Perusahaan Tekstil dan Garment yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ”, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Alltman Z-Score dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garment. Hasil penelitian yang sama ditemukan 24 oleh penelitian Saragih 2011 yang menggunakan objek penelitian perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain penelitian mengenai implementasi model Altman Z-Score pada masing-masing perusahaan, penelitian yang membandingkan Model Altman Z-Score dengan model kebangkrutan lainnya juga dilakukan. Darwis 2013 melakukan penelitian dengan membandingkan Model Altman Z- Score dengan Model Springate untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil perhitungan Model Altman Z-Score dengan Model Springate dan model mana yang lebih akurat dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis kebangkrutan Model Altman Z-Score dan Model Springate, dimana model Altman Z-Score lebih akurat daripada model Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.

2.1.6 Financial distress

2.1.6.1 Pengertian Financial Distress

Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut ini: terjadinya pengurangan 25 dividen, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi, dan jatuhnya harga saham Rodoni, 2014. Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, terjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi Platt dan Platt, 2002. Financial distress merupakan tahapan sebelum kebangkrutan. Tahapan dari kebangkrutan stages of bankruptcy dijabarkan sebagai berikut Kordestani et. al., 2011: a. Latency. Pada tahap latency, Return on Assets ROA akan mengalami penurunan. b. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak memiliki cukup sumber daya kas untuk memenuhi kewajiban saat ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat. c. Financial Distress. Kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan. d. Bankruptcy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan financial distress, maka perusahaan akan bangkrut. Financial distress bisa terjadi pada berbagai perusahaan dan dapat berperan sebagai early warning system bagi perusahaan. Jika perusahaan sudah memasuki tahapan financial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena apabila secara berkelanjutan tetap dalam posisi financial distress, tidak dapat dipungkiri apabila 26 perusahaan berpindah ke tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dalam rangka mencegah terjadinya kebangkrutan. Dengan demikian, model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini, diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan ataupun kebijakan yang mampu mengantisipasi kondisi yang mengarah kepada kebangkrutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress atau tidak. Mengacu pada penelitian terdahulu mengenai prediksi kondisi financial distress, terdapat perbedaan dalam hal pengelompokkan perusahaan yang mengalami financial distress. Elloumi dan Gueyie 2001, mengkategorikan suatu perusahaan sedang mengalami financial distress jika perusahaan tersebut selama dua tahun berturut-turut mempunyai laba bersih negatif. Almilia dan Kristijadi 2003 menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa tahun mengalami laba bersih operasi net operation income negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen. Brahmana 2007 mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress adalah jika 27 perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan merger. Hardiyanti 2012 mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila a selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba operasi negatif, b selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif, c selama 2 tahun berturut-turut memiliki EPS Earning per Share negatif. Hidayat 2013 mengkategorikan suatu perusahaan dianggap sedang mengalami financial distress jika mempunyai interest coverage ratio yang kurang dari 1. Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana ditunjukkan dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya kepada kreditur Hanifah, 2013.

2.1.6.2 Penyebab Terjadinya Financial Distress

Menurut Fahmi 2012: 105 penyebab terjadinya financial distress adalah: “Dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Permasalahan terjadinya insolvency bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukan dengan 2 dua metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow- based insolvency . Stock-based insolvency adalah 28 kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas negatif dari neraca perusahaan negative net wort, sedangkan Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi operating cash flow yang tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.” Fachrudin 2008: 6 mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan keuangan sebagai berikut: 1. Neoclassical model, kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya ukuran profitabilitas berupa return on assets dan ukuran solvabilitas berupa debt to assets ratio . 2. Financial model, bauran aktiva benar tapi struktur keuangan salah dan dihadapkan pada batasan likuiditas. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnovertotal assets , revenuesturnover, ROA, ROE, dan profit margin. 3. Corporate Governance Model, kebangkrutan disebabkan bauran aktiva dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.

2.1.6.3 Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress

Prediksi financial distress ini tidak hanya penting dari sisi perusahaan, tetapi juga dari berbagai pihak. Hal ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak karena dengan mengetahui kondisi 29 perusahaan yang mengalami financial distress, maka dapat diambil suatu keputusan atau tindakan untuk memperbaiki keadaan tersebut ataupun untuk menghindari masalah. Berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal prediksi atas kemungkinan terjadinya financial distress adalah Almilia dan Kristijadi, 2003: a. Pemberi Pinjaman atau Kreditor. Institusi pemberi pinjaman memprediksi financial distress dalam memutuskan apakah akan memberikan pinjaman dan menentukan kebijakan mengawasi pinjaman yang telah diberikan pada perusahaan. Selain itu juga digunakan untuk menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. b. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator. Badan regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan. d. Pemerintah. Prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam melakukan antitrust regulation. e. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern perusahaan. Pada tahap penyelesaian audit, auditor harus membuat penilaian tentang going concern perusahaan. Jika ternyata perusahaan diragukan going concern -nya, maka auditor akan memberikan opini wajar tanpa pengeculian dengan paragraf penjelas atau bisa juga memberikan opini disclaimer atau menolak memberikan pendapat. f. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka perusahaan akan menanggung biaya langsung fee akuntan dan pengacara dan biaya tidak langsung kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan. Oleh karena itu, manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk dapat 30 mengatasi kesulitan keuangan yang terjadi dan mencegah kebangkrutan pada perusahaan.

2.1.7 Rasio Arus Kas Sebagai Alat Untuk Memprediksi Financial

Distress Kebanyakan rasio keuangan yang dihitung hanya terfokus pada data yang terdapat di neraca dan laporan laba rugi. Hal ini sangat disayangkan mengingat bahwa laporan arus kas statement of cash flow juga dapat memberikan informasi yang berguna dalam hal analisis rasio. Rasio yang diperoleh dari neraca hanya dapat memberikan informasi dari perspektif date-in-time , sedangkan laporan arus kas merepresentasikan aktivitas untuk jangka waktu terus menerus. Laporan laba rugi memberikan informasi mengenai hasil usaha suatu entitas untuk periode waktu tertentu, namun tidak mengungkapkan perubahan penting lainnya yang dihasilkan dari aktivitas pembiayaan dan investasi. Laporan arus kas melengkapi neraca dan laporan laba rugi dengan memberikan informasi tambahan mengenai kemampuan organisasi untuk beroperasi secara efisien, untuk membiayai pertumbuhan, dan membayar kewajibannya. Laporan arus kas dapat digunakan dalam hal untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Faktor penting dalam memprediksi financial distress suatu perusahaan adalah posisi dari kas karena cash flow memberikan peramalan kondisi keuangan yang lebih akurat. Oleh karena itu, informasi yang terdapat dalam cash flow dijadikan sebagai indikator yang lebih akurat dalam mendeteksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan Soo Wah Low et. al, 2001. 31 Analisis rasio arus kas mengungkapkan bahwa informasi arus kas memiliki explanatory power, yang artinya informasi yang terdapat pada laporan arus mampu menjelaskan secara rinci keseluruhan aktivitas perusahaan. Informasi arus kas yang diperoleh dari laporan arus kas mampu menguraikan hubungan umum antara entitas gagal dan non-gagal. Semakin tinggi rasio yang dihitung dari laporan arus kas, semakin rendah kemungkinan terjadinya kegagalan atau financial distress Leonie Jooste, 2007.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berhasil ditemukan yang meneliti prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan beberapa indikator yang berbeda. Berikut ini rincian peneliti terdahulu. Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Almilia 2006 Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit Variabel dependen: Financial distress Variabel independen: Rasio keuangan yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi berupa: Net IncomeNIS; CACL; Working Capital TA; CATA; NFATA; STA; SCA; SWC; NITA; NIEQ; TLTA; NPTA; NPTL; EQTA; CashCL; CashTA; Sales Growth Rate ; Model regresi logistik yang dihasilkan dan kekuatan prediksi perusahaan financial distress dan non financial distress : 1 Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan laporan neraca dan laba rugi hanya terdiri dari satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu TLTA dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 79 yang terdiri dari 39,3 ketepatan memprediksi 32 Growth of NITA; Rasio keuangan yang berasal dari laporan arus kas perusahaan FD dan 81,3 ketepatan memprediksi perusahaan NFD; 2 Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan laporan kas hanya terdiri dari satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFOCL dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 58 yang terdiri dari 3,6 ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 60,4 ketepatan memprediksi perusahaan NFD; Yulian 2010 Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Dengan Menggunakan Regresi Logistik Variabel dependen: Financial distress Variabel independen: 1 Rasio likuiditas Current Ratio, Quick ratio 2 Rasio aktivitas Receivable turnover, total asset turnover 3 Rasio profitabilitas return on sales, return on asset 4 Rasio solvabilitas Debt to total capital, times interest earned 5 Rasio arus kas Cash flow adequacy, Cash flow to sales, Cash flow per share, Cash flow return on equity Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rasio profitabilitas, financial leverage , likuiditas, aktivitas, dan arus kas antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa rasio keuangan profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio , sales to assets ratio , CFTS, dan CFTL merupakan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peluang terjadinya financial distress . Hidayat 2013 Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Variabel dependen: Financial distress Variabel independen: 1 Rasio leverage Total Debt to Asset Melalui uji regresi logistik , hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio leverage total debt to assets ratio , rasio 33 Indonesia Ratio 2 Rasio likuiditas Current Ratio 3 Rasio aktivitas Total Asset Turnover Ratio 4 Rasio profitabilitas Return on Asset likuiditas current ratio , rasio aktivitas total assets turnover ratio merupakan financial ratios yang paling signifikan dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan, sedangkan rasio profitabilitas return on asset merupakan satu- satunya financial ratios yang tidak signifikan dalam mempengaruhi financial distress di suatu perusahaan.

2.3 Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

22 132 110

Pengaruh Rasio Keuangan dengan Model Altman Z-Score dan Arus Kas Operasi terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Group Bakrie yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

2 28 88

PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN LABA DAN ARUS KAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

12 49 50

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 4 17

PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

1 3 87

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 12

Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 1 17

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN SEKTOR TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PADA TAHUN 2013-2017

0 0 22

ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - repository perpustakaan

0 0 15