24 oleh penelitian Saragih 2011 yang menggunakan objek penelitian
perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain penelitian mengenai implementasi model Altman Z-Score
pada masing-masing perusahaan, penelitian yang membandingkan Model Altman Z-Score dengan model kebangkrutan lainnya juga dilakukan. Darwis
2013 melakukan penelitian dengan membandingkan Model Altman Z- Score dengan Model Springate untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil perhitungan Model Altman Z-Score dengan Model Springate dan model mana yang lebih akurat dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan manufaktur makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis kebangkrutan Model Altman Z-Score dan Model Springate, dimana model
Altman Z-Score lebih akurat daripada model Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.
2.1.6 Financial distress
2.1.6.1 Pengertian Financial Distress
Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan
secara tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa
kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut ini: terjadinya pengurangan
25 dividen, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian, pemecatan,
pengunduran diri direksi, dan jatuhnya harga saham Rodoni, 2014. Financial distress
atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, terjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami
kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis.
Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi
keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi Platt dan Platt, 2002.
Financial distress merupakan tahapan sebelum kebangkrutan.
Tahapan dari kebangkrutan stages of bankruptcy dijabarkan sebagai berikut Kordestani et. al., 2011:
a. Latency. Pada tahap latency, Return on Assets ROA akan mengalami penurunan.
b. Shortage of Cash. Dalam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak memiliki cukup sumber daya kas untuk
memenuhi kewajiban saat ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat.
c. Financial Distress. Kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini
mendekati kebangkrutan. d. Bankruptcy. Jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan
gejala kesulitan keuangan financial distress, maka perusahaan akan bangkrut.
Financial distress bisa terjadi pada berbagai perusahaan dan
dapat berperan sebagai early warning system bagi perusahaan. Jika perusahaan sudah memasuki tahapan financial distress, maka
manajemen harus berhati-hati karena apabila secara berkelanjutan tetap dalam posisi financial distress, tidak dapat dipungkiri apabila
26 perusahaan berpindah ke tahap kebangkrutan. Manajemen dari
perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dalam rangka
mencegah terjadinya kebangkrutan. Dengan demikian, model financial distress
perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini,
diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan ataupun kebijakan yang mampu mengantisipasi kondisi yang mengarah
kepada kebangkrutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress atau tidak. Mengacu pada penelitian terdahulu mengenai prediksi
kondisi financial distress, terdapat perbedaan
dalam hal pengelompokkan perusahaan yang mengalami financial distress.
Elloumi dan Gueyie 2001, mengkategorikan suatu perusahaan sedang mengalami financial distress jika perusahaan tersebut selama
dua tahun berturut-turut mempunyai laba bersih negatif. Almilia dan Kristijadi 2003 menyatakan bahwa perusahaan
yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa tahun mengalami laba bersih operasi net operation
income negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan
pembayaran dividen. Brahmana 2007 mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress adalah jika
27 perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba
operasinya negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan merger.
Hardiyanti 2012 mengkategorikan suatu perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila a selama 2 tahun
berturut-turut mengalami laba operasi negatif, b selama 2 tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif, c selama 2 tahun
berturut-turut memiliki EPS Earning per Share negatif. Hidayat 2013 mengkategorikan suatu perusahaan dianggap sedang
mengalami financial distress jika mempunyai interest coverage ratio yang kurang dari 1. Fenomena lain dari financial distress adalah
banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas,
dimana ditunjukkan
dengan semakin
turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya
kepada kreditur Hanifah, 2013.
2.1.6.2 Penyebab Terjadinya Financial Distress