Pelaksanaan Wajib Belajar 9 tahun dilakukan melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah meliputi program 6 tahun di
SD dan program 3 tahun di SLTP. Untuk tingkat SD diberlakukan pada SD regular, SD Kecil, SD Pamong, SD terpadu, MI, Pondok Pesantren,
SDLT, dan kelompok belajar Paket A. Sedangkan untuk tingkatan SLTP dilaksanakan SLTP Reguler, SLTP Kecil, SLTP Terbuka dan SLTP-LB
dan kelompok belajar Paket B. Sejak mulai diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada
tahun 2000, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pemerintahan di daerah, termasuk pengelolaan
pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000. Dengan kebijakan otonomi daerah ini membuka kesempatan bagi para ahli,
praktisi, dan pengamat pendidikan untuk bersama-sama memberdayakan pendidikan secara menyeluruh, termasuk wajib belajar 9 tahun. Otonomi
pendidikan merupakan salah satu kesempatan yang sangat baik bagi daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing
yang merupakan tolok ukur kualitas sumber daya manusia.
2.5.3 Sasaran Pelaksanaan Wajib Belajar
Sasaran yang hendak dicapai dalam gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar sembilan tahun sesuai yang terkandung dalam
Inpres Nomor 5 Tahun 2006 adalah 1 Anak usia 7-12 tahun yang belum mengikuti pendidikan atau putus sekolah SDMIpendidikan yang setara;
2 Anak yang telah lulus SDMIpendidikan yang setara yang belum bersekolah atau DO Drop Out di SMPMTspendidikan yang setara.
Penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka partisipasi secara maksimal, namun perhatian yang
sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar yang sekarang ini masih jauh dari standar nasional. Agar sasaran tersebut
terwujud secara optimal perlu diupayakan adanya kesinambungan penyelenggaraan pendidikan SDMI dan SMPMTs serta satuan
pendidikan sederajat berkenaan dengan berbagai komponen pendidikan yang mendukung.
2.5.4 Angka Partisipasi Kasar
Angka Partisipasi Kasar APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu
terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu Data Statistik Indonesia.
Angka Partisipasi Kasar menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. Angka Partisipasi Kasar
merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Angka Partisipasi Kasar didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah atau jumlah siswa, tanpa
memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut.
2.5.5 Angka Partisipasi Murni
Angka Partisipasi Murni APM adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk
di usia yang sama Data Statistik Indonesia. Angka Partisipasi Murni menunjukkan partisipasi sekolah
penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap
jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi
penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.
Angka Partisipasi Murni di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang
bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut.
2.5.6 Angka Putus Sekolah