Kajian Penuntasan Kerangka Berfikir

5 Bidang Infrastruktur, yang meliputi kegiatan pembangunan kandang sapi komunal, pembangunan MCK, dan pembangunan gapura masuk desa.

2.4. Kajian Penuntasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penuntasan berasal dari kata dasar tuntas, yang artinya selesai secara menyeluruh; sempurna sama sekali. Penuntasan adalah suatu proses, cara, perbuatan menuntaskan, menyelesaikan semua. Dari pengertian diatas maka dapat diartikan bahwa penuntasan merupakan suatu proses atau cara dalam rangka menghentikan, menyelesaikan atau mengentaskan suatu hal secara berkesinambungan dan menyeluruh. Dalam penelitian ini penuntasan yang dimaksud adalah terkait dengan program CSR Pertamina dalam rangka mensukseskan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di desa Ledok. 2.5. Kajian Wajib Belajar 2.5.1 Tujuan Wajib Belajar Program wajib belajar 9 tahun didasari konsep “pendidikan dasar untuk semua” universal basic education, yang pada hakekatnya berarti penyediaan akses terhadap pendidikan yang sama untuk semua anak Kedeputian evaluasi kinerja pembangunan 2009: 4-5. Melalui program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di masyarakat dan dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi baik ke lembaga pendidikan sekolah ataupun luar sekolah. Berikut adalah tujuan pelaksanaan wajib belajar yang hendak dicapai dalam gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar 9 tahun : 1 Meningkatkan APK SMPMTs setara hingga mencapai minimal 95 pada akhir tahun 2008. 2 Menurunkan angka putus sekolah SMP dari 2,83 menjadi 2. 3 Meningkatkan kualitas lulusan dengan indikator 70 peserta Ujian Nasional mencapai nilai diatas 6,00. 4 Melengkapi sarana pendidikan sehingga 75 SMP memenuhi Standar Nasional Pendidikan antara lain minimal 80 SMP mempunyai perpustakaan, 50 SMP memiliki laboratorium IPA, 50 SMP memiliki laboratorium bahasa, dan 80 SMP mempunyai ruang keterampilan. 5 Menyelenggarakan minimal satu rintisan SMP bertaraf internasional di setiap kabupatenkota. 6 Terbentuknya dan berfungsinya jaringan system informasi pendidikan di setiap propinsi di seluruh wilayah Indonesia dengan baik. 7 Meningkatkan mutu pengelolaan SMP dengan 70 SMP menjalankan Manajemen Berbasis Sekolah MBS dengan baik. 8 Meningkatkan kesadaran akan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Tim Redaksi NPM 2010: 141-142. 2.5.2 Pelaksanaan Wajib Belajar Wajib belajar 9 tahun merupakan program nasional perwujudan konstitusi serta tekad pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Wajib belajar diartikan sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada kelompok usia sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar tersebut. Dalam rangka membangun sumber daya manusia yang berkualitas, Pemerintah Indonesia mewajibkan semua warga negara usia pendidikan dasar 7-15 tahun tanpa memandang agama, status sosial, etnis, dan jenis kelamin untuk menempuh minimal pendidikan dasar. Dalam laporan Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan 2009: 5 menjelaskan bahwa pelaksanaan program Wajib Belajar 9 tahun di Indonesia memiliki empat ciri utama, yaitu; 1 dilakukan tidak melalui paksaan tetapi bersifat himbauan, 2 tidak memiliki sanksi hukum tetapi menekankan tanggung jawab moral dari orang tua untuk menyekolahkan anaknya, 3 tidak memiliki undang-undang khusus dalam implementasi program, 4 keberhasilan dan kegagalan program diukur dari peningkatan partisipasi bersekolah anak usia 6 - 15 tahun. Pelaksanaan Wajib Belajar 9 tahun dilakukan melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah meliputi program 6 tahun di SD dan program 3 tahun di SLTP. Untuk tingkat SD diberlakukan pada SD regular, SD Kecil, SD Pamong, SD terpadu, MI, Pondok Pesantren, SDLT, dan kelompok belajar Paket A. Sedangkan untuk tingkatan SLTP dilaksanakan SLTP Reguler, SLTP Kecil, SLTP Terbuka dan SLTP-LB dan kelompok belajar Paket B. Sejak mulai diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2000, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pemerintahan di daerah, termasuk pengelolaan pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000. Dengan kebijakan otonomi daerah ini membuka kesempatan bagi para ahli, praktisi, dan pengamat pendidikan untuk bersama-sama memberdayakan pendidikan secara menyeluruh, termasuk wajib belajar 9 tahun. Otonomi pendidikan merupakan salah satu kesempatan yang sangat baik bagi daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing yang merupakan tolok ukur kualitas sumber daya manusia.

2.5.3 Sasaran Pelaksanaan Wajib Belajar

Sasaran yang hendak dicapai dalam gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar sembilan tahun sesuai yang terkandung dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2006 adalah 1 Anak usia 7-12 tahun yang belum mengikuti pendidikan atau putus sekolah SDMIpendidikan yang setara; 2 Anak yang telah lulus SDMIpendidikan yang setara yang belum bersekolah atau DO Drop Out di SMPMTspendidikan yang setara. Penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka partisipasi secara maksimal, namun perhatian yang sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar yang sekarang ini masih jauh dari standar nasional. Agar sasaran tersebut terwujud secara optimal perlu diupayakan adanya kesinambungan penyelenggaraan pendidikan SDMI dan SMPMTs serta satuan pendidikan sederajat berkenaan dengan berbagai komponen pendidikan yang mendukung.

2.5.4 Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Kasar APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu Data Statistik Indonesia. Angka Partisipasi Kasar menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. Angka Partisipasi Kasar merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Kasar didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah atau jumlah siswa, tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut.

2.5.5 Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni APM adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama Data Statistik Indonesia. Angka Partisipasi Murni menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Angka Partisipasi Murni di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut.

2.5.6 Angka Putus Sekolah

Angka Putus Sekolah APUSAPts didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid putus sekolah pada jenjang pendidikan tertentu SD, SLTP, SLTA dan sebagainya dengan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan Angka Putus Sekolah ini digunakan untuk mengetahui banyaknya siswa putus sekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi Angka Putus Sekolah berarti semakin banyak siswa yang putus sekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah.

2.5.7 Angka Melanjutkan

Angka Melanjutkan Anjut adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama yang melanjutkan pendidikan dari jenjang pendidikan SDMI ke SMP. Besarnya Angka Melanjutkan didapat dengan membagi jumlah siswa SMP pada tingkat pertama dengan jumlah siswa SD ditambah siswa MI pada tahun tertentu.

2.6 Kajian Evaluasi

2.6.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi berasal dari kata evaluation bahasa Inggris yang berarti menilai suatu produk sehingga dapat melukiskan pengembangan suatu proses dan berperan penting dalam menilai. Beberapa pendapat tetang evaluasi dikemukakan oleh para ahli diantaranya : 1 Stark and Thomas 1994: 12 menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. 2 Suchman 1961 memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. 3 Suharsimi Arikunto 2009: 2 berpendapat evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

2.6.2 Pengertian Evaluasi Program

Secara umum program diartikan sebagai “rencana”. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin 2008: 3-4 program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Farida Yusuf Tayibnasis 2000: 9 memandang program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dalam pengertian tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu : 1 Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan saksama. 2 Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. 3 Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal bukan kegiatan individu. 4 Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaannya melibatkan banyak orang. Dari pengertian diatas maka evaluasi program adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya, baik terhadap program yang sedang berjalan maupun program yang telah berlalu sehingga dapat mengambil keputusan melalui kegiatan pengukuran, penilaian. Dalam penelitian ini evaluasi program yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Program CSR Pertamina dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di desa Ledok Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora.

2.6.3 Syarat-Syarat Evaluasi Program

Dalam melaksanakan evaluasi program terdapat syarat-syarat evaluasi yang harus dipenuhi, yaitu : 1 Valid, dikatakan valid apabila mengukur yang sebenarnya diukur, kesahihan evaluasi biasanya diukur dengan presentase atau derajat tertentu. 2 Terandalkan reliable, evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan pada kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda maka akan memberikan hasil yang sama. 3 Objektif, evaluasi dikatakan objektif jika tidak mendapatkan pengaruh subjektif dari pihak penilai. 4 Seimbang, keseimbangan evaluasi meliputi keseimbangan bahan, keimbangan kesukaran, dan keseimbangan tujuan. 5 Membedakan, suatu evaluasi harus dapat membedakan antara kegiatan yang berhasil, cukup berhasil, tidak berhasil dan gagal. 6 Norma, evaluasi yang baik hasilnya harus mudah ditafsirkan, hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari tiap komponen program. 7 Fair, evaluasi yang fair harus mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan. 8 Praktis, baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun segi pelaksanaannya. Evaluasi harus efisian dan mudah dilaksanakan.

2.6.4 Manfaat Evaluasi Program

Evaluasi program bermanfaat bagi pengambil keputusan karena dengan masukaninformasi yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari elevator untuk pengambil keputusan. Arikunto 2009: 22 menyatakan ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu : 1 Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. 2 Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit. 3 Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat. 4 Menyebarluaskan program melaksanakan program di tempta-temat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu, karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

2.6.5 Komponen Evaluasi Program

Evaluasi program memegang peranan penting untuk mengetahui pelaksanaan program kegiatan secara efektif dan efisien. Evaluasi program dilakukan agar dapat melakukan perbaikan-perbaikan yang mendukung pelaksanaan program dan memutuskan tindak lanjut pelaksanaan program. Komponen evaluasi program antara lain : 1 Tujuan program Tujuan program merupakan sesuatu yang pokok dan harus dijadikan pusat perhatian evaluator. Tujuan menunjukkan apa yang akan diraih, akibat, atau akhir dari pengembangan program untuk dicapai. Beberapa program tujuannya dinyatakan dalam bentuk yang sangat rinci tetapi sebagian tidak secara jelas dinyatakan. Tujuan program dapat dirumuskan dalam berbagai cara dan berbagai tingkat kecermatan. 2 Sumber dan prosedur Sumber-sumber dan prosedur merupakan sarana penunjang yang digunakan oleh pengembang dalam melaksanakan program sehingga mencapai tujuan yang ditetapkan. 3 Manajemen program Manajemen program dilakukan untuk monitoring pelaksanaan kegiatan yang berkaitan antara penggunaan sumber dan prosedur sehingga dapat mencapai tujuan program yang ditetapkan. 4 Model-model evaluasi program Model evaluasi program digunakan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan program yang dilakukan sehingga diperoleh langkah-langkah untuk melakukan perbaikan atau pengembangan. Model evaluasi adalah model desain yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi. Model evaluasi mencakup konsep evaluasi yang mencakup waktu pelaksanaan, kapan evaluasi dilaksanakan, tujuan evaluasi dan acuan serta peham yang dianut oleh evaluator. Model-model evaluasi program antara lain : 1 Model TYLER Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. 2 Model STAKE Menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok yaitu deskripsi dan pertimbangan. Deskripsi menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi, yaitu apa maksudtujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatanakibat, atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Sedangkan pertimbangan menunjukkan langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar; serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu persiapan antecedents, proses atau transaksi transactionprocess dan keluaran output. 3 Model CIPP, terdiri dari : a Context, evaluasi program dalam dimensi pengertian sebagai ide, yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan sehingga dapat memberikan arah perbaikan. Penilaian context meliputi analisis masalah yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan atau dengan kata lain, penilaian context adalah penilaian terhadap kebutuhan tujuan pemenuhan kebutuhan dan karakteristik individu yang menangani. b Input, penilaian input meliputi pertimbangan tentang sumber dan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dan khusus. Informasi yang terkumpul selama tahap penilaian hendaknya digunakan untuk menentukan sumber dan strategi didalam keterbatasan dan hambatan yang ada. c Process, penilaian proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktek. Suatu program yang baik tentu sudah dirancang mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program. d Product, penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan diadakan penilaian hasil maka dapat diambil keputusan mengenai tindak lanjut program. 4 Model kesenjangan Model ini menekankan bahwa penilaian kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan actual dari program tersebut. Standar adalah kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dalam program berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen dengan hasil yang efektif. Penampilan adalah sumber, prosedur, manajemen dan hasil yang tampak ketika program dilaksanakan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model kesenjangan adalah: 1 Tahap penyusunan desain, tahap ini dilakukan kegiatan seperti merumuskan tujuan program, menyiapkan obyek dan subyek sasaran program, dan merumuskan standar dalam bentuk rumusan sesuatu yang dapat diukur. 2 Tahap pemasangan instalasi, yaitu tahap melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan meliputi kegiatan meninjau kembali penetapan standar, meninjau ulang program yang sedang berjalan dan meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai. 3 Tahap proses, kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan penilaian tujuan-tujuan yang sudah dicapai. 4 Tahap pengukuruan tujuan, mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. 5 Tahap perbandingan, membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang ditetapkan. Dengan kemungkinan keputusan yang diambil adalah menghentikan program, merevisi, meneruskan dan memodifikasi tujuan.

2.7 Kerangka Berfikir

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan, desa Ledok merupakan salah satu desa binaan Pertamina yang dilaksanakan melalui program CSR Corporate Social Responsibility. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah pemberian dana bantuan bidang pendidikan. Dalam rangka mensukseskan Wajar Dikdas 9 tahun, program pemberian dana bantuan CSR Pertamina bidang pendidikan diharapkan dapat memotivasi siswa serta meningkatkan kualitas pendidikan dalam hal mengurangi Angka Putus Sekolah, meningkatkan Angka Partisipasi Kasar, meningkatkan Angka Partisipasi Murni serta meningkatkan Angka Melanjutkan Sekolah di SD Negeri 1, 2, dan 3 desa Ledok. Hal tersebut digambarkan dalam kerangka berfikir berikut ini : Evaluasi dilakukan dengan menggunakan model CIPP Bagan 2.3. Kerangka Berfikir CSR Pertamina bidang pendidikan Peningkatan Angka Melanjutkan Sekolah Peningkatan Angka Partisipasi Kasar Pengurangan Angka Putus Sekolah Peningkatan Angka Partisipasi Murni Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka akan dilakukan penelitian evaluasi yang merupakan salah satu bidang garapan teknologi pendidikan. Evaluasi yang dilakukan akan menggunakan model CIPP dari Stufllebeam. Dalam penelitian ini yang akan dievaluasi adalah program bantuan CSR Pertamina bidang pendidikan di SD Negeri desa Ledok, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan program dalam rangka mensukseskan program wajib belajar 9 tahun di desa tersebut.

2.8 Hipotesis

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Ikan di Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 22 46

Seminar Wajar Dikdas 9 Thn Sept 2008

0 0 19

STUDI KOMPETENSI GURU DALAM MEMANFAATKAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI SD NEGERI 01 LEDOK KECAMATAN SAMBONG KABUPATEN BLORA

0 6 97

Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo

0 2 125

PERAN KEPALA SEKOLAH SD-SMP NEGERI SATU ATAP DALAM PELAYANAN WAJAR 9 TAHUN BAGI MASYARAKAT Peran Kepala Sekolah SD-SMP Negeri Satu Atap Dalam Pelayanan Wajar 9 Tahun Bagi Masyarakat Lingkungan Hutan Di Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Gro

0 1 16

PERAN KEPALA SEKOLAH SD-SMP NEGERI SATU ATAP DALAM PELAYANAN WAJAR 9 TAHUN BAGI MASYARAKAT Peran Kepala Sekolah SD-SMP Negeri Satu Atap Dalam Pelayanan Wajar 9 Tahun Bagi Masyarakat Lingkungan Hutan Di Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Gro

0 1 18

PERENCANAAN STRATEGIK PENINGKATAN ANGKA MELANJUTKAN SEKOLAH LULUSAN SD/MI KE SLTP/MTs DALAM RANGKA PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN : Studi Kasus pada Program Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Daerah Tingkat I

0 0 73

EVALUASI TERHADAP PROGRAM CSR PERTAMINA DALAM RANGKA PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI SD NEGERI 1, 2, DAN 3 DESA LEDOK KECAMATAN SAMBONG KABUPATEN BLORA.

0 0 1

DAMPAK PENAMBANGAN MINYAK TRADISIONAL TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora).

0 0 16

artikelmodel penuntasan wajar tahun 2

0 0 17