66
Pada percobaan ini selain melihat perkembangan embrio somatik tidak langsung pada kopi Arabika, juga dilakukan histologi dari mulai pembentukan
kalus dari eksplan daun sampai tahapan kotiledonari. Eksplan daun yang berumur 8 minggu setelah kultur, embrio globular, oblong, hati, embrio memanjang,
torpedo, dan kotiledonari digunakan sebagai bahan histologi. Proses pembuatan irisan transversal mengikuti metode parafin dari Sass yang telah dimodifikasi.
Jaringan yang hendak dihistologi kemudian disayat menggunakan mikrotom putar rotary microtom dengan ketebalan
sayatan 10 μm, kemudian diwarnai dengan safranin 1 dan fastgreen 0,5 .
Pemeriksaan tahapan perkembangan embrio somatik dan histologi jaringan dilakukan dengan mengamati tampilan mikroskopis dari sampel dan preparat.
Pengamatan menggunakan mikroskop AxioVision type Zeiss. Dokumentasi dilakukan dengan menghubungkan mikroskop dengan komputer program
AxioVision Release 4.82. 2.
Induksi Embrio Somatik Sekunder Coffea arabica L.
Eksplan yang digunakan untuk menginduksi embrio somatik sekunder ESS adalah embrio somatik primer ESP fase torpedo kopi Arabika var.AS2K
Varietas AS2K merupakan varietas yang paling responsif dalam menghasilkan embrio somatik primer dan merupakan varietas yang lebih tahan terhadap karat
dibandingkan varietas lainnya. Media setengah MS yang ditambahkan 2-iP 4.54 dan
9.08 μM, kinetin 9.γ0 μM dan BAP 1.γγ μM dengan media padat dan semi padat diuji sebagai perlakuan. Eksplan yang membentuk ESS disub kultur ke
pendewasaan. Kultur diinkubasi dalam ruang gelap dengan suhu ± 25
o
C sampai terbentuk ESS.
Analisa statistik dan peubah yang diamati
Analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap. Percobaan dilakukan dengan sepuluh ulangan. Satu ulangan terdiri dari 10 embrio fase
torpedo. Peubah yang diamati meliputi: persentase pembentukan ESS dan jumlah ESS yang dihasilkan.
3.
Aklimatisasi Planlet Coffea arabika L. Hasil Embriogenesis Somatik
Planlet dengan tinggi kurang lebih 4 cm dan telah mempunyai 4 pasang daun dikeluarkan dari botol kultur. Akar dicuci dengan air mengalir, kemudian
direndam larutan fungisida bahan aktif Benlate 0.2 selama ± 5 menit. Planlet ditanam dalam pot plastik yang berisi campuran tanah yang telah disterilkan.
Perlakuan yang diuji adalah media tanam dengan komposisi: tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 TPS; tanah, kompos dan pasir
dengan perbandingan 1:1:1TKP ; tanah, pupuk kandang, arang sekam dan pasir dengan perbandingan 1:1:1:1 TPAS dan tanah, arang sekam dan pasir dengan
perbandingan 1:1:1 TAS. Untuk menjaga suhu dan kelembaban, Planlet kemudian disungkup botol kaca selama ± 4 minggu.
67
Analisa Statistik dan peubah yang diamati
Analisa statistik mengunakan rancangan acak lengkap 2 faktor dengan Faktor pertama komposisi media tanam dan kedua genotipe tanaman. Jika terdapat
beda nyata dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan pada taraf 5. Peubah yang diamati adalah persen keberhasilan aklimatisasi dan pertambahan
pertumbuhan bibit kopi.
4. Deteksi Dini Variasi Somaklonal Coffea arabika L.
Daun dari planlet kopi Arabika varietas AS2K ditimbang ± 2 g, lalu diekstraksi menggunakan CTAB Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide metode
Orozco-Castillo et al. 1994 yang telah dimodifikasi. Sebanyak 700 µl larutan bufer ekstraksi, mercapto ethanol 0.1 dan PVPP 1 ditambahkan ke dalam hasil
gerusan, dan diingkubasi selama 1 jam pada suhu 65
C. Selanjutnya ditambahkan 500 µl kloroform dan isoamil alkohol 24:1, dicampur secara homogen dan
disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifugasi, supernatan larutan sebelah atas dipindahkan ke tabung mikro baru dan
ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 500 µl, diikuti dengan penambahan sodium asetat 3M pH 5.2 sebanyak 50 µl. Sampel disentrifugasi pada kecepatan
13.000 rpm selama 10 menit.
Pelet DNA diberi etanol 70 sebanyak γ00 μL, disentrifugasi 1γ.000 rpm
selama 5 menit, kemudian cairan dalam tabung dibuang. Pelet DNA dikeringkan menggunakan oven 50
C selama 10-15 menit atau dibiarkan selama 12 jam, kemudian
ditambahkan larutan buffer TE 50 μL. Setelah kualitas dan kuantitas ditentukan, DNA dianalisis dengan tehnik Polymerase Chain Reaction PCR.
Komposisi bahan untuk reaksi PCR terdiri atas H
2
O, enzim taq polimerisasi, primer forward
dan reverse, dan DNA. Hasil amplifikasi DNA kopi dipisahkan dengan tehnik elektroforesis
menggunakan gel poliakrilamid 8. Gel diwarnai dengan merendamnya dalam larutan Etidium bromida. Selanjutnya gel diamati dibawah sinar UV dengan
perangkat Chemidoc gel system Biorad.
Hasil dan Pembahasan 1.
Induksi Embriogenesis Somatik Tidak Langsung Coffea arabica L
Perubahan secara morfologi terlihat setelah potongan daun kopi Arabika dua minggu berada dalam media perlakuan. Bagian daun yang terpotong terlihat
membengkak, dan diminggu ketiga setelah penanaman eksplan mulai membentuk kalus Gambar 20A. Sebagian besar kalus terinisiasi dari daerah luka di sekitar
daun yang berhubungan lansung dengan media kultur.
Eksplan yang membentuk kalus dalam sepuluh kombinasi media perlakuan tidak berbeda nyata antara varietas yang diuji. Persentase eksplan
berkalus ketiga varitas sangat baik karena berada pada kisaran 90 ke atas Tabel 9. Ini menandakan bahwa semua varietas cukup responsif terhadap media
perlakuan yang digunakan.
68
Tabel 9. Respon perlakuan media induksi kalus dalam membentuk kalus dan bobot basah kalus kopi Arabika di media induksi kalus lanjutan pada
4 BSK
Varietas Eksplan membentuk kalus
Bobot Basah Kalus g AS 2K
92.57 0.44 a
S 795 91.23
0.42 ab Sigarar Utang
90.11 0.40 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5.
Respon antara ke tiga varietas terlihat berbeda nyata dalam peningkatan bobot basah kalus. Varietas AS2K mempunyai respon tertinggi dibandingkan
dengan S 795 dan Sigarar Utang. Hasil ini menambah bukti bahwa dalam menghasilkan embrio somatik kopi Arabika, genotipe tanaman memberikan
pengaruh yang nyata.
Kombinasi perlakuan 2,4-D konsentrasi 4.52 µM + 2-iP 4.93 dan 9.86 µM berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan 2,4-D 4.52 µM + 2-iP
4.93 - 24.64 µM pada persentase pembentukan kalus dan bobot basah kultur Tabel 10. Peningkatan 2,4-D ternyata dapat meningkatkan persentase
pembentukan kalus maupun bobot basah kultur. Berbeda dengan penelitian Arimarsetiowati 2011 yang mendapatkan bahwa pada konsentrasi 2,4 D 5 µM
dan 2-iP lebih tinggi dari 10 µM pembentukan kalus justru berkurang, penambahan konsentrasi 2,4-D dari 4.52 µM menjadi 9.04 µM dengan 2-iP yang
konsentrasinya lebih tinggi pada penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan eksplan membentuk kalus.
Tabel 10. Respon perlakuan media induksi kalus dalam pembentukan kalus dan
bobot basah kultur kopi Arabika di media induksi kalus lanjutan pada 4 BSK
Media Induksi Kalus Eksplan membentuk
Bobot basah 2,4 D µM
2-iP µM Kalus
Kultur g 4.52
4.93 87.02 b
0.35 d 4.52
9.86 87.14 b
0.36 d 4.52
14.79 89.52 ab
0.38 cd 4.52
19.72 90.95 ab
0.40 bcd 4.52
24.65 91.90 ab
0.41 abc 9.04
4.93 93.33 a
0.43 ab 9.04
9.86 93.81 a
0.44 ab 9.04
14.79 92.86 a
0.45 ab 9.04
19.72 93.81 a
0.45 ab 9.04
24.65 93.33 a
0.47 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5.