Deteksi Dini Variasi Somaklonal Coffea arabika L.

71 Pemahaman tentang embriogenesis penting diketahui untuk memperoleh sistem morfogenik dengan cara mengamati proses seluler yang mendasari proses diferensiasi. Gambar 22 memperlihatkan proses embriogenesis somatik tidak langsung pada perlakuan 2,4-D dan 2-iP. Proses embriogenesis somatik tidak berbeda jauh dengan perlakuan 2,4-D dan thidiazuron pada bab sebelumnya, dimana perkembangan kalus embriogenik, PEM, globular, oblong, hati, embrio memanjang Elogated stage, torpedo, kotiledonari dan planlet terlihat seperti tahapan embriogenesis somatik tanaman dikotil. Perkembangan setiap fase morfologi dari mulai kalus sampai kotilonari yang terlihat seragam, sehingga merupakan salah satu kemudahan dalam proses perbanyakan benih. Histologi dalam proses embriogenesis somatik merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi sel-sel embriogenik, dan untuk memastikan bahwa tahapan yang dilalui adalah sesuai dengan tahapan embriogenesis somatik Corredoira et al. 2006. Hasil histologi menunjukkan bahwa sel-sel bagian daun yang terluka memiliki kompetensi totipotensi membentuk sel embriogenik Gambar 23A. Selain pembentukan sel embriogenik dari hasil sayatan juga terlihat adanya pembentukan sel non embriogenik. Sel non embriogenik umumnya tidak diinginkan karena tidak dapat beregenersi melalui jalur embriogenesis somatik. Gambar 22. Tahapan Morfogenesis embriogenesis tidak langsung kopi Arabika pada media 2,4-D dan 2-iP dari eksplan daun sampai terbentuknya planlet. A. Pembentukan kalus 4 minggu setelah kultur. B. Penampilan kalus embriogenik. C. Massa pro embrio embriogenesis PEM. D. Globular G, Oblong O, Awal hati PH. E. Hati. F. Elogated stage. G. Torpedo. H. Kotiledonari. I. Planlet kopi Arabika. 72 Kalus embriogenik dicirikan dengan inti sel yang besar, sitoplasma yang lebih padat, dan dinding sel yang lebih tipis Quiroz-Figueroa 2002 Gambar 23B. Inti sel aktif membelah, ukuran inti sel dari kecil dan ditepi dinding sel menjadi lebih besar dan cenderung berada ditengah sel. Inti sel kemudian membelah menjadi dua Gambar 23C, dua inti menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya. Gambar 23. Hasil histologi pembentukan kalus embriogenik kopi Arabika. A Irisan daun yang membentuk kalus embriogenik. B Keragaan kalus embriogenik, C. Keragaan sel yang aktif inti sel terlihat mengalami pembelahan. Gambar 24. Histologi perkembangan embriogenesis kopi Arabika Varietas AS2K. A. Globular. B. Oblong. C. Hati. D. Embrio memanjang elongated stage. E. Torpedo. F. Awal kotiledonari. Keterangan. P=Prokambium ; K = Bakal kotiledone. 73 Histologi perkembangan embiogenesis somatik dari fase globular, oblong, hati, embrio memanjang elongated stage, torpedo dan awal kotiledonari dapat dilihat pada Gambar 24. Jaringan prokambium terlihat nyata pada saat fase oblong Gambar 24 B. Pada gambar 24C terlihat bakal kotiledon sebagai tonjolan kecil diujung apikal embrio dan merupakan ciri fase hati Yeung 1995. Embrio kemudian memanjang yang diiukuti oleh memanjangnya prokambium Gambar 24D. Kotiledone terlihat nyata dan prokambium memanjang terlihat pada fase torpedo Gambar 24E. Fase kotiledonari merupakan persiapan embrio untuk dapat berkecambah Gambar 24F. Pada fase ini kotiledonari membuka dan 2 kotiledon mulai terlihat dibagian atas embrio.

2. Induksi Embrio Somatik Sekunder Coffea arabica L.

Pembentukan ESS dari ESP mulai terjadi 4 minggu setelah dikulturkan. Pada umur tiga bulan di media induksi, persentase ESS tertinggi dihasilkan dari media padat pada perlakuan BAP 17.76 µM yaitu 67.50 Tabel 13. Sejalan dengan persentase pembentukan ESS, jumlah embrio somatik sekunder terbanyak juga dihasilkan dari media yang sama yaitu 6.92 Tabel 14. Embrio somatik sekunder yang diperoleh pada media padat lebih baik dibandingkan dengan media semi padat. Penurunan persentase pembentukan ESS dan jumlah ESS pada media semi padat terlihat nyata pada semua perlakuan yang diujikan. Hasil yang terendah diperoleh pada perlakuan BAP 1.33 µM, yang merupakan media pendewasaan dalam proses embriogenesis somatik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pembentukan embrio somatik sekunder dapat terbentuk pada medium yang hanya menggunakan satu jenis sitokinin. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang ditambahkan dalam media perlakuan dapat meningkatkan jumlah embrio somatik sekunder yang dihasilkan. Penggunaan satu jenis sitokinin BA juga dilaporkan pada penelitian Fernández-Da et al. 2005 dalam pembentukan embrio somatik sekunder kopi Arabika Cv. Catimor. Tabel 13. Pengaruh perlakuan media induksi terhadap persentase pembentukan embrio somatik sekunder ESS kopi Arabika 2 bulan setelah kultur Perlakuan Persentase Membentuk ESS Rataan Padat Semi padat 2-iP 4.93 µM 29.00 21.00 25.00 c 2-iP 9.86 µM 39.00 33.00 36.00 b Kinetin 9.30 µM 37.00 24.00 30.50 bc BAP 17.76 µM 78.00 57.00 67.50 a BAP 1.33 µM Kontrol 2.00 1.00 1.50 c d Rataan 37.00 A 27.20 B Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan huruf besar yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. 74 Tabel 14. Pengaruh perlakuan media induksi jumlah embrio somatik sekunder kopi Arabika 4 bulan setelah kultur Perlakuan Rataan ESS per eksplan Rataan Padat Semi padat 2-iP 4.93 µM 4.64 3.16 3.90 c 2-iP 9.86 µM 6.64 3.56 5.10 b Kinetin 9.30 µM 4.56 3.83 4.20 bc BAP 17.76 µM 6.92 5.14 6.13 a BAP 1.33 µM 0.20 0.10 0.15 d Rataan 4.59 A 3.28 B Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan huruf besar yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. Hasil rataan embrio per eksplan yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik dibandingkan penelitian Oktavia 2004, yang memperoleh rataan tertinggi dari perlakuan IAA 0.1 m L -1 dan BAP 5 m L -1 pada media padat hanya 37.8 , dengan rataan embrio per eksplan 3.60. Demikian juga dengan penelitian Oktavia et al . 2003 yang menggunakan IAA 0.60 µM dan BAP 22.20 µM dengan hasil 52.60 dan rataan embrio per eksplan 6.25, hasilnya masih lebih rendah. Pemberian BAP tunggal yang lebih rendah dari BAP 22.20 µM dan tampa IAA dalam penelitian ini dapat menghemat biaya pembuatan media. Penggunaan 2-iP 9.86 µM hasilnya sama baik dengan Kinetin 9.30 µM untuk rataan perlakuan padat dan semi padat, ini terlihat dari angkanya yang tidak berbeda nyata. Akan tetapi apabila mengunakan media padat disarankan menggunakan 2-iP 9.86 µM karena hasilnya lebih baik. Gambar 25. Keragaan Embriogenesis Somatik Sekunder kopi Arabika A. Embrio fase globular dan oblong yang muncul dipermukaan embrio somatik primer. B. Embrio fase torpedo. C. Embrio fase kotiledonari. D. Planlet dari embriogenesis sekunder. 75 Pengamatan morfologi perkembangan embrio somatik sekunder memperlihatkan bahwa embrio somatik sekunder terbentuk langsung dari jaringan embrio somatik primer, terbentuk langsung dari jaringan eksplan dan mengikuti pola yang sama dengan embrio somatik primer langsung, sehingga diharapkan tidak berpotensi terjadinya variasi somaklonal. Pembentukan embrio somatik sekunder terlihat tidak hanya dibagian bawah eksplan tetapi dapat menyebar diseluruh permukaan eksplan Gambar 25. Pembentukan EES sekunder seperti ini juga dilaporkan oleh Fernández-Da et al. 2005 yang melakukan induksi EES pada media padat dan kultur suspensi. Hasil histologi pada penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pembentukan embrio somatik sekunder yang dihasilkan pada kultur suspensi terbentuk langsung dari pembelahan sel di epidermal dan subepidermal dari hipokotil embrio somatik primer. .

3. Aklimatisasi Planlet Coffea arabika L. Hasil Embriogenesis Somatik

Persentase keberhasilan aklimatisasi perlakuan tanah, pupuk kandang, arang sekam dan pasir dengan perbandingan 1:1:1:1, dan perlakuan tanah, arang sekam dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya Tabel 15. Jika dilihat dari varietas yang diuji, varietas Sigarar Utang keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan dengan AS2K dan S 795, walaupun nilainya tidak berbeda nyata. Pemberian arang sekam dalam media aklimatisasi ternyata memberi dampak positif dalam keberhasilan aklimatisasi planlet kopi Arabika. Tekstur yang kasar dari arang sekam membuat media mempunyai areasi udara dan drainase air yang cukup baik, sehingga tidak terjadi kelebihan air dalam media tanam. Arang sekam juga dilaporkan mengandung karbon, fosfor dan sulfur yang dapat mempercepat pertumbuhan akar, daun, dan tinggi tanaman Gunawan 2007. Pada penelitian yang dilakukan oleh Binawati 2012, persentase keberhasilan aklimatisasi planlet anggrek bulan yang menggunakan arang sekam juga memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan arang kayu, moss dan cocopeat. Tabel 15. Persentase keberhasilan aklimatisasi planlet kopi Arabika 6 minggu setelah aklimatisasi Perlakuan Varietas Rataan AS2K S 795 Sigarar Utang TPAS 80 87 87 84.67 TAS 87 80 87 84.67 TKP 80 73 67 73.33 TPS 73 73 80 75.33 Rataan 80.00 78.25 80.25 Keterangan : TPAS = Tanah, Pupuk kandang, Arang sekam, Pasir 1;1;1;1, TAS = Tanah, Arang sekam, Pasir 1;1;1, TKP = Tanah, Kompos, Pasir 1;1;1, TPS = Tanah, Pupuk, kandang Pasir 1;1;1. 76 Tabel 16. Rataan pertambahan tinggi tanaman kopi Arabika 3 bulan setelah aklimatisasi Perlakuan Varietas Rataan AS2K S 795 Sigarar Utang cm TPAS 4.49 4.43 4.16 4.36 a TAS 3.93 3.88 4.11 3.97 ab TKP 4.00 3.95 3.66 3.87 b TPS 4.02 4.04 4.15 4.07 ab Rataan 4.11 4.08 4.02 Keterangan : TPAS = Tanah, Pupuk kandang, Arang sekam, Pasir 1;1;1;1, TAS = Tanah, Arang sekam, Pasir 1;1;1, TKP = Tanah, Kompos, Pasir 1;1;1, TPS = Tanah, Pupuk, kandang Pasir 1;1;1. Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. Tabel 17. Rataan pertambahan jumlah daun kopi Arabika 3 bulan setelah aklimatisasi Perlakuan Varietas Rataan AS2K S 795 Sigarar Utang helai TPAS 4.40 4.00 3.20 3.87 a TAS 2.60 2.40 2.80 2.60 b TKP 3.20 3.40 3.60 3.40 a TPS 3.60 3.40 4.00 3.67 a Rataan 3.45 3.30 3.40 Keterangan : TPAS = Tanah, Pupuk kandang, Arang sekam, Pasir 1;1;1;1, TAS = Tanah, Arang sekam, Pasir 1;1;1, TKP = Tanah, Kompos, Pasir 1;1;1, TPS = Tanah, Pupuk, kandang Pasir 1;1;1. Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. Tabel 18. Rataan pertambahan jumlah buku kopi Arabika 3 bulan setelah aklimatisasi Perlakuan Varietas Rataan AS2K S 795 Sigarar Utang TPAS 2.10 2.00 1.60 1.90 a TAS 1.30 1.20 1.50 1.33 b TKP 1.70 1.80 1.80 1.77 a TPS 1.80 1.70 2.00 1.83 a Rataan 1.73 1.68 1.73 Keterangan : TPAS = Tanah, Pupuk kandang, Arang sekam, Pasir 1;1;1;1, TAS = Tanah, Arang sekam, Pasir 1;1;1, TKP = Tanah, Kompos, Pasir 1;1;1, TPS = Tanah, Pupuk, kandang Pasir 1;1;1. Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. 77 Gambar 26. Tahapan aklimatisasi kopi Arabika hasil embriogenesis somatik A Planlet disungkup untuk menjaga kelembaban B Setelah cukup kuat beradaptasi sungkup dibuka C Kopi Arabika siap untuk ditanam ke lapangan. D. Proses pengsungkupan E. Keragaan benih kopi Arabika 4 bulan setelah aklimatisasi. Pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan buku pada 3 bulan setelah aklimatisasi belum menunjukkan perbedaan yang nyata dari ketiga varietas yang diuji Tabel 16, 17, dan 18. Perbedaan yang nyata terlihat hanya berasal dari perlakuan media tumbuh. Dari keempat perlakuan yang diuji, selain perlakuan TAS, tiga perlakuan yaitu TPAS, TPK dan TPS tidak menunjukan perbedaan nyata untuk parameter tinggi tanaman jumlah daun dan buku. Penggunaan tanah yang dikombinasikan dengan pasir, pupuk arang sekam dan pupuk kandang ternyata dapat mendukung pertumbuhan bibit kopi Arabika. Pupuk kandang juga dilaporkan mengandung beberapa senyawa penting sehingga sangat membantu dalam penyediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman kopi. Keragaan aklimatisasi kopi Arabika dapat dilihat pada Gambar 26. 4. Deteksi Dini Variasi Somaklonal Coffea arabika L. Isolasi sampel daun kopi Arabika dalam menghasilkan DNA dengan kualitas cukup baik diperkirakan mempunyai kuantitas sekitar 100 ng. Kualitas dan kuantitas DNA yang tinggi diharapkan akan menjamin keberhasilan dalam hasil proses PCR. Pada tahap awal skrining primer, beberapa primer yang diruning di gel acrilamide tidak menghasilkan produk amplifikasi yang jelas. Dari hasil skrining dipilih 10 primer SSR dari sepuluh lokus dengan 9 kromosom berbeda. Pemilihan primer dilakukan hanya berdasarkan produk amplikon yang jelas, sehingga dapat digunakan untuk analisis pada tahap berikutnya. Primer yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 19.