Evalusasi Keragaman Genetik Putatif Mutan Planlet Kopi Arabika

114 Pazzopane CG, Bonturi N, Guerreiro FO, Favarin JL, Maluf MP. 2012. Gene expression profile during coffee fruit developmnet and identification of candidate markers for phenological stages. Brazzillian Journal of Agricultural Research . 47:972-982. Poerba YS, Martanti D. 2008. Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA pada Amorphopallus muelleri Blume di Jawa. Jurnal Biodiversitas. 94 : 245-249. Prasad M., R.K. Varshney, J.K. Roy, H.S. Balyan, P.K. Gupta. 2000. The use of microsatellites for detecting DNA polymorphism, genotype identification and genetic diversity in Wheat. Theor Appl Genet. 100: 584 –592 Priyono and Sumirat U. 2012. Mapping of Quantitative Trait Loci QTLs Controlling Cherry and Green Bean Characters in the Robusta Coffee coffea canephora Pierre. Journal of Agricultural Science and Technology 2:1029-1039. Purwati RD, Harran S, Sudarsono. 2007. In Vitro Selection of Abaca for Resistance to Fusarium oxysporum f.sp. cubense. HAYATI Journal of Biosciences , 142 :65-70. ISSN: 1978-3019 Roux NS. 2004. Mutation induction in Musa-review. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Pub, Inc. hlm. 21-29. Sakamoto W, Tamura T, Hanba-Tomita Y, Sodmergen, Murata M. 2002. The VAR1 locus of Arabidopsis encodes a chloroplastic FtsH and is responsible for leaf variegation in mutant alleles. Genes to Cell 7:769-780. Sarker RH dan Biswas A. 2002. In vitro plantlet regeneration and agrobacterium- mediated genetic transformation of wheat Triticum aestivum L.. Plant Tissue Cult. 122;155-165. Spasibionek S. 2006. New mutants of winter rapeseed Brasica napus L. with changed fatty acid composition. Plant Breeding 1253: 259-267. Teressa A, Crouzillat D, Petiard V, Brouhan P. 2010. Genetic diversity of Arabica coffee Coffea arabica L. Collections. EJAST. 1 1: 63-79. van Harten AM. 1998. Mutation Breeding: theory and practical application. Cambridge: Cambridge University Press von Arnim AG. 2005. Molecular Approaches to The Study of Plant Development In Trigiano RN,Grya DJ. Plant Development and Biotechnology. Danvers. CRC Press. hlm 119-141. Yenisbar. 2005. Induksi Mutasi Dengan EMS Pada Biak Embriogenik Meningkatkan Keragaman Genetik Apokat Persea Americana Mill. [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. 115

8. PEMBAHASAN UMUM

Produktivitas kopi Arabika di Indonesia masih rendah dibandingkan negara Brasil dan Vietnam. Peningkatan produktivitas terkendala karena masih menggunakan bibit asalan, kesadaran menggunakan benih unggul masih rendah, sebagian tanaman dalam kondisi tua dan rusak serta pengolahan lahan belum sesuai standar teknis. Salah satu faktor penyebab penggunaan bibit asalan adalah karena mahalnya bibit unggul baru akibat keterbatasan dalam penyiapan bibit. Penyiapan bibit kopi Arabika umumnya dilakukan secara generatif menggunakan biji, atau secara vegetatif menggunakan stek, okulasi dan sambung pucuk. Kendalanya perbanyakan menggunakan biji tidak menjamin benih yang dihasilkan akan sama dengan induknya, karena meskipun kopi Arabika bersifat menyerbuk sendiri, namun mempunyai peluang melakukan penyerbukan silang. Perbanyakan vegetatif sangat terbatas karena keterbatasan tunas autotrof sebagai sumber bahan tanaman untuk perbanyakan, dan benih yang dihasilkan tidak mempunyai akar tunggang. Perbanyakan kopi Arabika menggunakan tehknik kultur in vitro melalui jalur embriogenesis somatik diharapkan dapat direalisasikan untuk mengatasi kendala tersebut, sehingga tanam klonal dalam jumlah besar dapat disediakan dalam waktu relatif singkat. Penggunaan metode embriogenesis somatik untuk tujuan perbanyakan klonal skala besar dengan biaya produksi yang lebih rendah memerlukan penelitian tersendiri karena keberhasilannya masih tergantung pada genotipe dan media yang digunakan. Selain untuk perbanyakan tanaman, embriogenesis somatik juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan perbaikan bahan tanam. Aplikasi tehnik ini dengan mutasi diharapkan dapat menghasilkan mutan-mutan baru yang dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas unggul baru. Penelitian ini mencakup studi induksi kalus embriogenik, induksi embriogenesis somatik langsung dan tidak langsung, induksi embriogenesis sekunder, optimasi dan efisiensi ZPT, karbohidrat dan agar pemadat, induksi keragaman menggunakan mutagen kimia EMS, dan deteksi keragaman somaklonal menggunakan marka molekuler SSR untuk mendeksi keragaman somaklonal hasil perbanyakan dan induksi mutasi. Diharapkan dari serangkaian penelitian ini didapatkan metode perbanyakan embriogenesis somatik dan metode peningkatan keragaman genetik kopi Arabika. Bedasarkan penelitian awal kalus embriogenik berhasil diinduksi dari daun muda yang telah membuka sempurna. Berat kalus, persentase kalus embriogenik, dan jumlah pro embrio tertinggi diperoleh pada media kombinasi 2,4-D 8.88 µM dan BAP 4.44 µM. Persentase perkecambahan masih rendah 16.67 dengan jumlah hanya 6 buah per 0.2 g kalus. Pada penelitian selanjutnya diarahkan dengan menggunakan kombinasi 2,4-D dan Thidiazuron. Penggantian sitokinin BAP dengan Thidiazuron karena thidiazuron merupakan ZPT yang mempunyai daya aktivitas lebih kuat sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah embrio somatik yang dihasil. Selain penggantian jenis sitokinin yang digunakan, ditambahkan juga asam amino seperti casein hidrolisat dan ekstrak malt untuk mengatur nisbah N tereduksi dan N teroksidasi. 116 Perbaikan komposisi media yang digunakan menaikkan persentase keberhasilan dalam membentukan kalus embriogenik dan jumlah embrio somatik yang dihasilkan. Perlakuan ZPT 2,4-D 2.26 µM dan Thidiazuron 4.54 - 9.08 µM terbentuk embrio yang berasal dari embriogenesis somatik langsung dan tidak langsung. Varietas dan perlakuan ZPT 2,4-D dan Thidiazuron memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah kalus, jumlah torpedo dan kecambah yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan kalus. Media terbaik untuk menginduksi embriogenesis tidak langsung untuk varietas AS2K dan Sigarar Utang pada perlakuan 2,4 D 9.04 µM dan thidiazuron 18.16 µM, S 795 pada kombinasi 2,4 D 9.04 µM dan thidiazuron 9.08 µM, sementara Kartika 2,4 D 9.04 µM + thidiazuron 18.16 µM. Hasil yang didapat dari penelitian ini lebih baik dari penelitian Gatica-Arias 2008 yang juga menggunakan thidiazuron secara tunggal dalam menginduksi embriogenesis somatik kopi Arabika. Penambahan 2,4-D yang dikombinasikan dengan thidiazuron berhasil menaikan persentase pembentukan kalus embriogenik sampai 6 kali lipat. Untuk mendukung perbanyakan klonal, embrio somatik primer diinduksi menjadi embrio somatik sekunder. Pemberian thidiazuron konsentrasi 9.08 µM memerikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Penggunaan thidiazuran dengan konsentrasi 4.54 dan 9.08 µM menggunakan media padat dan semi padat menghasilkan embrio somatik sekunder sama baiknya, sehingga media semi padat dapat digunakan dalam menginduksi embriogenesis somatik. Pengurangan jumlah phytagel dalam mendewasakan planlet kopi Arabika dapat mengurangi biaya pembuatan media kultur. Penggunaan ZPT 2,4-D dengan Thidiazuron terbukti lebih baik dibandingkan dengan ZPT 2,4-D dan BAP. Mahalnya harga thidiazuron menyebabkan biaya untuk menghasilkan tanaman kopi Arabika melalui embriogenesis somatik akan menjadi tinggi. Hal ini akan berdampak pada harga bibit yang menjadi mahal. Penggunaan ZPT yang lebih murah perlu menjadi pertimbangan untuk menurunkan biaya produksi benih embriogenesis somatik. Penelitian beberapa varietas kopi Arabika menggunakan 2,4-D dan sitokinin 2-iP dalam embriogenesis somatik tidak langsung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan Thidiazuron, sehingga dapat dijadikan alternatif dalam menginduksi embrio somatik kopi Arabika. Penggunaan media tumbuh yang diberi perlakuan 2,4-D dan 2-iP dalam penelitian ini menghasilkan jumlah kalus embriogenik dan respon tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan penelitian Arimarsetiowati 2011, yang juga melakukan penelitian pada kopi Arabika dengan varietas yang sama. Berdasarkan studi morfogenesis proses terbentuknya embrio somatik tidak langsung dan embrio somatik sekunder dari perlakuan 2,4-D dan Thidiazuron dengan 2,4-D dan 2-iP terlihat tidak ada perbedaan. Kedua kombinasi perlakuan memperlihatkan semua tahapan embriogenesis somatik sesuai dengan perkembangan embriogenesis tanaman dikotil, dimana embrio globular, hati, torpedo, dan kecambah sama dengan embriogenesis somatik tanaman dikotil. Morfologi dan histologi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat melengkapi histologi embriogenesis somatik kopi Arabika yang telah dipublikasi oleh Quiroz- Figueroa et al. 2002. 117 Proses aklimatisasi merupakan tahapan penting ketika kultur jaringan digunakan sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman. Untuk itu setelah metoda perbanyakan di laboratorium didapatkan, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengaklimatisasi planlet yang telah didapatkan. Penelitian lanjutan mengunakan beberapa komposisi media tanam dilakukan untuk mendapatkan media terbaik. Hasilnya media yang diberi arang sekam, pupuk kandang dan pasir memberikan hasil terbaik dalam proses aklimatisasi kopi Arabika. Media tanam ini dapat direkomendasikan sebagai media aklimatisasi kopi Arabika karena tidak hanya mampu memberikan kondisi yang sesuai untuk mendukung keberhasilan aklimatisasi namun juga dapat mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman tahap awal pertumbuhan di rumah kaca. Deteksi dini terhadap planlet yang dihasilkan dari metoda embriogenesis somatik merupakan suatu hal yang penting dilakukan untuk memastikan bahwa metoda yang digunakan tidak menimbulkan variasi somaklonal. Hasil pengamatan molekuler pada 500 sampel yang diuji memperlihatkan tidak adanya variasi somaklonal dari planlet yang dihasilkan. Hasil analisis ini menunjukan metoda induksi kalus yang menggunakan 2,4-D 4.52 µM dan 2-iP 1.72 µM dapat digunakan dalam perbanyakan bibit kopi Arabika. Frekwensi variasi somaklonal yang dihasilkan pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Gatica-Arias et al 2008. Berdasarkan penelitiannya frekwensi variasi somaklonal pada kopi bervariasi antara 2 hingga 10. Menurut Etienne dan Bertrand 2003, perbedaan ini disebabkan karena frekwensi terjadinya somaklonal dipengaruhi oleh genotipe, sumber eksplan, umur kultur, jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan, level ploidi dan jumlah kromosom. Variasi somaklonal pada kopi dilaporkan semakin tinggi jika masa induksi kalus diperpanjang. Lama periode kultur suspensi sampai 12 bulan dapat meningkatkan frekwensi variasi somaklonal sampai 25 Etienne 2005. Efisiensi media kultur untuk menginduksi embriogenesis somatik juga dilakukan dengan mengganti sumber karbohidrat dan agar pemadat. Penelitian efisiensi dilakukan dengan mengaplikasikan gula pasir dan agar komersial dalam pembentukan embrio somatik kopi Arabika. Hal ini dilakukan untuk menurunkan biaya produksi kopi Arabika agar harga bibit yang dihasilkan melalui embriogenesis somatik tidak mahal. Untuk tujuan produksi massal kopi Arabika, selain penggunaan botol kultur, penggunaan bioreaktor seperti RITA juga perlu dikaji keberadaannya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian gula pasir dan agar komersial dapat dipakai dalam menghasilkan embrio somatik kopi Arabika, walaupun hasilnya tidak sebaik penggunaan sukrosa dan phytagel. Pada proses perkecambahan pemberian gula pasir dan agar komersial dapat menurunkan jumlah torpedo yang dihasilkan sementara pada proses pendewasaan planlet pemberian gula pasir memberikan hasil yang sama baik dengan sukrosa. Penggunaan gula pasir pada alat RITA juga tidak berbeda nyata dengan penggunaan sukrosa, sehingga gula pasir dapat diaplikasikan dalam proses pendewasaan planlet. Pengantian sukrosa menjadi gula pasir dapat mengurangi sekitar 34 biaya produksi per liter media. Efisiensi juga didapatkan dari penggantian phytagel ke agar komersial. Penggunaan gula pasir dan agar komersial dalam media kultur pada beberapa tahapan sub kultur dapat lebih menghemat biaya. 118 Disamping untuk tujuan perbanyakan tanaman embriogenesis somatik juga dapat digunakan dalam proses pemuliaan tanaman. Perakitan varietas baru untuk tanaman tahunan seperti kopi Arabika yang memerlukan waktu yang lama dapat lebih singkat dengan mengaplikasikan embriogenesis somatik. Pengaplikasian tehnik ini dengan mutagen kimia EMS diharapkan dapat menghasilkan mutan-mutan baru. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai LC 20 dan LC 50 dari kemampuan kalus yang mampu beregenerasi dengan perendaman EMS 3 jam berapa pada konsentrasi 0.38 , dan konsentrasi 0.65. Nilai LC20 dan LC 50 ini sejalan dengan persentase kalus yang hidup dan bobot basah kalus dimana semakin tinggi konsentrasi EMS yang diberikan semakin tinggi nilai LC untuk kemampuan kalus beregenerasi kopi Arabika. Adanya penurunan kemampuan kalus untuk beregenerasi ini terjadi karena EMS dapat menyebabkan hambatan pada saat pembelahan sel sehingga sel tidak mampu beregenerasi. Pemberian EMS sebagai agen pengkelat juga dapat menyebabkan mutasi titik sehingga terkadang dapat mereduksi sifat fertilitas, penghambatan jaringan dalam pembentukan tunas dan akhirnya akan mengalami kematian Sarker Biswas et al . 2002; Green et al. 2003. Aplikasi EMS pada populasi sel somatik dan yang diregenerasikan melalui jalur embriogenesis somatik kopi Arabika menghasilkan beberapa mutan baru yang diharapkan membawa sifat baik sehingga dapat digunakan dalam proses pemuliaan tanaman. Planlet mutan yang dihasilkan dari perlakuan perendaman EMS 0.2 dan 0.8 . Mutan ini terdeteksi dengan menggunakan marka molekular pada primer ssr CMA 198, ssr M312 dan satu primer EST CS. Adanya polimorphis ini menandakan terjadinya perubahan karakter genetik dari planlet hasil mutasi dengan EMS. Daftar Pustaka Arimarsetiowati R. 2011. Pengaruh Auksin 2,4-D dan Sitokinin 2-iP Terhadap Pembentukan Embriogenesis Somatik Langsung Pada Eksplan Daun Coffea arabica L. Pelita Perkebunan. 272 : 68-77. Etienne H, Bertrand B. 2003. Somaclonal variation in Coffea arabica. Effects of genotype and embryogenic cell suspension age on frequency and phenotype of variants. Tree Physiology. 23: 419-426. Etienne H. 2005. Somatic Embryogenesis Protocol:Coffee Coffea arabica L. and Canephora p . In Jain SM, Gupta PK.eds. 2005. Protocol for Somatic Embryogenesis in Woody Plants. Printed in the Netherlands NL. pp 167- 179. Gatica-Arias AM, Arrieta-Espinoza G, Esquivel AME. 2008. Plant regeneration via indirect somatic embryogenesis and optimisation of genetic transformation in Coffea arabica L. cvs. Caturra and Catuaí. Electronic Journal of Biotechnology. 111:1-12. Issue of January 15. http:www.ejbiotechnology.infocontentvol11issue1full9 . Diakses 10 Mei 2012. 119 Gatica-Arias AM, Arrieta G, Espinoza AM. 2008. Direct somatic embryogenesis in Coffea arabica L. cvs. Caturra and Catuaí: effect of triacontanol, light condition, and medium consistency. Agronomía Costarricense. 321: 139- 147 Green EA, Codomo CA, Taylor NE, Henijoff JG, Till BJ, Reynolds SH, Enns LC, Burtner C, Johnson JE, Odden AR, Comal L, Henikoff S. 2003. Spectrum of chemically induced mutations from a large-scale reverse-genetics screen in Arabidopsis. Genetics 164:731-740. Quiroz-Figueroa FR, Fuentes-Cerda CFJ, Rojas-Herrera R, Loyola-Vargas VM. 2002. Histological studies on the developmental stages and differentiation of two different somatic embryogenesis systems of Coffea arabica. Plant Cell Reports . 20:1141 –1149. Sarker RH dan Biswas A. 2002. In vitro plantlet regeneration and agrobacterium- mediated genetic transformation of wheat Triticum aestivum L.. Plant Tissue Cult. 122;155-165.