Embriogenesis Somatik Coffea arabica L menggunakan 2,4-D dan 2-iP

68 Tabel 9. Respon perlakuan media induksi kalus dalam membentuk kalus dan bobot basah kalus kopi Arabika di media induksi kalus lanjutan pada 4 BSK Varietas Eksplan membentuk kalus Bobot Basah Kalus g AS 2K 92.57 0.44 a S 795 91.23 0.42 ab Sigarar Utang 90.11 0.40 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. Respon antara ke tiga varietas terlihat berbeda nyata dalam peningkatan bobot basah kalus. Varietas AS2K mempunyai respon tertinggi dibandingkan dengan S 795 dan Sigarar Utang. Hasil ini menambah bukti bahwa dalam menghasilkan embrio somatik kopi Arabika, genotipe tanaman memberikan pengaruh yang nyata. Kombinasi perlakuan 2,4-D konsentrasi 4.52 µM + 2-iP 4.93 dan 9.86 µM berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan 2,4-D 4.52 µM + 2-iP 4.93 - 24.64 µM pada persentase pembentukan kalus dan bobot basah kultur Tabel 10. Peningkatan 2,4-D ternyata dapat meningkatkan persentase pembentukan kalus maupun bobot basah kultur. Berbeda dengan penelitian Arimarsetiowati 2011 yang mendapatkan bahwa pada konsentrasi 2,4 D 5 µM dan 2-iP lebih tinggi dari 10 µM pembentukan kalus justru berkurang, penambahan konsentrasi 2,4-D dari 4.52 µM menjadi 9.04 µM dengan 2-iP yang konsentrasinya lebih tinggi pada penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan eksplan membentuk kalus. Tabel 10. Respon perlakuan media induksi kalus dalam pembentukan kalus dan bobot basah kultur kopi Arabika di media induksi kalus lanjutan pada 4 BSK Media Induksi Kalus Eksplan membentuk Bobot basah 2,4 D µM 2-iP µM Kalus Kultur g 4.52 4.93 87.02 b 0.35 d 4.52 9.86 87.14 b 0.36 d 4.52 14.79 89.52 ab 0.38 cd 4.52 19.72 90.95 ab 0.40 bcd 4.52 24.65 91.90 ab 0.41 abc 9.04 4.93 93.33 a 0.43 ab 9.04 9.86 93.81 a 0.44 ab 9.04 14.79 92.86 a 0.45 ab 9.04 19.72 93.81 a 0.45 ab 9.04 24.65 93.33 a 0.47 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. 69 Perbedaan ini kemungkinan besar dikarenakan adanya perbedaan komposisi media yang digunakan. Pada awal proses morfogenesis pembentukan kalus dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang lebih tinggi umumnya diperlukan. Kombinasi zat pengatur tumbuh tersebut berperan dalam pembentukan sel-sel somatik dan diferensiasi sel. Sel embrionik menjadi responsif setelah menyerap nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang tersedia disekitarnya lalu mengalami diferensiasi George 1993; Taji et al. 2001. Tabel 11. Respon interaksi tiga varietas kopi Arabika pada media induksi kalus dalam menghasilkan jumlah torpedo di media regenerasi pada 8 BSK Media Induksi Kalus Varietas 2,4 D µM 2-iP µM AS2K S 795 Sigarar Utang 4.52 4.93 32.20 eA 37.90 cA 39.40 dA 4.52 9.86 44.80 deA 43.70 bcA 45.80 bcdA 4.52 14.79 61.90 bcdA 48.60 abcA 62.50 abA 4.52 19.72 94.20 aA 52.10 abcC 61.90 abcB 4.52 24.65 81.90 abA 54.70 abB 52.20 bcdB 9.04 4.93 66.10 bcdA 51.80 abcB 43.20 cdC 9.04 9.86 56.70 cdA 48.70 abcA 57.40 abcA 9.04 14.79 69.90 bcA 53.80 abcB 57.90 abcB 9.04 19.72 79.40 abcA 61.20 aAB 55.00 abcB 9.04 24.65 83.40 abA 62.90 aC 72.00 aAB Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. Tabel 12. Respon interaksi tiga varietas kopi Arabika dan media induksi kalus dalam menghasilkan jumlah kecambah di media regenerasi pada 10 BSK da Media Induksi Kalus Varietas 2,4 D µM 2-iP µM AS2K S 795 Sigarar Utang 4.52 4.93 21.10 eB 27.70 bAB 29.60 dA 4.52 9.86 35.20 deA 30.70 bA 35.90 bcdA 4.52 14.79 49.90 bcdA 35.60 abA 53.40 abA 4.52 19.72 82.20 aA 39.50 abB 50.90 abcB 4.52 24.65 69.90 abA 41.70 abB 41.20 bcdB 9.04 4.93 54.10 bcdA 38.80 abAB 32.20 cdB 9.04 9.86 44.70 cdA 35.50 abA 46.40 abcA 9.04 14.79 57.90 bcA 41.00 abA 46.30 abcA 9.04 19.72 67.40 abcA 50.20 aAB 40.00 abcB 9.04 24.65 71.40 abA 49.10 aB 60.60 aAB Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5. 70 Hasil uji statistik terhadap jumlah torpedo yang dihasilkan, terlihat adanya interaksi dari ketiga varietas dengan perlakuan yang diuji. Perlakuan yang menghasilkan jumlah torpedo terbanyak, pada varietas S 795 dan Sigarar Utang berada pada konsentrasi 2,4-D 9.04 µM + 2-iP 24.65 µM. Perlakuan 2,4-D 4.52 µM + 2-iP 14.79 µM masih dapat dipertimbangan untuk efisiensi zat pengatur tumbuh, karena hasilnya tidak berbeda nyata dari perlakuan tertinggi. Berbeda dengan kedua varietas tersebut, pada AS2K jumlah yang terbanyak pada konsentrasi yang lebih rendah 2,4-D 4.52 µM + 2-iP 19.72 µM Tabel 11. Jumlah kecambah yang dihasilkan juga menunjukkan adanya interaksi antara varietas dan perlakuan yang diuji. Sejalan dengan hasil analisis statistik terhadap jumlah torpedo, media tertinggi untuk Sigarar Utang juga terdapat pada kombinasi perlakuan tertinggi 2,4-D 9.04 µM + 2-iP 24.65 µM, sementara AS2K pada perlakuan 2,4-D 4.52 µM + 2-iP 19.72 µM, dan S 795 2,4-D 9.04 µM + 2-iP 24.65 µM pada Tabel 12. Berdasarkan kedua paremeter tersebut topedo dan kecambah, terlihat bahwa komposisi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada tahapan induksi kalus, selain berpengaruh dalam morfogenesis eksplan, juga berpengaruh dalam tahapan embriogenesis somatik. Kombinasi, formulasi media dasar dan kekesuaian zat pengatur tumbuh diduga berperan dalam mengingkatkan kemampuan media dasar keberhasilan kultur in vitro George et al. 2007. Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk memacu pembelahan dan elongasi sel adalah dari golongan sitokinin dan auksin Srivastava 2002 dalam hal ini 2,4- D dan 2-iP. Gambar 21 memperlihatkan keragaan dari kecambah kopi Arabika yang dihasilkan dari kombinasi 2,4-D dan 2-iP. Gambar 21. Keragaan jumlah kecambah kopi Arabika dari berbagai perlakuan 2,4-D dan 2-iP; A. 2,4- D 4.5β μM + β-iP 4.9γ μM. B. 2,4-D 4.52 μM + β-iP 9.86 μM. C. 2,4-D 4.5β μM + β-iP 14,79 μM. D. 2,4-D 4.5β μM + β-iP 19.7β μM. E. 2,4-D 4.5β μM + β-iP β4.65 μM. F. 2,4- D 9.04 μM + β-iP 4.9γ μM. G. 2,4-D 9.04 μM + β-iP 9.86 μM. H. 2,4- D 9.04 μM + β-iP 14.79 μM. I. 2,4-D 9.04 μM + β-iP 19.7β μM. J. 2,4-D 9.04 μM + β-iP β4.65 μM. Skala 1 cm 71 Pemahaman tentang embriogenesis penting diketahui untuk memperoleh sistem morfogenik dengan cara mengamati proses seluler yang mendasari proses diferensiasi. Gambar 22 memperlihatkan proses embriogenesis somatik tidak langsung pada perlakuan 2,4-D dan 2-iP. Proses embriogenesis somatik tidak berbeda jauh dengan perlakuan 2,4-D dan thidiazuron pada bab sebelumnya, dimana perkembangan kalus embriogenik, PEM, globular, oblong, hati, embrio memanjang Elogated stage, torpedo, kotiledonari dan planlet terlihat seperti tahapan embriogenesis somatik tanaman dikotil. Perkembangan setiap fase morfologi dari mulai kalus sampai kotilonari yang terlihat seragam, sehingga merupakan salah satu kemudahan dalam proses perbanyakan benih. Histologi dalam proses embriogenesis somatik merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi sel-sel embriogenik, dan untuk memastikan bahwa tahapan yang dilalui adalah sesuai dengan tahapan embriogenesis somatik Corredoira et al. 2006. Hasil histologi menunjukkan bahwa sel-sel bagian daun yang terluka memiliki kompetensi totipotensi membentuk sel embriogenik Gambar 23A. Selain pembentukan sel embriogenik dari hasil sayatan juga terlihat adanya pembentukan sel non embriogenik. Sel non embriogenik umumnya tidak diinginkan karena tidak dapat beregenersi melalui jalur embriogenesis somatik. Gambar 22. Tahapan Morfogenesis embriogenesis tidak langsung kopi Arabika pada media 2,4-D dan 2-iP dari eksplan daun sampai terbentuknya planlet. A. Pembentukan kalus 4 minggu setelah kultur. B. Penampilan kalus embriogenik. C. Massa pro embrio embriogenesis PEM. D. Globular G, Oblong O, Awal hati PH. E. Hati. F. Elogated stage. G. Torpedo. H. Kotiledonari. I. Planlet kopi Arabika.