PENDAHULUAN Pengembangan Metode Embriogenesis Somatik, Peningkatan Keragaman Genetik Kopi Arabika Dan Deteksi Dini Keragaman Somaklonal Menggunakan Ssr

5 Kebaruan Novelty Teknik perbanyakan bahan tanaman kopi Arabika menggunakan embriogenesis somatik telah banyak dilaporkan, kendalanya keberhasilan masih tergantung pada genotipe dan media yang digunakan. Adapun kebaruan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah : 1. Diperolehnya metode embriogenesis somatik kopi Arabika pada varietas AS2K, S 795, Sigarar Utang dan Kartika, dengan menggunakan beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh, komposisi vitamin, asam amino 2. Penggunaan agar dan gula komersial dalam embriogenesis somatik untuk efisiensi biaya dalam menghasilkan bibit kopi Arabika 3. Penggunaan teknik mutasi dengan mutagen EMS dalam menginduksi keragaman kopi Arabika menggunakan jalur embriogenesis somatik 4. Dihasilkannya mutan baru dari penelitian ini akan menghasilkan genotipe baru kopi Arabika. Ruang Lingkup Penelitian Secara garis besar penelitian ini mempunyai 2 tujuan utama yaitu; untuk mendapatkan metoda perbanyakan tanaman melalui embriogenesis somatik dan meningkatkan keragaman genetik kopi Arabika. Penelitian ini terdiri atas beberapa percobaan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan akhir yang telah ditetapkan. Adapun tahapan percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Percobaan 1 : Merupakan studi awal yang dilakukan untuk mempelajari tangap eksplan daun dalam merespon media tumbuh yang digunakan, dan memahami perkembangan kalus kopi Arabika dalam proses embriogenesis somatik, Percobaan 2: Merupakan lanjutan dari percobaan 1 dengan memperbaiki beberapa komposisi media yang digunakan dalam usaha meningkatkan jumlah kecambah yang dihasilkan, dan mengoptimasi media tersebut pada beberapa genotipe, serta mencoba kemungkinan menghasilkan embrio somatik sekunder, Percobaan 3: Mengganti ZPT yang digunakan pada media induksi kalus dalam menghasilkan embrio somatik primer dan sekunder di percobaan 2, dengan tujuan mendapatkan ZPT alternatif pada embriogenesis kopi Arabika, Percobaan 4: Mengefisienkan media tumbuh yang didapat pada percobaan 3, dengan cara mengganti komponen utama, yaitu; sukrosa dan Phytagel, untuk meminimalkan biaya media tumbuh, dan Percobaan 5: Mendapatkan mutan baru dengan induksi mutasi menggunakan mutagen kimia EMS yang diaplikasikan pada metoda embriogenesis somatik yang didapatkan dari percobaan 3. Berdasarkan ruang lingkup penelitian ini, maka disusun diagram alir penelitian sebagai berikut : 6 7 Daftar Pustaka [AEKI] Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia. 2015. Eksport kopi Indonesia Perjenis Kopi. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia. http:www.aeki-aice.org. Diakses 6 juni 2015. Ahloowalia BS. 1986. Limitation to the use of somaclonal variation in crop improvement. Di dalam: Semal J, editor. Somaclonal Variation and Crop Improvement . New York US: Martinus Nijhoff Pub.hlm 14-27 Arumingtyas EL, Indriyani S. 2005. Induksi variabilitas genetik percabangan tanaman kenaf Hibiscus cannabinus L. dengan mutagen kimia Ethyl Methane Sulfonate EMS. Natural Jurnal 8. 2: 24-28 Aryani N. 2013. Peningkatan Produksi, Produksivitas, dan Mutu Kopi yang Berkelanjutan. Di dalam Rubiyo, Harni R, Wardana E, Towaha J, editor. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Kopi, Peran Inovasi tekonogi Kopi Menuju Green Economy Nasional. Bogor. 28 Agustus 2013. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Jakarta ID. IAARD Press. hlm 1-10. Etienne H. 2005. Somatic Embryogenesis Protocol: Coffee Coffea Arabica L. and Canephora P. In Jain SM, Gupta PK. eds. 2005. Protocol for Somatic Embryogenesis in Woody Plants. Printed in the Netherlands NL. Springer. hlm 167 - 179. Geleta M, Herrera I, Monzon A, Bryngelsson T. 2012. Genetic Diversity of Arabica Coffee Coffea arabica L. in Nicaragua as Estimated by Simple Sequence Repeat Markers. The Scientific World Journal. 1-11. Gichner T. 2003. Differential genotoxicity of ethyl methanesulphonate, N-ethyl- N-nitrosourea and maleic hydrazide in tobacco seedlings based on data of the Comet assay and two recombination assay. Mutation Research 538: 171- 179. Kumar V, Madhava N, Ravishankar GA. 2006. Developments in coffee biotechnology-in vitro plant propagation and crop improvement. Plant Cell Tiss. Org. Cult . 87: 49-65. Okagaki RJ, Neuffert MG, Wessler SR. 1991. A Deletion Common to Two Independently Derived waxy Mutations of Maize. Genetics Society of America. 128: 425-431. Priyono. 2013. The Relationships and Genetic Diversity Among Species In The Genus Coffea. Review Penelitian Kopi dan Kakao. 1 1 : 1-11. Purwati RD, Harran S, Sudarsono. 2007. In Vitro Selection of Abaca for Resistance to Fusarium oxysporum f.sp. cubense. HAYATI Journal of Biosciences , 142 :65-70. ISSN: 1978-3019 Raghuramulu Y, Sreenath HL, Ramaiah PK. 1989. Regeneration of coffee plantlets through tissue culture techniques in India. Journal of Coffee Research . 19: 30-38. Ribeiro TO, Carneiro MF. 1989. Micropropagation by nodal culture of cultivars Caturra, Geisha and Catimor regenerated in vitro . In: ASIC Publishers Eds. 13th International Scientific Colloquium on Coffee. Paipa, Colombia, 21-25 August. hlm 757-765. 8 Roux NS. 2004. Mutation induction in Musa-review. Di dalam: Jain SM, Swennen R, editor. Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Enfield: Sci Pub, Inc. hlm. 21-29. Sakamoto W, Tamura T, Hanba-Tomita Y, Sodmergen, Murata M. 2002. The VAR1 locus of Arabidopsis encodes a chloroplastic FtsH and is responsible for leaf variegation in mutant alleles. Genes to Cell 7:769-780. Spasibionek S. 2006. New mutants of winter rapeseed Brasica napus L. with changed fatty acid composition. Plant Breeding 1253: 259-267. Teressa A, Crouzillat D, Petiard V, Brouhan P. 2010. Genetic diversity of Arabica coffee Coffea arabica L. Collections. EJAST. 1 1: 63-79. van Harten AM. 1998. Mutation Breeding: theory and practical application. Cambridge GB: Cambridge University Press Wijayadi. 2013. Peningkatan daya Saing kopi Indonesia di Pasar Internasional. Di dalam Rubiyo, Harni R, Wardana E, Towaha J, editor. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Kopi, Peran Inovasi tekonogi Kopi Menuju Green Economy Nasional. Bogor. 28 Agustus 2013. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Jakarta ID:IAARD Press. hlm 11-18. Yenisbar. 2005. Induksi Mutasi Dengan EMS Pada Biak Embriogenik Meningkatkan Keragaman Genetik Apokat Persea Americana Mill. [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. 9

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kopi Arabika Coffea arabica L. Hampir semua tanaman perkebunan di Indonesia, termasuk kopi bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman kopi dalam sejarah perkembangannya merupakan salah satu tanaman eksotik paling tua yang berhasil dikembangkan di Indonesia. Kopi Arabika berasal dari Benua Afrika, tepatnya dari daerah pegunungan di Ethopia Selatan Abessinia. Di Negara asalnya ini kopi Arabika tumbuh di daerah hutan tropis di bawah pohon-pohon besar pada ketinggian 1500- 2000 m dpl Spillane 1990; Yahmadi 2000. Tanaman kopi dibawa bangsa arab dari Ethophia ke negerinya untuk dikembangkan dan diperdagangkan. Pada abad ke tiga belas kopi telah menyebar ke daerah laut merah, Persia dan India.Tanaman ini masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1696, dan sejarah mencatat pada tahun 1712 telah ada pelelangan kopi asal Jawa di Amsterdam. Sejak saat itu kopi asal Indonesia mulai dikenal dipasaran eropa dengan sebutan Java coffee Spillane 1990; Yahmadi 2000. Tanaman kopi Coffea spp. secara taksonomi termasuk dalam Kindom : Plantae , Divisio : Spermatophita, Sub-divisio : Angeospermae, Kelas : Dikotiledonea, Ordo : Rubiales, Famili : Rubiaceae, Genus : Coffea, dan Species : Coffea spp. Famili Rubiaceae mempunyai sekitar 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 species. Genus Coffea merupakan salah satu genus penting dengan 103 species. Diantara sejumlah species yang ada, paling banyak diusahakan secara komersial adalah Coffea arabika dan Coffea canephora Siswoputranto 1993; Priyono 2013. Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi Arabika sangat dipengaruhi oleh iklim. Selain kelembaban udara, angin, dan lama penyinaran faktor yang paling penting diperhatikan adalah curah hujan dan suhu udara. Menurut Hulupi 1999, persyaratan kondisi iklim dan tanah untuk kopi Arabika adalah sebagai berikut: tinggi tempat 700 m dpl, suhu harian 15 - 24 C, curah hujan rata-rata 2.000 - 4.000 mmthn Curah hujan optimum 2000 - 3000 mmtahun, jumlah hari hujan kering 1-3 bulantahun, pH tanah 5.3 - 6.0, kandungan bahan organik minimal 2, kedalaman tanah efektif 100 cm, dan kemiringan tanah maksimum 40 Siswoputranto 1993. Kopi Arabika akan tumbuh lebih baik di dataran tinggi 1000 - 2000 m dpl. Pada lahan yang tinggi tersebut aroma kopi Arabika lebih baik dibandingkan apabila ditanam dilahan yang lebih rendah Prastowo 2010. Batas elevasi tertinggi kopi Arabika dibatasi oleh ancaman frost yang sering terjadi pada ketinggian lebih dari 2000 m dpl, sedangkan batas elevasi terendah dibatasi oleh adanya serangan penyakit karat daun yang serangannya makin parah pada suhu yang lebih tinggi, yaitu di lokasi yang elevasinya lebih rendah Pujiyanto 1998. Berbeda dengan kopi Robusta yang merupakan tanaman menyerbuk silang, kopi Arabika termasuk ke dalam tanaman yang menyerbuk sendiri, sehingga keragaman genetik kopi Arabika tergolong sempit. Kromosom kopi Arabika tergolong allotetraploid dengan jumlah kromosom 2n=4x=44, peka terhadap herbisida dan serangan Hemileia vastatrix yang menyebabkan penyakit karat daun Canneiro 1999; Sano Kusano 2002; Waller et al. 2007. 10 Terbentuknya tanaman kopi Arabika yang allotetraploid merupakan hasil dari persilangan antara Coffea eugeniodes yang diploid dengan Coffea canephora yang juga diploid. Hibrida interspsifik ini sangat steril sehingga dalam prosesnya dibentuk gamet-gamet tanpa mengalami reduksi kromosom yang menghasilkan Coffea arabica Geleta et al. 2012 . Tanaman kopi tidak tahan gangguan angin kencang karena dapat merusak cabang tanaman dan merontokkan bunga sehingga menurunkan produksi. Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang dan tinggi yang dapat mencapai 12 m. Secara umum daun kopi bentuk bulat telur dengan ujung meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting. Sepasang daun terletak dibidang yang sama dicabang dan ranting yang tumbuh mendatar meruncing Panggabean 2011. Bentuk fisik daun kopi bervariasi tergantung jenisnya, sehingga salah satu pedoman untuk membedakan jenis kopi adalah dengan memperhatikan bentuk dan fisik daun. Warna pucuk daun kopi dikelompokkan dalam 2 besar yaitu berwarna coklat tembaga yang merupakan ciri utama kelompok Typica dan yang berwarna hijau muda menjadi penciri kelompok Bourbon Tran 2005. Sistem percabangan tanaman kopi agak berbeda dengan tanaman lain. Pertanaman kopi dikenal adanya cabang orthotrop dan plagiotrop. Cabang orthotrop disebut juga cabang reproduksi, cabang ini tumbuh tegak dan lurus dan sifatnya hampir sama dengan batang utama, sementara plagiotrop atau cabang primer merupakan cabang yang tumbuh pada batang utama atau cabang reproduksi dan berasal dari tunas primer. Cabang ini tumbuh kesamping dengan arah pertumbuhan mendatar, lemah dan berfungsi sebagai penghasil bunga. Selain tipe percabangan tersebut dikenal juga adanya cabang sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik dan cabang air Najiyati Danarti 2007; Panggabean 2011. Kopi termasuk tanaman berkeping dua dikotil yang memiliki akar tunggang, sehingga tidak mudah rebah. Akar tunggang hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang berasal dari bibit semai dari perbanyakan generatif. Tanaman kopi berasal dari stek, cangkok, atau okulasi tidak memiliki akar tunggang, sehingga mudah rebah dan akan lebih mudah mengalami kekeringan pada musim kemarau Najiyati Danarti 2007 ; Panggabean 2011. Pada umumnya, tanaman kopi akan berbunga setelah berumur dua tahun. Bunga keluar dari ketiak daun, ketiak daun yang sudah menghasilkan bunga tidak akan menghasilkan bunga lagi. Akan tetapi cabang primer dapat tumbuh terus memanjang membentuk daun baru, sehingga masih dapat menghasilkan bunga baru. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing 4 - 6 kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2 - 3 kelompok bunga sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8 - 18 kuntum bunga Najiyati Danarti 2007 ; Panggabean 2011. Bunga kopi berukuran kecil, berbau harum. Primordia bunga umumnya muncul pada akhir musim hujan dan secara berangsur menjadi kuncup bunga dengan panjang kurang lebih 10-12 mm. Warna mahkota putih dengan jumlah 3-8 helai bervariasi tergantung jenis. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkal bunga menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal biji. Benang sari berukuran pendek dengan jumlah bervariasi 5-7 tergantung jenisnya Siswoputranto, 1993 Najiyati Danarti 2007 ; Panggabean 2011. 11 Kuncup bunga akan mekar atau yang dengan florasi flush jika curah hujan minimal 3-4 mm. Bunga mekar umumnya sebelum matahari terbit dan penyerbukan akan terjadi jika cuaca cerah sekitar jam 10 pagi. Masa reseptik bunga kopi hanya satu hari. Penyerbukan terutama melalui perantara angin. Polen serbuk sari kopi dapat diterbangkan angin sampai jarak 100 m dari pohon asal, dengan jarak penyerbukan efektif 35 m Siswoputranto 1993. Waktu yang diperlukan bunga untuk menjadi buah matang sekitar 9-12 bulan tergantung jenis dan faktor lingkungan. Kopi Arabika membutuhkan sekitar 9-10 bulan, robusta 10-11 bulan, sedangkan Kopi Liberika 10-12 bulan. Ukuran buah kopi sangat bervariasi, sangat tergantung jenis dan varietasnya. Buah kopi terdiri atas beberapa bagian yaitu; lapisan kulit luar atau kulit buah eksokarp, lapisan daging buah mesokarp berwarna putih, berair dan agak manis, lapisan kulit tanduk endokarp biji kopi yang keras, kulit ari yang tipis membungkus biji kopi. Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji, tetapi ada juga yang hanya mengandung satu atau tiga butir, bahkan tidak berbiji sama sekali. Kriteria biji kopi Arabika yang baik adalah bentuk biji normal dengan jumlah biji 2 butir. Biji kopi mempunyai lembaga. Lembaga atau sering disebut endosperma merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi Najiyati Danarti 2007 ; Panggabean 2011 . Umumnya buah kopi mentah berwarna hijau muda setelah itu berubah menjadi hijau tua, kuning dan pada saat matang berwarna merah atau merah tua. Namun ada juga buah kopi yang saat matangnya berwarna kuning. Salah satu yang sangat populer adalah kopi Arabika kultivar Bourbon. Kultivar ini diduga muncul dari mutasi alami pada kultivar Bourbon berbuah merah atau merupakan rekombinan dari hasil persilangan kutivar Caturra Amerello. Selain kultivar Bourbon di Barsil ada juga kultivar Caturra Amarello yang berwana kuning Carvallho et al. 1957 ; Sera et al. 2003. Kultur In Vitro pada Tanaman Kopi Kultur in vitro adalah suatu metode mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas, sel, jaringan atau organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat tumbuh dan memperbanyak diri serta beregenerasi menjadi tanaman lengkap Gunawan 1992. Kelebihan menggunakan teknik kultur in vitro antara lain; tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim, daya multipikasinya tinggi, tanaman yang dihasilkan lebih seragam, dan bebas penyakit bakteri, cendawan, dan virus, memproduksi senyawa metabolit sekunder, perbaikan tanaman dan konservasi plasma nutfah tanaman pemuliaan tanaman Wattimena et al. 1992. Penggunaan metode kultur in vitro sangat tergantung pada media yang digunakan. Media kultur in vitro pada prinsipnya harus dapat menyediakan unsur - unsur hara yang diperlukan tanaman seperti yang dibutuhkan tanaman di lapangan. Berbagai jenis media dasar seperti Knop, White, Kudson, Vacint dan went, Murasige dan Skoog MS, N6, Chi dan Pool, dan lainnya telah berhasil dikembangkan untuk berbagai jenis tanaman. Medium MS merupakan salah satu media dasar yang banyak digunakan pada berbagai kultur in vitro George 1993. Hal ini dikarenakan media MS diformulasikan dengan mempertimbangkan kebutuhan tanaman dalam tiap konsentrasi garam mineral penyusun media. 12 Pemilihan media yang akan digunakan dalam kultur in vitro sangat tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkan dan bentuk pertumbuhan dari deferensiasi yang diinginkan Pierik 1987. Modifikasi media MS dilakukan dengan meningkatkan dan menurunkan kandungan garam mineral yang ada dalam media, baik pada elemen makro khususnya NH4 dan NO3, mikro, vitamin maupun asam animo Samson et al. 2006 ; Etienne 2005. Media kultur in vitro pada dasarnya harus menyediakan unsur-unsur hara makro seperti ; nitrogen N, fosfor P, kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg dan sulfur S, dan mikro yang antara lain; natirum Na, besi Fe, mangan Mn, boron B, kuprum Cu, Klor Cl, dan molybdenum Mo. Karbohidrat berupa sukrosa untuk menggantikan karbon yang umumnya dapat berasal dari atmosfir melalui fotosintesis, vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh. Pada kasus tertentu seperti pada tanaman tahunan yang umumnya mengandung banyak fenol, ditambahkan anti oksidan seperti Polivynil pyrolidon PVP atau arang aktif Gunawan 1992 ; Wattimena et al. 1992 ; George et al. 2008. Zat pengatur tumbuh mempunyai peranan penting dalam menginduksi kalus, baik untuk tujuan organogenesis maupun embriogenesis somatik. Setiap genotipe atau jaringan mempunyai respon yang berbeda dalam penyerapan zat pengatur tumbuh. Penelitian terdahulu pada tanaman kopi memperlihatkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh memperlihatkan respon yang beragam antara kopi Robusta dan Arabika. Setiap varietas kopi Robusta memperlihatkan tanggap yang berbeda terhadap perlakuan zat pengatur tumbuh yang diberikan. Tanggapan terhadap jenis dan konsentrasi ZPT yang berbeda juga ditemukan pada tanaman kopi Arabika Ramos et al. 1993; Bieysse et al. 1993. Perbanyakan benih kopi Arabika bebas penyakit dalam jumlah banyak dimungkinkan melalui teknik kultur in vitro. Penggunaan teknik kultur in vitro diharapkan dapat mengatasi penyediaan bahan tanam klonal dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat. Ketersediaan teknik perbanyakan emriogenesis somatik tanaman kopi Arabika juga sangat diperlukan dalam program pemuliaan untuk mendapatkan bibit unggul dengan sifat-sifat tertentu yang diinginkan, seperti produksi tinggi sekaligus tahan hama atau penyakit Priyono 1993; Sumaryono Tahardi 1993; Suryowinoto 1996; Oktavia et al. 2003; Oktavia 2004. Kultur in vitro tanaman kopi pertama kali dilaporkan oleh Staritsky 1970 yang mengkulturkan tunas ourtotrop tiga species Coffea spp yaitu ; Coffea liberica , C. arabica dan C. canephora pada media Linsmaier dan Skoog 1965. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa pembentukan embrio somatik hanya dijumpai pada sebagian kecil jaringan C. canephora sedangkan pada Coffea liberica , C. arabica hanya terbentuk kalus. Pada penelitian tersebut juga digunakan kepala sari, tangkai daun, daun perisperma dan endosperma sebagai bahan tanaman. Hasilnya, dari semua jenis eksplan yang digunakan tersebut, kalus hanya dapat terbentuk dari eksplan yang berasal dari daun Staritsky 1970. Kultur in vitro kopi Arabika juga dilaporkan oleh Herman dan Hass lima tahun kemudian 1975 dengan menggunakan eksplan daun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam menginduksi kalus lebih efisien dilakukan pada kondisi gelap tanpa cahaya dengan suhu 28 C Warga-Dalem 1985. Sondahl dan Sharp 1977 dan Dublin 1981 juga berhasil melakukan induksi embrio somatik pada daun kopi Robusta. 13 Penelitian selanjutnya pada tanaman kopi khususnya jenis Robusta yang menggunakan eksplan daun muda juga dilakukan oleh Sondahl et al. 1981, Warga-Dalem 1985, dan Hatanaka et al. 1991. Proses pembentukan embrio somatik melalui dua tahap juga dilaporkan oleh Pierson et al. 1983, sementara Yasuda et al. 1985 melakukan induksi embrio somatik tidak langsung dari daun kopi Arabika yang menghasilkan kalus embriogenik, dan membutuhkan periode kultur yang relatif lama lebih dari dua tahun baru bisa tumbuh dan berkembang membentuk embrio somatik. Penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa setiap varietas kopi Robusta memiliki tanggap yang bervariasi terhadap perlakuan zat pengatur tumbuh ZPT yang diberikan dalam media kultur. Perbedaan ini juga ditemukan pada kutur jaringan kopi Arabika, hasil penelitian Priyono 2004 dan Samson et al. 2006 memperlihatkan perbedaan yang nyata dalam pembentukan embrio somatik diantara 4 species dan 4 varietas kopi Arabika yang digunakan. Embriogenesis Somatik dan Faktor yang Mempengaruhinya Regenerasi tanaman dalam kultur in vitro dapat dilakukan melalui jalur organogenesis dan embriogenesis somatik. Produksi bibit melalui benih somatik dari embrio somatik dapat menghasilkan bibit yang jauh lebih banyak dari pada hasil regenerasi melalui organogenesis. Perbaikan tanaman melalui kultur in vitro melalui jalur embriogenesis somatik juga lebih disukai karena dapat berasal dari satu sel somatik sehingga kepastian hasil perbaikan sifat genetik lebih tinggi. Embriogenesis somatik merupakan proses pembentukan embrio dari sel somatik. Menurut Von Arnorld et al. 2002 Embriogenesis somatik merupakan suatu proses dimana struktur bipolar yang menyerupai embrio zigotik berkembang dari satu sel non-zigotik tanpa adanya hubungan pembuluh dengan jaringan asalnya. Proses embriogenesis somatik terjadi melalui serangkaian tahapan sebagaimana pada embriogenesis zigotik. Zimmerman 1993 menggambarkan kesamaan tahapan somatik embriogenesis dan zigotik embriogenesis. Beberapa penelitian terdahulu memperlihatkan perbanyakan tanaman melalui proses embriogenesis somatik menghasilkan klon yang identik dengan induknya Evans Sharp 1986; Jimenez 2001, meskipun beberapa perbedaan akan ditemukan tergantung dari jenis tanamannya. Diferensiasi sel-sel embriogenik dapat terjadi secara langsung dari eksplan tanpa didahului fase pembentukan kalus dan secara tidak langsung dengan melalui pembentukan kalus terlebih dahulu Toonen de Vries 1996; Jimenez 2001; von Arnold et al. 2002. Hussein et al. 2006. Embriogenesis langsung memerlukan waktu relatif lebih singkat untuk menghasilkan planlet dan kemungkinan terjadinya penyimpangan akibat keragaman somaklonal lebih kecil dibandingkan dengan embriogenesis tidak langsung Ramos et al. 1993. Perbanyakan kopi melewati jalur embriogenesis somatik dilaporkan dapat melalui embriogenesis langsung dan tidak langsung. Penelitian Yasuda et al. 1985, Quiroz-Figueroa et al. 2002, de García dan Menéndez 1987, Neuenschwander dan Baumann, 1992, van Boxtel dan Berthouly 1996 dan Menéndez-Yuffá dan de García 1997 menggunakan embriogenesis langsung, sementara penelitian Gatica-Arias et al. 2008, Samson et al. 2006, Etienne 2005, Berthouly dan Etienne 2000 menggunakan embriogenesis tidak langsung pada perbanyakan kopi.