Analisis Aspek Sosial Ekonomi

8.1.2. Sistem Pembagian Kerja

Peraturan pembagian kerja pada setiap tahap dalam proses produksi tidak begitu baku, karena usaha ini bersifat informal. Pembagian kerja tersebut mencakup kegiatan pemarutan atau penggilingan, penyaringan atau pemerasan dan penjemuran. Selain itu juga terdapat kegiatan pengangkutan bahan baku, pengupasan ubi kayu, pencucian ubi kayu, dan pengangkutan tapioka. Hari kerja terdiri dari 6 hari dalam seminggu dengan hari libur pada hari Jum’at. Jam kerja dimulai dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, dengan waktu istirahat pukul 12.00 WIB – 13.00 WIB. Adapun jam kerja borongan tidak tentu. Data mengenai pembagian jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pembagian dan Jumlah Tenaga Kerja dalam Industri Tapioka di Desa Cipambuan, 2006 Jumlah Tenaga Kerja orang Kegiatan Laki-laki Perempuan Jam kerjahari Pengangkutan ubi kayu 2 - 4 - ½ – 1 Pemarutan 1 - 3 Penyaringanpemerasan 3 - 4 - 8 Penjemuran tapiokaaci - 2 - 4 6 – 8 Pembuatan onggok - 2 - 4 2 Pengangkutan tapiokaaci dan onggok 2 - 4 - ¼ - 1 Sistem penggajian dalam usaha ini dilakukan mingguan dengan upah per hari Rp. 35,000,- yang diberikan setiap hari Sabtu. Adapun untuk tenaga kerja tidak tetap, pengupahan didasarkan pada jumlah pikulannya 1 pikul ± 72 kilo gram. Upah kupas per pikul adalah Rp 3,250,-. Jumlah pikulan setiap harinya tergantung pada ketersediaan ubi kayu. Rata-rata setiap hari tenaga kerja tidak tetap mendapat upah berkisar Rp 15,000,- - Rp. 30,000,-.

8.2. Analisis Aspek Sosial Ekonomi

Analisis aspek sosial yaitu aspek yang menganalisis kemungkinan- kemungkinan atau perkiraan dampak yang ditimbulkan terhadap berjalannya usaha pengolahan tapioka. Dampak tersebut meliputi kondisi sosial masyarakat, lingkungan maupun manfaatnya. Lingkungan sekitar lokasi penelitian dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap kehadiran kegiatan usaha pengolahan tepung tapioka, sehingga aspek ini penting untuk dianalisis.

8.2.1. Kondisi Sosial

Dilihat dari aspek sosial, usaha pengolahan tapioka memiliki banyak dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya adalah petani ubi kayu, masyarakat, dan pengrajin tapioka itu sendiri serta pemerintah. Pihak-pihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha tersebut. Kegiatan usaha ini mampu memberikan manfaat sosial yang besar artinya bagi perekonomian masyarakat dengan menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif kecil, seiring dengan tingkat keahlian dan daya dukung permodalan yang umumnya masih rendah. Pengusahaan tapioka juga turut berperan dalam meningkatkan dan memobilisasi tabungan domestik, karena usaha ini menggunakan modal sendiri yang berasal dari tabungan pribadi dan keluarganya. Keuntungan yang dirasakan dengan adanya usaha ini oleh pemerintah adalah dalam hal penanggulangan masalah pengangguran, sehingga gejolak sosial yang biasa muncul akibat tinggginya tingkat pengangguran suatu daerah dapat sedikit teratasi. Keuntungan lain yang diperoleh pemerintah yaitu dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan, proses percepatan pembangunan dengan adanya prasarana menuju lokasi usaha. Adanya pemasukan rutin berupa pajak bumi dan bangunan PBB, pajak penghasilan PPn, atau semacam iuran atau dana retribusi lainnya yang diatur oleh aturan daerah setempat, menyebabkan pendapatan asli daerah PAD dapat ditingkatkan.

8.2.2. Dampak Lingkungan

Dampak negatif yang muncul yaitu usaha pengolahan tapioka ini menghasilkan limbah padat, cair, dan udara. Limbah cair pengolahan tapioka berasal dari proses pembuatan, yaitu dari pencucian bahan baku sampai pada proses pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan singkong dari kulitnya serta ampas dari hasil pengolahan. Limbah hasil pengolahan tapioka ini jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya: penyakit, seperti gatal-gatal; timbul bau tak sedap; air limbah yang masuk ke tambak dapat mengakibatkan kematian ikan peliharaan; serta terjadinya perubahan estetika sungai. Selain berdampak negatif, limbah padat dan cair juga memiliki sisi positif, yakni dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Salah satu contoh limbah padat adalah onggok. Onggok dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat saus, makanan ringan dan obat nyamuk bakar. Limbah padat lainnya adalah kulit ubi kayu yang banyak dimanfaatkan untuk pupuk dan pakan ternak. Limbah cair dari usaha ini dapat digunakan untuk mengairi sawah sekitar lokasi pabrik.

8.3. Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Sosial Ekonomi