Tenaga Kerja Hasil Keputusan Analisis Aspek Teknis

tapioka kasar hanya 10 bulan, termasuk bulan Ramadhan apabila cuaca mendukung. Untuk kebutuhan produksi tapioka, kapasitas maksimum ubi kayu yang dapat ditampung pengrajin setiap harinya hanya sekitar 5 ton. Bahan baku ini didatangkan dari Leuwiliang, Jasinga, Parung, Ciampea, Gadog, Cipayung, Cianjur, Sukabumi, Karawang dan wilayah sekitar Bogor lainnya. Pengrajin tapioka memperoleh bahan baku yaitu melalui bandar atau makelar dengan sistem kepercayaan, dimana pengrajin tapioka terlebih dahulu memberikan uang muka kepada makelar. Harga bahan baku ubi kayu yang belum dikupas sebesar Rp. 500,- per kilo gram dan harga ubi kayu yang sudah dikupas sebesar Rp. 700,- per kilo gram. PENGRAJIN BANDAR PENGIRIM PETAN I Gambar 5. Jalur Umum Pengadaan Bahan Baku Tapioka di Desa Cipambuan

7.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada usaha tapioka tidak memerlukan keahlian khusus. Besarnya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin besar jumlah tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi seluruh proses produksi dari pengupasan sampai pada pengeringan produk. Perekrutan tenaga kerja tidak dilakukan secara ketat seperti pada perusahaan-perusahaan besar yang memiliki syarat-syarat tertentu. Siapa saja dapat menjadi pekerja dalam industri ini selama mereka mempunyai keinginan dan kesabaran dalam membuat tapioka. Dalam merekrut tenaga kerja, biasanya pengrajin tapioka lebih memprioritaskan kerabat dekat dan tetangga dibanding dengan tenaga kerja dari luar desa. Usia para pekerja berkisar 17 – 50 tahun dengan pendidikan rata-rata lulusan SD. Usaha ini tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan khusus. Pengrajin tapioka cukup memperlihatkan caranya, dan pekerja dapat dengan cepat melakukannya.

7.5. Proses Produksi

Proses produksi adalah tahapan-tahapan dalam pengolahan bahan baku ubi kayu hingga ke bentuk tapioka. Pengrajin hanya memproduksi tapioka kasar yang selanjutnya dijual ke pabrik penggilingan guna mengalami proses lanjutan hingga menghasilkan tapioka halus. Guna menghasilkan tapioka, pengrajin memerlukan waktu kira-kira dua hingga tiga hari. Produk sampingan yang dihasilkan adalah onggok yang merupakan ampas dari proses pengolahan tersebut. Pengrajin memproduksi tapioka secara kontinu meski tidak ada pesanan. Adapun proses produksi yang dilakukan pengrajin yaitu:

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan pisau dapur biasa yang bertujuan untuk memisahkan daging ubi kayu dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih ubi kayu berkualitas tinggi dari ubi kayu lainnya. Ubi kayu yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak. Gambar 6. Pengupasan Kulit Ubi kayu Manual

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas ubi kayu di dalam bak yang berisi air. Ubi kayu yang sudah dikupas, sesegera mungkin dicuci dengan air. Apabila perlu menunggu untuk diproses selanjutnya, sebaiknya umbi dalam keadaan terendam air perendaman sementara. Pencucian ditujukan untuk membersihkan kotoran dan lendir yang terdapat dalam lapisan luar daging umbi untuk mengurangi kadar sianida HCN dan racun umbi. Gambar 7. Pencucian Ubi Kayu manual

3. Pemarutan

Ubi kayu yang sudah dikupas dan dicuci selanjutnya diparut. Alat parut yang digunakan adalah parut semi mekanis, digerakkan dengan generator. Tujuan pemarutan umbi adalah untuk memecahkan dinding sel agar butir pati yang ada di dalam terlepas. Gambar 8. Pemarutan Ubi kayu semi mekanis

4. PemerasanEkstraksi

Pemerasan bubur ubi kayu dilakukan dengan saringan goyang sintrik. Bubur ubi kayu diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan. Gambar 9. Ekstraksi Ubi kayu semi mekanis

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 – 5 jam. Setelah pati terpisah dari airnya, maka air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan. Pengendapan pati bertujuan untuk memisahkan pati murni dari benda-benda bukan pati, seperti protein dan karbohidrat lainnya. Jika kontak antara air dan pati terlalu lama akan menyebabkan penurunan kualitas pati yang dihasilkan. Gambar 10. Pengendapan Pati Ubi Kayu

6. Pengeringan

Proses pengeringan adalah proses terjadinya penguapan air karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan pati yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air pada bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan dan perubahan akibat kegiatan enzim dihambat atau dihentikan, sehingga tapioka dapat disimpan cukup lama. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari. Keuntungan penjemuran dengan cara ini adalah dapat dilakukan dengan mudah dan murah, serta adanya sinar ultra violet cahaya matahari menyebabkan tepung lebih putih. Sedangkan kelemahannya adalah proses pengeringan berjalan sangat lambat, sehingga sering terjadi pembusukan sebelum bahannya cukup keringdan hasil pengeringannya tidak merata, serta pengotoran oleh debu selama proses pengeringan. Bila cuaca buruk, dimana banyak awan, panas matahari tidak ada, dan sering turun hujan menyebabkan pati menjadi lembab, berbau asam, dan dapat ditumbuhi jamur, serta dapat menurunkan derajat putih patinya. Sistem pengeringan dilakukan dengan menjemur tapioka dalam tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari tergantung dari cuaca. Penjemuran dilakukan pada pukul 07.00 sampai 14.00. Bila cuaca tidak baik maka penjemuran akan dilakukan lebih dari satu hari. Penjemuran seperti ini akan menghasilkan kualitas produk yang kurang baik. Untuk penjemuran produk sampingan onggok, ampas yang dihasilkan dikumpulkan pada tempat tertentu kemudian dibentuk menjadi bulat-bulat. Penjemuran onggok basah memerlukan waktu berkisar 14 hari agar onggok benar-benar kering. Gambar 11. Penjemuran Tapioka Gambar 12. Penjemuran Onggok

7.6. Hasil Keputusan Analisis Aspek Teknis

Kondisi lingkungan di sekitar lokasi usaha sebagian besar telah sesuai untuk usaha tapioka. Segala kekurangan teknis telah diupayakan seminimal mungkin. Sarana produksi yang digunakan memenuhi syarat untuk sebuah usaha tapioka. Proses produksi yang baik akan mendukung kelancaran usaha ini. Layout usaha tapioka telah disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek teknis dapat mendukung pengusahaan tapioka menjadi usaha yang layak untuk dilaksanakan.

VIII. ANALISIS ASPEK MANAJEMEN, DAN SOSIAL EKONOMI

8.1. Analisis Aspek Manajemen

Analisis aspek manajemen melihat bentuk usaha, struktur organisasi, sistem pembagian kerja, serta sistem penggajian tenaga kerja yang digunakan perusahaan. Aspek manajemen perlu dikaji agar usaha yang didirikan dan dioperasikan nantinya dapat berjalan dengan lancar.

8.1.1. Bentuk dan Struktur Organisasi

Bentuk usaha yang digunakan adalah perusahaan perorangan dan masih merupakan perusahaan keluarga. Dengan menyandang sebagai perusahaan keluarga, tentu saja prinsip gotong royong dan kekeluargaan selalu diterapkan, sehingga usaha dapat mudah dikendalikan. Struktur organisasi yang dimiliki perusahaan masih sederhana. Pemilik modal juga merangkap sebagai pengelola atau karyawan. Pembagian tugas dan wewenang sudah diatur dengan jelas. Meskipun demikian, pengrajin belum melakukan sistem pencatatan yang baik. Pemilik usaha bertanggung jawab atas perusahaan dan berwenang untuk memutuskan suatu tindakan strategis yang perlu diambil guna keberlangsungan usahanya. Di sisi lain, pemilik juga bertindak sebagai humas. Penanganan berbagai urusan kerjasama dengan pihak lain dilakukannya dengan tetap menjaga hubungan baik, sehingga diharapkan perusahaan dapat selangkah lebih dikenal. Usaha tapioka Uhan memperkerjakan 6 orang tenaga kerja laki-laki sebagai tenaga kerja tetap dan 4 orang tenaga kerja perempuan sebagai tenaga kerja tidak tetap. Berdasarkan jenis kelamin, kaum lelaki lebih dominan pada setiap kegiatan produksi dibanding kaum perempuan, yaitu pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang lebih besar. Kegiatan yang dilakukan oleh pekerja perempuan sifatnya pekerjaan yang ringan-ringan seperti pengupasan ubi kayu, penjemuran tapioka dan dalam pembentukan onggok ampas dari ubi kayu yang telah diperas. Umumnya tenaga kerja laki-laki tidak hanya menguasai satu jenis pekerjaan saja, melainkan mereka dapat seluruh pekerjaan dalam proses produksi, sehingga mereka dapat bekerja lebih fleksibel.