Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka di desa Karang Tengah Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH

KABUPATEN BOGOR

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA H 24102071

Menyetujui, Juni 2006

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen


(4)

ABSTRAK

Kemas Buyung Fikry Wardhana H24102071. Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang Tengah, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen ubikayu. Desa di Bogor yang merupakan sentra ubikayu ialah Desa Karang Tengah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi industri kecil (IK) tapioka dalam persaingan industri, mengidentifikasi kondisi IK tapioka saat ini, mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka dan merumuskan strategi yang tepat bagi IK tapioka.

Proses pengumpulan data menggunakan metodologi Penelitian Aksi Partisipatif atau Participatory Action Research (PAR). Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan Resource Mapping. Data sekunder diambil dari instansi pemerintah dan pengambil kebijakan, serta sumber lainnya yang bersifat dokumenter.

Dalam input stage metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis lingkungan ekternal dan internal perusahaan melalui Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE) dan matriks

Competitive Profile (CP). Dalam matching stage, untuk mengetahui posisi perusahaan dalam menghadapi persaingan dianalisis menggunakan matriks IE dan SWOT. Dan pengambilan keputusan alternatif strategi menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Nilai pada matriks IFE 2,173, dengan kekuatan paling besar ditunjukkan oleh faktor iklim kerja yang baik (nilai 0,264), serta kelemahan terbesar diperoleh dari faktor mutu produk dan harga yang kurang bersaing (nilai 0,096). Nilai pada matriks EFE 2,321, peluang utama ialah faktor kurangnya ancaman dari produk pengganti (nilai 0,325) dan ancaman terbesar ialah faktor cuaca dan kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi (nilai 0,116).

Pada matriks CP diketahui bahwa nilai Desa Karang Tengah didasarkan pada faktor penentu keberhasilan 2,239. Desa Cibuluh mendapatkan nilai 2,830, desa Ciluar mendapatkan nilai 3,112 dan Desa Kadumangu mendapatkan nilai 3,383. Pada matriks IE, posisi perusahaan terletak pada sel 5 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi hold dan maintain, yang dalam pelaksanaannya terdapat strategi diversifikasi konsentrik, diversifikasi konglomerasi dan strategi pengembangan produk. Berdasarkan matriks QSP, nilai Total Atractive Score

(TAS) tertinggi terletak pada strategi penggunaan teknologi yang efisien (nilai 5,515).


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota pahlawan, Surabaya pada tanggal 30 Oktober 1984 dari pasangan Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Dalam pendidikan formal, dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMU, penulis menghabiskan di sebuah kota kecil di Jawa Timur, yaitu Mojokerto. Mengawali pada Taman Kanak-kanak Shandy Putera pada tahun 1989-1990, setelah itu penulis melanjutkan pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kranggan III dan lulus pada tahun 1996. Selepas dari Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 hingga tahun 1999. Lalu selepas itu penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Puri dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa pendidikan, penulis aktif mengikut kegiatan dan organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Pada waktu kuliah, penulis pernah aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa/Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM/MPM KM IPB) sebagai anggota komisi keuangan. Pada waktu di Fakultas pernah menjabat sebagai Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB periode 2003/2004, anggota komisi Internal DPM FEM IPB periode 2004/2005. Pada tataran ekstra kampus, pernah menjabat sebagai Staf Departemen Komunikasi Umat HMI Cabang Bogor periode 2004/2005 (ressufle), Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Bogor Komisariat FEM periode 2004/2005 dan Ketua Umum HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB 2005/2006 dan Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Surabaya dan Sekitarnya (Himasurya). Selain di kelembagaan kampus juga menjadi pegiat pada LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup yaitu Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILI-NGO Movement) melalui program Sahabat PILI.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya. Ungkapan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang Tengah Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sepenuhnya sadar akan banyaknya dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H Musa Hubeis, MS. Dipl. Ing, DEA dan Farida Ratna Dewi SE, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memotivasi, mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Hardiana Widiyastuti, S.Hut, MM yang telah bersedia menjadi penguji pada sidang skripsi, sehingga ujian sidang dapat terlaksana.

3. Seluruh staf pengajar Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

4. Kedua orang tuaku Kemas Abdul Rochim, MM dan Niken Lila Widyawati, S.Pd serta adik-adikku Oby dan Ica, yang telah mendoakan dan terus memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis. Semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk membalas semuanya.

5. Dhesy Purwandhany, yang tak pernah lelah untuk memberikan inspirasi dan perhatiannya selama proses skripsi.

6. Pusat Informasi Lingkungan Indonesia selaku LSM yang telah memberikan data dan informasi mengenai Desa Karang Tengah.

7. Mas Thomas dan Mas Bogel yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis penelitian ini.

8. Seluruh kawan-kawan di kelas Manajemen Angkatan 39 untuk warna-warni persahabatan, dan kerjasamanya selama 4 tahun kuliah di IPB.


(7)

9. Rini, Mimi, Novianti, Nani, Griselda, Ade Holis dan rekan-rekan di HMI khususnya HMI Komisariat FEM yang telah membantu dalam meringankan beban skripsi. Terima kasih banyak untuk semuanya.

10.Teman-teman Perumdos, Arya, Ihsan, Aghi, Gempar, Andri, Hendra, Nanto Denden, Mpu atas semua bantuannya.

11.Berbagai pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan masukan yang konstruktif, agar skripsi ini berguna bagi orang banyak, khususnya para pengusaha kecil yang bergerak di sektor pertanian. Semoga.

Bogor, Juni 2006


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... . 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Definisi Industri kecil ... 6

2.2. Karakteristik dan Manfaat Tapioka ... 7

2.3. Definisi dan Konsep Perumusan Strategi ... 7

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 10

3.2. Pengambilan Contoh ... 12

3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 14

3.4. Definisi Operasional ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 18

4.1.1. Desa Karang Tengah ... 18

4.1.2. Karakteristik Tanaman Singkong dan Hubungannya Dengan Ekosistem Desa Karang Tengah ... 23

4.1.3. Sejarah Industri Kecil Tapioka ... 24

4.1.4. Profil Responden ... 26

4.1.5. Lokasi Industri Kecil Tapioka di Desa Karang Tengah ... 26

4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi ... 27

4.1.7. Proses Pembuatan Tapioka ... 30

4.1.8. Aspek Manajemen ... 33

4.2. Proses Perumusan Strategi... 37

4.2.1. Peumusan Strategi Industri Kecil Tapioka ... 37

4.2.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri... 49

4.2.3. Tahap Masukan... 55

4.2.4. Tahap Pencocokan ... 59

4.2.4.1. Matriks IE ... 59


(9)

4.2.5. Tahap Keputusan ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

1. Kesimpulan ... 68

2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut kelompok usaha pada

tahun 2000 dan 2003 ... 2

2. Daftar pembeli tapioka yang diproduksi oleh pengusaha tapioka di Bogor . 36 3. Standar mutu tapioka SNI 01-3451-1994 ... 41

4. Hasil analisis matriks IFE ... 56

5. Hasil analisis matriks EFE ... 58

6. Matriks CP ... 59


(11)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH

KABUPATEN BOGOR

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA H 24102071

Menyetujui, Juni 2006

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen


(14)

ABSTRAK

Kemas Buyung Fikry Wardhana H24102071. Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang Tengah, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen ubikayu. Desa di Bogor yang merupakan sentra ubikayu ialah Desa Karang Tengah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi industri kecil (IK) tapioka dalam persaingan industri, mengidentifikasi kondisi IK tapioka saat ini, mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka dan merumuskan strategi yang tepat bagi IK tapioka.

Proses pengumpulan data menggunakan metodologi Penelitian Aksi Partisipatif atau Participatory Action Research (PAR). Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan Resource Mapping. Data sekunder diambil dari instansi pemerintah dan pengambil kebijakan, serta sumber lainnya yang bersifat dokumenter.

Dalam input stage metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis lingkungan ekternal dan internal perusahaan melalui Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE) dan matriks

Competitive Profile (CP). Dalam matching stage, untuk mengetahui posisi perusahaan dalam menghadapi persaingan dianalisis menggunakan matriks IE dan SWOT. Dan pengambilan keputusan alternatif strategi menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Nilai pada matriks IFE 2,173, dengan kekuatan paling besar ditunjukkan oleh faktor iklim kerja yang baik (nilai 0,264), serta kelemahan terbesar diperoleh dari faktor mutu produk dan harga yang kurang bersaing (nilai 0,096). Nilai pada matriks EFE 2,321, peluang utama ialah faktor kurangnya ancaman dari produk pengganti (nilai 0,325) dan ancaman terbesar ialah faktor cuaca dan kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi (nilai 0,116).

Pada matriks CP diketahui bahwa nilai Desa Karang Tengah didasarkan pada faktor penentu keberhasilan 2,239. Desa Cibuluh mendapatkan nilai 2,830, desa Ciluar mendapatkan nilai 3,112 dan Desa Kadumangu mendapatkan nilai 3,383. Pada matriks IE, posisi perusahaan terletak pada sel 5 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi hold dan maintain, yang dalam pelaksanaannya terdapat strategi diversifikasi konsentrik, diversifikasi konglomerasi dan strategi pengembangan produk. Berdasarkan matriks QSP, nilai Total Atractive Score

(TAS) tertinggi terletak pada strategi penggunaan teknologi yang efisien (nilai 5,515).


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota pahlawan, Surabaya pada tanggal 30 Oktober 1984 dari pasangan Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Dalam pendidikan formal, dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMU, penulis menghabiskan di sebuah kota kecil di Jawa Timur, yaitu Mojokerto. Mengawali pada Taman Kanak-kanak Shandy Putera pada tahun 1989-1990, setelah itu penulis melanjutkan pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kranggan III dan lulus pada tahun 1996. Selepas dari Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 hingga tahun 1999. Lalu selepas itu penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Puri dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa pendidikan, penulis aktif mengikut kegiatan dan organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Pada waktu kuliah, penulis pernah aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa/Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM/MPM KM IPB) sebagai anggota komisi keuangan. Pada waktu di Fakultas pernah menjabat sebagai Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB periode 2003/2004, anggota komisi Internal DPM FEM IPB periode 2004/2005. Pada tataran ekstra kampus, pernah menjabat sebagai Staf Departemen Komunikasi Umat HMI Cabang Bogor periode 2004/2005 (ressufle), Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Bogor Komisariat FEM periode 2004/2005 dan Ketua Umum HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB 2005/2006 dan Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Surabaya dan Sekitarnya (Himasurya). Selain di kelembagaan kampus juga menjadi pegiat pada LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup yaitu Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILI-NGO Movement) melalui program Sahabat PILI.


(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya. Ungkapan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang Tengah Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sepenuhnya sadar akan banyaknya dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H Musa Hubeis, MS. Dipl. Ing, DEA dan Farida Ratna Dewi SE, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memotivasi, mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Hardiana Widiyastuti, S.Hut, MM yang telah bersedia menjadi penguji pada sidang skripsi, sehingga ujian sidang dapat terlaksana.

3. Seluruh staf pengajar Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

4. Kedua orang tuaku Kemas Abdul Rochim, MM dan Niken Lila Widyawati, S.Pd serta adik-adikku Oby dan Ica, yang telah mendoakan dan terus memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis. Semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk membalas semuanya.

5. Dhesy Purwandhany, yang tak pernah lelah untuk memberikan inspirasi dan perhatiannya selama proses skripsi.

6. Pusat Informasi Lingkungan Indonesia selaku LSM yang telah memberikan data dan informasi mengenai Desa Karang Tengah.

7. Mas Thomas dan Mas Bogel yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis penelitian ini.

8. Seluruh kawan-kawan di kelas Manajemen Angkatan 39 untuk warna-warni persahabatan, dan kerjasamanya selama 4 tahun kuliah di IPB.


(17)

9. Rini, Mimi, Novianti, Nani, Griselda, Ade Holis dan rekan-rekan di HMI khususnya HMI Komisariat FEM yang telah membantu dalam meringankan beban skripsi. Terima kasih banyak untuk semuanya.

10.Teman-teman Perumdos, Arya, Ihsan, Aghi, Gempar, Andri, Hendra, Nanto Denden, Mpu atas semua bantuannya.

11.Berbagai pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan masukan yang konstruktif, agar skripsi ini berguna bagi orang banyak, khususnya para pengusaha kecil yang bergerak di sektor pertanian. Semoga.

Bogor, Juni 2006


(18)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... . 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Definisi Industri kecil ... 6

2.2. Karakteristik dan Manfaat Tapioka ... 7

2.3. Definisi dan Konsep Perumusan Strategi ... 7

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 10

3.2. Pengambilan Contoh ... 12

3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 14

3.4. Definisi Operasional ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 18

4.1.1. Desa Karang Tengah ... 18

4.1.2. Karakteristik Tanaman Singkong dan Hubungannya Dengan Ekosistem Desa Karang Tengah ... 23

4.1.3. Sejarah Industri Kecil Tapioka ... 24

4.1.4. Profil Responden ... 26

4.1.5. Lokasi Industri Kecil Tapioka di Desa Karang Tengah ... 26

4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi ... 27

4.1.7. Proses Pembuatan Tapioka ... 30

4.1.8. Aspek Manajemen ... 33

4.2. Proses Perumusan Strategi... 37

4.2.1. Peumusan Strategi Industri Kecil Tapioka ... 37

4.2.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri... 49

4.2.3. Tahap Masukan... 55

4.2.4. Tahap Pencocokan ... 59

4.2.4.1. Matriks IE ... 59


(19)

4.2.5. Tahap Keputusan ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

1. Kesimpulan ... 68

2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(20)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut kelompok usaha pada

tahun 2000 dan 2003 ... 2

2. Daftar pembeli tapioka yang diproduksi oleh pengusaha tapioka di Bogor . 36 3. Standar mutu tapioka SNI 01-3451-1994 ... 41

4. Hasil analisis matriks IFE ... 56

5. Hasil analisis matriks EFE ... 58

6. Matriks CP ... 59


(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Model manajemen strategik ... 8 2. Kerangka pemikiran penelitian ... 12 3. Matriks IE ... 16 4. Pola distribusi poduk ekonomi dari Desa Karang Tengah ke luar daerah

ataupun sebaliknya... 22 5. Diagram alir pembuatan tapioka ... 33 6. Hasil Matriks IE ... 61


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Kuesioner penelitian ... 73 2. Profil responden ... 77 3. Penentuan bobot ... 78 4. Penentuan bobot faktor strategik internal IK tapioka

di Desa Karang Tengah... 79 5. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor internal industri ... 80 6. Penentuan bobot faktor strategik eksternal IK tapioka

di Desa Karang Tengah ... 82 7. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor eksternal industri ... 83 8. Penentuan rating ... 85 9. Penentuan rating strategik internal IK tapioka di Desa Karang Tengah ... 87 10. Hasil pengisian kuesioner penilaian rating faktor internal industri ... 88 11. Penentuan rating faktor strategik eksternal IK tapioka

di Desa Karang Tengah ... 90 12. Hasil pengisian kuesioner penelitian rating faktor eksternal industri ... 91 13. Kuesioner penelitian penentuan strategi terpilih dengan QSPM ... 93 14. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi

diversivikasi konsentrik ... 94 15. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi

diversivikasi konglomerasi ... 96 16. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi

pengembangan produk ... 98 17. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi

penggunaan teknologi yang efisien dalam proses produksi ... 100 18. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi

pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari

kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi ... 102 19. Hasil matriks QSP ... 104


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia yang terlalu menitikberatkan pada usaha ekonomi skala besar telah meletakkan ekonomi Indonesia pada krisis ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini. Sebagian besar bahan baku industri berskala besar di Indonesia masih bergantung kepada impor. Oleh karena itu ketika krisis ekonomi melanda, maka biaya bahan baku ikut melambung tinggi akibat nilai rupiah pada waktu itu terlalu berfluktuatif. Dengan ikut terpuruknya sektor perbankan dan meningkatnya bunga pinjaman, telah memperparah sektor usaha dari segi permodalan, khususnya industri berskala besar. Industri kecil memang turut terpengaruh dampak dari krisis tersebut, tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena sektor tersebut relatif sedikit menggunakan bahan baku impor.

Anggaran belanja pemerintah setiap tahunnya dianggarkan 93% untuk usaha berskala besar dan sisanya (7%) untuk usaha kecil menengah (Dinsi, 2004). Padahal pada tahun 2000-2003 peranan industri kecil menengah (IKM) dalam meningkatkan nilai tambah telah meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003, di sisi lain usaha berskala besar mengalami penurunan dari 45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003. Selain itu pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi usaha mikro dan kecil (UMK) sebesar 4,1%, usaha menengah tumbuh 5,1%, sedang usaha besar hanya tumbuh 3,5%. Pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah telah meningkatkan kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah untuk pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,37% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1% (Departemen KUKM, 2004).

Dari segi penyerapan tenaga kerja, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang lebih banyak menyerap tenaga kerja apabila dibandingkan dengan kelompok industri berskala besar. Hal tersebut menandakan bahwa kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sebuah jawaban bagi perekonomian Indonesia, sekaligus perlu


(24)

dikembangkan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah untuk membangun struktur perekonomian yang lebih berkeadilan bagi rakyat Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut kelompok usaha pada tahun 2000 dan 2003

No Skala Usaha 2000 2003 Pertumbuhan

1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK : unit)

62.856.765 (88,79%) 70.282.178 (88,43%) 7.425.413 (11,81%)

2 Usaha Menengah

(UM : unit)

7.550.674 (10,67%) 8.754.615 (11,02%) 1.203.941 (15,94%)

3 Usaha Besar

(UB : unit)

382.438 (0.54%) 438.198 (0,55%) 55.760 (14,58%)

Jumlah Tenaga Kerja 70.789.877

(100%)

79.474.991 (100%)

8.685.114 (12,27%)

Sumber: Departemen KUKM, 2004.

UMK umumnya memiliki keunggulan dalam bidang yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan padat karya, seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, dan restoran. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kelompok usaha yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap struktur PDB (16,89%) dan sektor tersebut didominasi oleh kelompok usaha kecil, maka sektor ini harus dikembangkan.

Dalam era otonomi daerah (otoda), masing-masing daerah berusaha untuk mengembangkan potensi daerahnya. Salah satu daerah yang mengembangkan potensinya adalah Kabupaten Bogor. Pengembangan UMKM dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen ubikayu (Hafsah, 2003).

Produsen ubikayu tersebar di tiap desa dari 10 kecamatan di wilayah Bogor, yaitu Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Klapanunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojonggede dan Kemang (Firdaus, 2002). Ubikayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan


(25)

yang prospektif untuk dikembangkan, baik sebagai bahan pangan, bahan baku industri maupun komoditi ekspor.

Dalam perspektif ekonomi, ubikayu (Manihot utilissima) juga mempunyai keunggulan. Ekspor ubikayu Indonesia dalam bentuk gaplek (keratan ubikayu yang dikeringkan), tepung gaplek, ataupun tepung tapioka cukup meyakinkan dan dapat bersaing, seperti gaplek Indonesia sangat terkenal di mancanegara, terutama di Masyarakat Eropa (ME), sehingga harganya mampu bersaing dengan produk sejenis dari beberapa negara di Afrika, juga dari India dan Thailand, yaitu rataan dengan harga 65-75 dollar AS/ton, dan meningkat sampai 130 dollar AS/ ton, padahal produk yang sama dari India, Thailand, dan negara-negara di Afrika, hanya mencapai 60 dollar AS/ ton dan tidak lebih dari 80 dollar AS/ton (Suriawiria, 2002).

Produksi ubikayu di kabupaten Bogor berada di atas rataan produksi nasional. Rataan produksi nasional berada pada 9,4 ton per hektar (Suriawiria, 2002), sedangkan di Kabupaten Bogor mencapai 18,9 ton per hektar (Hafsah, 2003). Hal tersebut menandakan bahwa, Kabupaten Bogor merupakan sentra ubikayu yang perlu dikembangkan.

Ditinjau dari perspektif ketahanan pangan, kondisi pangan di Indonesia masih dihadapkan pada ketergantungan kepada beras. Impor beras di tahun 1998, sebesar 5,8 juta ton dan 4 juta ton pada tahun 1999, serta rataan 2 juta ton/tahun, telah menjadikan Indonesia sebagai importir beras terbesar di dunia (Husodo, 2002). Dalam kondisi seperti ini, tepat kiranya apabila Indonesia menerapkan diversifikasi pangan dengan sumber daya lokal. Dalam diversifikasi pangan, ubikayu sangat potensial peranannya. Kandungan ubikayu atau ketela pohon atau ubikayu, mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi (32.4) dan kalori 567,0 dalam 100 g ubikayu. Maka ubikayu dapat dipakai sebagai pengganti beras (LIPI, 2006), atau dengan kata lain, ketergantungan pada beras harus sedikit demi sedikit dikurangi.

Salah satu produk olahan dari ubikayu adalah tepung tapioka yang dapat digunakan sebagai bahan makanan atau pakan ternak. Pembuatan tepung tapioka ini relatif sederhana, tidak memerlukan modal kerja dan


(26)

sumber daya manusia (SDM) yang terlalu banyak. Oleh karena itu, pada kegiatan produksi sampai pemasaran dapat digolongkan sebagai industri kecil (IK). IK tersebut diharapkan dapat mengangkat keadaan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja.

Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang merupakan salah satu lokasi produksi ubikayu dan IK tapioka (Veriasa, 2005), tetapi pengelolaannya masih belum optimal. Misalnya, jarang sekali UK tapioka yang menggunakan mesin dalam mengubah ubikayu menjadi tapioka, sehingga menyebabkan kuantitas produksinya kalah dengan UK tapioka di daerah lain yang menggunakan mesin dalam proses produksinya. Selain itu, produk olahan ubikayu berupa tapioka hanya dijual berupa tepung tapioka mentah dan ampas, padahal tapioka tersebut akan bernilai ekonomi lebih besar jika diolah lebih lanjut. Dari sisi SDM, desa Karang Tengah dapat dikatakan desa yang relatif tertinggal apabila dibandingkan dengan desa lain. Hal ini menyebabkan keterbatasan pengetahuan tentang pengolahan tapioka yang baik dan efisien secara ekonomi. Jika ditinjau secara lokasi, desa Karang Tengah tidaklah jauh dari kota Bogor maupun Jakarta sebagai pusat dari sumber daya teknologi yang dapat membantu mengangkat potensi IK tersebut, yang menjadi masalah ialah infrastruktur yang jelek telah mengakibatkan transportasi tidak lancar dan apabila menggunakan jasa transportasi, maka diperlukan biaya relatif besar (Veriasa, 2005).

Untuk memajukan IK tapioka di desa Karang Tengah diperlukan suatu strategi yang tepat dan benar agar dapat bertahan dan bersaing, sehingga nantinya akan menciptakan suatu nilai tambah produk, menciptakan sumber pendapatan bagi penduduk dan dapat berkontribusi terhadap negara melalui perannya sebagai UKM.

1.2. Perumusan Masalah

IK merupakan jawaban bagi kondisi perekonomian Indonesia yang terlalu menitikberatkan pada industri berskala besar, karena IK telah berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi Indonesia, baik melalui indikator pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto (PDB) maupun penyerapan tenaga kerja. Sebagai ilustrasi, sektor pertanian sebagian besar didominasi


(27)

oleh kelompok usaha kecil (UK), maka sektor ini perlu diperhatikan dan dikembangkan. Kabupaten Bogor yang merupakan sentra ubikayu dan produk olahannya, yaitu tepung tapioka sudah semestinya untuk mengembangkan hasil pertanian tersebut yang sebagian besar berasal dari UK.

Dari hal yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan masalah yang diteliti, yaitu :

1. Bagaimana kondisi dan posisi IK tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor ?

2. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor? 3. Rumusan strategi apakah yang tepat bagi IK tapioka di desa Karang

Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kondisi dan posisi IK tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor dalam persaingan industri.

2. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan strategi yang tepat bagi IK tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Industri Kecil

Pembahasan UKM mengenai pengelompokan jenis usaha meliputi usaha industri dan usaha perdagangan. Definisi usaha kecil mencakup paling tidak dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan atau kelompok perusahaan tersebut (Partomo dan Soejoedono, 2004).

Departemen KUMKM (2004) mendefinisikan UK sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

c. Milik Warga Negara Indonesia.

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan UM atau UB.

e. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum (termasuk koperasi). Selain itu, Industri ini memiliki total aset maksimal Rp 600 juta, termasuk rumah dan tanah yang ditempati dengan tenaga kerja dibawah 250 orang dikategorikan sebagai industri kecil (KADIN dalam Suhendar, 2002).

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang UK, kriterianya dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki, yaitu :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)


(29)

2.2. Karakteristik dan Manfaat Tapioka

Ubikayu (Manihot utilissima) disebut juga ubikayu atau ketela pohon, mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi, yaitu 32,4 dan kalori 567,0 dalam 100 g ubikayu. Dengan demikian ubikayu dapat dipakai sebagai pengganti beras. Aneka olahan dan bahan baku ubikayu cukup beragam, mulai dari makanan tradisional seperti makanan getuk, timus, keripik, gemblong, putu, dll. Produk olahan ubikayu dalam industri dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu hasil fermentasi ubikayu (tape/peuyem), ubikayu yang dikeringkan (gaplek) dan tepung ubikayu atau tepung tapioka. Tepung tapioka digunakan dalam industri makanan atau pakan ternak, dekstrin dan glukosa (gula). Dekstrin digunakan dalam industri tekstil, industri farmasi, atau industri lain. Sedangkan glukosa digunakan dalam industri makanan, dan industri kimia seperti etanol, dan senyawa organik lainnya (LIPI, 2006). Selain kegunaan tersebut, tapioka digunakan sebagai bahan baku kerupuk (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, 2003).

2.3. Definisi dan Konsep Perumusan Strategi

Manajemen strategik sangat dibutuhkan perusahaan untuk mengetahui posisinya pada suatu industri, dan selanjutnya merumuskan kebijakan yang tepat untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya guna mencapai tujuan perusahaan. Stephanie K. Marrus dalam Umar (2003) menyebutkan bahwa strategi ialah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dirgantoro (2004) mengartikan bahwa manajemen strategi sebagai suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan sesuai dengan lingkungannya. David (2003) mendefinisikan manajemen strategis sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi (pemasaran, keuangan, SDM, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, sistem informasi) yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Pearce dan Robinson (1997) mendefinisikan manajemen strategik sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang


(30)

menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan.

Perumusan strategi merupakan tahap yang harus dilalui dalam manajemen strategis sebelum tahap penerapan dan evaluasi strategi. Indentifikasi visi, misi dan tujuan merupakan awal yang harus dilalui dalam perumusan strategi, lalu mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal organisasi dalam menetapkan tujuan jangka panjangnya melalui perumusan strategi yang tepat. Proses manajemen strategi melingkupi proses perumusan, pelaksanaan dan evaluasi strategi (Gambar 1).

Feedback

Gambar 1. Model manajemen strategik (David, 2004)

Membuat pernyataan visi dan misi

Melakukan audit eksternal Membuat, mengevalu asi dan memilih strategi Melaksa nakan strategi isu-isu manajem en Melaksana kan strategi Isu-isu pemasaran, keuangan, akuntansi, litbang, dan SIM Melakukan audit internal Menetapkan tujuan jangka panjang Mengukur dan mengevalua si kinerja


(31)

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Kesenja (2005) menyatakan bahwa faktor yang menentukan permintaan tapioka kasar ialah faktor pendapatan usaha tapioka dan penawaran tapioka kasar. Penawaran tepung tapioka kasar adalah tersedianya tapioka kasar yang diproduksi oleh pengusaha tapioka kasar. Apabila faktor cuaca, harga dan permodalan tidak mendukung, maka produksi tapioka kasar akan berkurang untuk sementara waktu.

Firdaus (2002) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran koperasi tapioka sebagai perusahaan yang membeli tapioka kasar dari industri kecil tapioka kasar dan mengubahnya menjadi tapioka halus, menyatakan bahwa faktor yang menjadi peluang terbesar industri tapioka ialah potensi pasar yang besar dan tingginya permintaan tapioka. Industri pengolahan tapioka halus sebaiknya menerapkan strategi integrasi ke belakang dengan pengadaan unit bisnis tapioka basah, mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan diferensiasi produk, mengoptimalkan kegiatan penelitian dan pengembangan pasar untuk mendukung proses produksi dan produk-produk bermutu, mempertahankan dan meningkatkan volume penjualan dengan melakukan penetrasi pasar.

Purba (2002) menyatakan bahwa pendapatan IK tapioka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu skala usaha yang meliputi banyaknya tenaga kerja, besarnya modal dan jumlah produksi. Selain itu juga dipengaruhi oleh harga dan biaya usaha.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, penelitian tentang strategi IK tapioka kasar perlu untuk dilaksanakan, agar industri tapioka khususnya di Desa Karang Tengah memiliki daya saing.


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

IK tapioka perlu dikembangkan, karena berbasis sumber daya lokal, yaitu ubikayu, sedikit banyak akan menyerap tenaga kerja di sekitarnya dan berkontribusi positif terhadap perekonomian negara. Upaya untuk mengembangkan IK tersebut memerlukan strategi yang tepat. Langkah pertama mengetahui secara rinci tentang gambaran industri tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Dengan mengetahui gambaran industri, dapat digambarkan misi dan tujuan organisasi. Misi merupakan pernyataan yang menyebutkan mengapa perusahaan harus ada, sedangkan tujuan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh perusahaan. Misi dan tujuan memiliki kedudukan penting, karena keduanya dapat menuntun agar strategi yang dikembangkan dapat sesuai dengan misi dan tujuan akhir perusahaan.

Langkah berikutnya menganalisis lingkungan internal dan eksternal dari industri tapioka. Lingkungan internal dapat digambarkan dengan kekuatan dan kelemahan industri, sedangkan analisis eksternal direfleksikan oleh peluang, ancaman industri, ketersediaan lahan di desa tersebut dan dampak pengembangan IK tapioka terhadap lingkungan perdesaan (batasan-batasan pengembangan, misalnya intensifikasi atau ekstensifikasi).

Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan utama pesaing dalam hubungannya dengan posisi strategis industri. Pengidentifikasian tersebut dijabarkan dalam matriks Competitive Profile (matriks CP). Perbandingan tersebut dapat memberikan informasi relevan tentang strategi internal yang penting. Tahap selanjutnya memadukan antara analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri dalam bentuk analisis

Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT). Dengan analisis SWOT dapat dikembangkan 4 tipe strategi, yaitu strategi kekuatan dan peluang (SO), kelemahan dan peluang (WO), kekuatan dan ancaman (ST), serta kelemahan dan ancaman (WT). Selanjutnya memposisikan suatu


(33)

perusahaan ke dalam matriks yang terdiri dari 9 sel yang disebut matriks Internal Eksternal (IE).

Keluaran dari alternatif strategi tersebut akhirnya dipilih strategi yang terbaik melalui matriks Quantitative Strategic Planning Matrix

(QSPM). Output matriks QSPM berbentuk skor. Skor tertinggi merupakan prioritas utama untuk diterapkan, sehingga dihasilkan umpan balik yang akan dipertimbangkan dalam penentuan visi dan misi berikutnya. Dengan dipilihnya strategi terbaik dan manfaat dari IK tapioka sebagai penyedia lapangan kerja bagi masyarakat, maka diharapkan IK tapioka di desa Karang Tengah dapat bersaing dengan IK berbahan baku ubikayu lain maupun yang sejenis di daerah lain, sehingga pada gilirannya dapat mensejahterakan masyarakat disekitarnya.


(34)

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian 3.2. Pengambilan Contoh

Penelitian ini diadakan di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor yang merupakan sentra produksi tapioka di wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2006.

Menurut Sugiyono (1999), jumlah responden pada penelitian deskriptif paling tidak sebnyak 10% dari jumlah populasi atau 20% untuk jumlah populasi yang sedikit. Jumlah pengusaha tapioka kasar di Desa Karang Tengah sebanyak 40 UK. Oleh karena itu, contoh yang diambil sebanyak tujuh. Yang akan dijadikan responden pada penelitian ini ialah

IK yang dikembangkan : - berbasis bahan baku lokal - banyak menyerap tenaga kerja

berpengaruh positif terhadap negara (pendapatan dari pajak)

IK tapioka

Misi, visi dan tujuan organisasi

Analisis lingkungan internal

Analisis lingkungan eksternal

Analisis SWOT Matriks IE

Penentuan strategi alternatif terbaik melalui matriks QSPM

Identifikasi kekuatan dan kelemahan pesaing (matriks CP)


(35)

para pengusaha tapioka (7 orang), pengambil kebijakan (2 orang) dan pengusaha pengolahan tapioka halus (2 orang).

Proses pengumpulan data menggunakan metodologi Penelitian Aksi Partisipatif (PAP) atau Participatory Action Research (PAR), yaitu sebuah metode yang melibatkan dan sekaligus mendorong masyarakat mengenali potensi dan permasalahan (usaha kecil ubikayu) yang ada di desa sehingga masyarakat berinisiatif untuk melakukan tindakan penyelesaian masalahnya sendiri.

Penelitian Aksi Partisipatif (PAP) ini akan melalui beberapa tahapan yaitu tahap pra kondisi, tahap pengumpulan data dan tahap validasi data. Tahap pra kondisi dimulai dengan merancang proses dimana masyarakat terlibat dalam penelitian ini. Berikutnya, sosialisasi akan dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tujuan penelitian serta manfaatnya bagi masyarakat.

Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu :

1. Wawancara langsung dengan obyek penelitian alat bantu kuesioner (Lampiran 1) kepada para pengusaha tapioka dan pihak yang terkait dalam penelitian ini.

2. Focus Group Discussion (FGD), yaitu diskusi kelompok terfokus yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri tapioka. 3. Resource Mapping adalah kajian lapang bersama masyarakat untuk

memetakan potensi dan permasalahan sumber daya (ubikayu). Sedangkan data sekunder diambil dari instansi pemerintah dan pengambil kebijakan, yang berkaitan dengan penelitian seperti Depperindag, BPS, Pemkab Bogor, Pemerintah Desa maupun Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) sebagai LSM yang selama ini menjadikan desa Karang Tengah sebagai desa binaan.

Tahap validasi data adalah sebuah proses untuk melakukan cross check dan verifikasi kebenaran data yang telah dikumpulkan. Proses ini mengunakan metode Focus Group Discussion (FGD), yaitu diskusi


(36)

kelompok terfokus yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri tapioka. Secara umum, data pada penelitian ini ialah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan grafik sedangkan data kualitatif akan dijelaskan secara deskriptif.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data

Proses penentuan strategi dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap pengumpulan data atau input stage, tahap pencocokan atau matching stage dan terakhir adalah tahap pengambilan keputusan atau decision stage. Rincian dari proses penentuan strategi adalah :

a. Pengumpulan Data

Pada tahap ini, data yang diambil berkaitan dengan visi, misi, tujuan organisasi, faktor internal industri, yaitu kelemahan dan kekuatan industri, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman industri. Data aspek internal organisasi digali dari beberapa fungsional dan dapat dikontrol oleh perusahaan seperti aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan produksi/operasi. Sedangkan data dari aspek eksternal dikumpulkan untuk menganalisis peubah yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan seperti aspek ekonomi, sosial budaya, hukum, stabilitas politik, teknologi dan data eksternal lainnya. Hal ini penting, karena faktor eksternal akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan.

Data tentang faktor internal akan dirumuskan dalam sebuah matriks yang dinamakan matriks IFE dan data tentang faktor eksternal akan dirumuskan dalam matriks EFE. Selain itu juga akan dipergunakan matriks CP yang berguna untuk mengetahui posisi industri kecil tapioka di Desa Karang Tengah dengan industri lain yang sejenis di desa lain berdasarkan faktor penentu keberhasilan tertentu.

b. Pencocokan Data

Tahap pencocokan data merupakan tahap dimana terdapat usaha untuk mengkombinasikan antara sumber daya internal dengan peluang


(37)

dan risiko yang terdapat pada faktor-faktor eksternal. Pada tahap ini digunakan perangkat berikut :

a. Analisis SWOT

Analisis ini merupakan model untuk merumuskan alternatif strategi yang dikombinasikan dari data internal dan eksternal organisasi. Alternatif strategi tersebut ialah strategi kekuatan-peluang (strategi SO) strategi peluang (strategi WO), strategi kelemahan-ancaman (strategi WT) dan strategi kekuatan-kelemahan-ancaman (strategi ST). Penjabaran dari alternatif strategi adalah :

i. Strategi SO : strategi untuk mengerahkan segala kekuatan organisasi dalam merebut peluang yang terjadi di eksternal organisasi (strategi ofensif).

ii. Strategi WO : strategi untuk meminimalkan kelemahan dalam merebut peluang yang ada (strategi defensif atau konsolidasi). iii. Strategi WT : strategi meminimalkan kelemahan agar terhindar

dari ancaman eksternal (strategi diversifikasi).

iv. Strategi ST : strategi ini diterapkan dengan mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk mengatasi ancaman yang ada (strategi diferensiasi).

b. Matriks IE

Matriks IE menempatkan suatu organiasi ke dalam 9 sel, yang didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu X dan total EFE yang diberi bobot pada sumbu Y. Pada sumbu X matriks IE, total nilai IFE yang dibobot dari 1,0 - 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai 2,0 - 2,99 dianggap sedang, sedangkan nilai 3,0-4,0 dianggap kuat. Demikian pula dengan sumbu Y, total nilai EFE diberi bobot dari 1,0-1,99 dianggap rendah, nilai 2,0-2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0-4,0 dianggap tinggi.


(38)

4,0 Kuat (3,0-4,0) 3,0 Rataan (2,0-2,99) 2,0 lemah (1,0-1,99) 1,0

Tinggi 3,0 - 4,0

3,0 Sedang 2,0 - 2,99

2,0 Rendah 1,0 - 1,99 1,0

Gambar 3. Matriks IE (David, 2003) c. Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini, strategi alternatif terbaik akan diputuskan melalui metode QSPM. Metode tersebut secara obyektif menunjukkan strategi alternatif yang paling baik karena metode QSPM menggunakan masukan dari analisis tahap pertama yaitu tahap masukan dan hasil analisis tahap pencocokan (David, 2004). Beberapa langkah untuk mengembangkan QSPM adalah :

1) Membuat daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan kekuatan/kelemahan internal kunci dari perusahaan di kolom kiri QSPM

2) Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal

3) Memeriksa matriks-matriks pada tahap pencocokan dan mengenali strategi alternatif yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diterapkan.

4) Menentukan Nilai Daya Tarik atau Atractiveness Score (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu. 5) Menghitung Total Nilai Daya Tarik atau Total Atractiveness Score

(TAS) I (Strategi Intensif) II (Strategi Intensif) III (Hold dan Maintain)

IV (Strategi Intensif)

V

(Hold dan Maintain)

VI (Harvest dan

Divestiture)

VII (Hold dan Maintain)

VIII (Harvest dan Divestiture) IX (Harvest dan Divestiture)


(39)

6) Menghitung jumlah Total Nilai Daya Tarik (TAS). Jumlah TAS mengungkapkan strategi yang paling menarik dari masing-masing rangkaian alternatif.

3.4. Definisi Operasional

Pada penelitian ini digunakan beberapa istilah yang akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Diversifikasi Konglomerasi adalah strategi untuk menambah produk baru dan tidak terkait dengan produk atau jasa lama.

b. Diversifikasi Konsentrik adalah strategi untuk menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait dengan produk atau jasa lama.

c. Focus Group Discussion (FGD) adalah diskusi kelompok terfokus yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Matriks Competitive Profile (CP) adalah matriks yang digunakan untuk mengidentifikasi pada pesaing utama perusahaan mengenai kekuatan dan kelemahan utama mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis perusahaan.

e. Matriks External Factor Evaluation (IFE) adalah matriks yang digunakan untuk mengevaluasi faktor eksternal industri.

f. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) adalah matriks yang digunakan untuk mengevaluasi faktor internal industri.

g. Matriks Internal External adalah matriks yang bertujuan untuk memposisikan perusahaan kedalam matriks yang terdiri dari sembilan sel.

h. Matriks SWOT adalah matriks yang menghasilkan beberapa alternatif strategi seperti strategi SO (ofensif), WO (defensif/konsolidasi), ST (diferensiasi), dan WT (diversifikasi).

i. Matriks Quantitative Strategic Planing adalah matriks yang digunakan untuk menentukan kemenarikan relatif dari pelaksanaan strategi alternatif.

j. Participatory Action Research (PAR) adalah metode yang melibatkan sekaligus mendorong masyarakat mengenali potensi dan


(40)

permasalahannya, sehingga memiliki inisiatif untuk melakukan tindakan penyelesaian masalahnya sendiri.

k. Resource Mapping adalah kajian lapang bersama masyarakat untuk memetakan potensi dan permasalahan sumber daya (ubikayu).


(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1. Desa Karang Tengah

Desa Karang Tengah terletak didalam wilayah administratif kecamatan Babakan Madang kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dan merupakan desa yang paling luas se-kecamatan Babakan Madang dari sembilan desa yang ada, yaitu 28.590 m2. Kondisi wilayah desa Karang Tengah sangat beragam mulai dari daerah dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian mencapai 1.529 m dari permukaan laut. Batas-batas desa Karang Tengah adalah sebagai berikut, sebelah utara berbatasan dengan desa Hambalang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Bojong Koneng, sebelah barat berbatasan dengan desa Sumur Batu dan sebelah timur berbatasan dengan desa Cibadak. Secara administratif wilayah, desa Karang Tengah terbagi atas 3 Dusun dan 11 RW. Wilayah ini dibagi lagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yakni 45 RT, yang menyebar di 13 kampung.

Desa Karang Tengah didalamnya terdapat sebagian kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) yang termasuk hutan dataran rendah dan merupakan wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat I. Taman Wisata Alam Gunung Pancar ini mempunyai luas 447,5 Ha dan berbatasan langsung dengan:

Sebelah Utara : Kampung Ciburial, Sukamantri dan Leuwigoong Sebelah Timur : Kampung Cimandala

Sebelah Selatan : Cibimbing, Bojong Koneng

Sebelah Barat : Kampung Karang Tengah dan Tegal Luhur. Kekayaan keanekaragaman hayati dan hutan yang dimiliki kawasan TWAGP menjadi sangat penting sebagai pendukung fungsi-fungsi hidrologis di daerah tangkapan air dan daerah penyangga kawasan. Manfaat sebagai penyediaan air, baik untuk


(42)

kebutuhan air minum maupun untuk pengairan bagi pertanian masyarakat, menjadi sangat vital jika keutuhan lanskap hutan terganggu. Sedikitnya ada beberapa anak sungai yang mengalir dari beberapa mata air yang ada di kawasan TWAGP. Anak-anak sungai itu ada yang mengalir ke Sungai Cimandala dan menyatu dengan Sungai Ciherang, selanjutnya bermuara ke Sungai Citeureup. Ada lagi mata air dari atas Kampung Leuwigoong yang menjadi anak sungai, lalu sebagian menyatu dengan Sungai Ciherang dan sebagian lagi ke Sungai Cipanas dan menyatu ke Sungai Cikeruh terus bermuara di Sungai Citeureup. Sebagian lagi mata air yang berasal dari atas Kampung Karang Tengah, membentuk anak Sungai Cibarengkok dan bersama anak-anak sungai kecil lain menyatu menjadi sungai kecil Cimalaya, yang kemudian menyatu dengan Sungai Ciparigi mengalir ke Sungai Cikeruh dan bermuara ke Sungai Citeureup.

Sementara di daerah Kampung Wangun dan daerah sekitar Kampung Karang Tengah bagian Timur, tepatnya di kawasan pegunungan di banyak terdapat mata air yang kemudian menjadi anak sungai kecil dan menyatu ke Sungai Cibadak, seterusnya bertemu dengan Sungai Cijanggel yang berasal dari wilayah Kecamatan Jonggol (sebelah Timur Kec. Babakan Madang), dan bermuara di Sungai Cileungsi. Dua sungai besar yang berasal dari kawasan Gunung pancar ini yang kemudian menyatu menjadi sungai Ciliwung, dan terus ke Jakarta dan bermuara di Laut Jawa.

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat ialah sebagai petani, yang menggunakan lahan kawasan Perhutani RPH Babakan Madang, karena kebanyakan lahan masyarakat telah dijual ke pihak asing, baik itu untuk perumahan ataupun yang masih berupa lahan tidur. Selain itu masyarakat desa Karang Tengah juga berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang ojek, buruh kasar, pegawai negeri dan swasta (sangat sedikit). Para pengrajin seperti pengrajin bambu dan kayu sangat sedikit.


(43)

Jumlah penduduk saat ini adalah 12.830 jiwa, (laki-laki 6.385 jiwa dan perempuan 6.545 jiwa), dengan jumlah Kepala Keluarga 7.561 KK (BPS Bogor, 2005). Mutu sumber daya manusia di desa Karang termasuk rendah, hal itu dikarenakan kurangnya keinginan masyarakat untuk mengenyam pendidikan, sulitnya sarana transportasi ke kota sebagai pusat pendidikan, dan orang tua yang mengharuskan anak-anaknya pada usia sekolah untuk membantu mengangkat ekonomi keluarga dengan bekerja.

Desa Karang Tengah kaya akan potensi ekonomi, baik itu berupa benda fisik yang akan habis bila ditambang terus menerus seperti pasir dan batu. Selain itu, kaya akan sayur-mayur, palawija, dan buah-buahan yang semuanya itu tumbuh dengan subur. Barang– barang yang dihasilkan dijual ke Citeureup dan sebagian ke Jakarta. Masyarakat menjualnya melalui tengkulak, sehingga harganya sangat murah. Padahal kebutuhan yang didatangkan dari luar lebih banyak dan mahal. Hal ini cenderung menyebabkan masyarakat melakukan pembukaan lahan di kawasan Perum Perhutani dan pihak Wana Wisata Indah selaku pengelola taman wisata di Gunung Pancar, dan hal itu tidak dapat dibendung oleh instansi terkait.


(44)

Jakarta Desa Karang Tengah Pasar Citeureup/Bogor Tengkulak Barang yang dijual dari desa Karang Tengah : Pasir Rebung Pisang Batu Pecah Pandan Wangi Sirih Nangka Kunyit Lengkuas Bakung Tapioka Bawang Kacang Pete Talas Daun Salam Pepaya Jagung Durian Daun Ubikayu Kelapa Ubi Kambing Barang yang dijual ke desa Karang Tengah : Shampo Sabun mandi Pakaian BBM Minyak sayur Barang elektronik Sikat ijuk Motor Mobil Mie Ikan asin Daging Sandal Sepatu sepeda Perhiasan Obat-obatan Tepung Bahan bangunan

Gambar 4. Pola distribusi poduk ekonomi dari Desa Karang Tengah ke luar daerah ataupun sebaliknya.

Terdapat permasalahan desa yang secara tidak langsung merupakan suatu hubungan sebab-akibat sekaligus berpengaruh terhadap perkembangan industri kecil tapioka. Permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Rusaknya Sarana dan Prasarana Yang Ada

Hampir semua sarana yang ada di desa Karang Tengah rusak, sehingga menyulitkan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Contoh yang paling nyata adalah rusaknya jalan desa yang memanjang dari pangkal desa sampai ke ujung. Bahkan di bagian ujung desa belum ada jalan yang dapat di lewati kendaraan roda empat. Pada saat musim hujan tiba kondisi jalan semakin parah, kerusakan terutama di sebabkan oleh pengangkutan batu dari lereng gunung Pancar, yang setiap harinya bisa mencapai puluhan truk pengangkut batu. Beratnya muatan tidak sebanding dengan kondisi jalan yang ada,


(45)

sehingga menyebabkan kondisi jalan semakin parah dan memprihatinkan. Kondisi tersebut menyebabkan terhambatnya akses pengusaha tapioka terhadap pasar, sumber permodalan dan sebagainya.

2. Lemahnya SDM

Mutu SDM di Karang Tengah umumnya masih rendah, karena sebagian besar berpendidikan rendah. Hal tersebut disebabkan karena mereka kesulitan dalam masalah biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya, karena hasil yang ada dari bertani hanya cukup untuk makan saja dan kesadaran pentingnya pendidikan masih rendah. Lemahnya SDM di desa Karang Tengah menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan SDA yang mereka miliki secara optimal. Ubikayu sebagai hasil alam dari desa Karang Tengah misalnya, dalam meningkatkan nilai tambah hanya dijadikan tapioka dan onggok (ampas) secara tradisional. Padahal hasil olahan dari ubikayu sangat beragam.

3. Rusaknya lingkungan

Kerusakan lingkungan ini banyak terjadi di Gunung Pancar yang masih termasuk dalam wilayah administratif desa Karang Tengah. Banyak hutan yang gundul akibat ditebang oleh masyarakat. Masyarakat yang hidup dalam ketidakcukupan, terpaksa menebang hutan dan mengambil kayunya untuk dijual. Selain itu, dalam mengembangkan usaha tapioka, masyarakat terkadang tidak mengindahkan aspek-aspek lingkungan.

4.1.2. Karakteristik Tanaman Ubikayu dan Hubungannya Dengan Keadaan Ekosistem Desa Karang Tengah.

Desa Karang Tengah merupakan desa yang sebagian wilayahnya terdiri dari hutan dataran tinggi dan perbukitan yang sudah dalam keadaan kritis dan sudah harus dikonservasi. Adanya lahan kritis tersebut dikarenakan banyaknya aktivitas penggundulan hutan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang belum


(46)

mengerti akan fungsi hutan dalam ekosistem dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab lainnya. Pembukaan lahan oleh masyarakat sekitar hutan bertujuan untuk membuka ladang sebagai tempat bercocok tanam. Tanaman yang ditanam berupa ubikayu, pepaya, durian, pisang dan sebagainya. Erosi merupakan persoalan yang serius pada areal Gunung Pancar sebagai bagian wilayah administratif Desa Karang Tengah. Pada sebagian kecil tetapi penting dari lahan yang berada di areal Gunung Pancar merupakan lereng-lereng yang curam, tanah yang mudah longsor dan penggunaan tanah yang tidak tepat dapat mengakibatkan erosi. Karena ubikayu bersifat khas dalam kemampuan tumbuhnya pada kondisi tanah yang tidak menguntungkan, maka ubikayu cenderung merupakan tanaman utama pada tanah-tanah semacam itu.

Menurut Falcon, et al (1986), ubikayu merupakan tanaman yang mempunyai karakteristik tertentu yang menyebabkan tanaman ini mempercepat erosi, terutama pada daerah cukup curam dengan curah hujan cukup tinggi. Pertama, terbatasnya daun-daun yang menutupi selama pertumbuhan awal menyebabkan tingginya daya tumbuk air hujan langsung mencapai tanah. Kedua, menyangkut tanah yang bergerak saat dipanen. Selain itu ubikayu juga menyerap unsur hara yang banyak yang juga dapat mengurangi mutu tanah dan dapat menyebabkan erosi atau bahkan longsor. Oleh karena itu, penanaman ubikayu oleh pengusaha tapioka yang merangkap sebagai petani ubikayu di daerah yang curam seperti di sebagian wilayah Gunung Pancar perlu dihindari. Untuk mengganti pasokan bahan baku dari daerah tersebut maka bahan baku dapat dipasok dari wilayah lain.

4.1.3. Sejarah IK Trapioka

IK tapioka sudah dijalani oleh penduduk desa Karang Tengah sejak dekade 60-an dan usaha tersebut berada dalam skala rumah tangga. Sebagian rumah tangga menjadikan UK ini sebagai mata pencaharian pokok dan sebagian lagi sebagai sampingan. Apabila


(47)

sedang tidak bekerja sebagai pengusaha tapioka karena faktor cuaca atau faktor yang lain, maka sebagian pengusaha tersebut bekerja sebagai petani ladang. Tanaman yang ditanam antara lain ubikayu, jagung, pisang dan sebagainya.

Para pengusaha tapioka ini memiliki sebuah pabrik tempat mengolah ubikayu menjadi tapioka yang disebut penggilingan. Penggilingan ini tersebar di seluruh desa, dan rata-rata setiap RW mempunyai kurang lebih 5 penggilingan, namun tidak seluruh RW terdapat penggilingan tapioka. Alasan yang menyebabkan pengusaha menekuni usaha ini diantaranya karena tersedianya bahan baku, satu-satunya usaha yang bisa dilakukan dan dapat memberikan tambahan penghasilan bagi keluarganya.

IK tapioka masih menggunakan alat-alat tradisonal dalam merubah input (ubikayu) menjadi output (tapioka), seperti saringan saripati perasan ubikayu masih berasal dari kain bekas, penggiling ubikayu yang berasal dari kayu, tempat penjemuran tapioka basah yang masih terbuat dari bambu dan sebagainya. Implikasi dari itu semua, dalam merubah input menjadi output usaha kecil tapioka tersebut sangat mengandalkan tenaga manusia.

Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha merupakan usaha milik sendiri dan tidak memiliki badan hukum. Pengelolaan usaha ini dilakukan secara berkelompok. Biasanya satu penggilingan dikelola oleh tiga sampai lima orang pengusaha, tergantung besar kecilnya skala produksi. Usaha kecil ini belum pernah melakukan kemitraan dengan pihak lain yang nantinya dapat berfungsi untuk meningkatkan produksinya, mengontrol harga, memperluas daerah pemasaran, membantu permnodalan dan sebagainya. Namun pada saat ini baru saja didirikan Koperasi Desa Karang Tengah yang nantinya dapat membantu pengusaha tapioka dalam memajukan usahanya, hanya saja koperasi tersebut belum bekerja sebagaimana mestinya.


(48)

Selain menjual produk olahan ubikayu berupa tapioka, pengusaha tapioka juga menjual ampas dari ubikayu setelah diperas yang disebut onggok. Produk sampingan tersebut biasanya digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku saos dan sebagainya. Harga jual produk sampingan tersebut sekitar Rp 800-Rp 1.000/kg atau kurang lebih 30 % dari harga jual tapioka.

4.1.4. Profil Responden

UK tapioka di desa Karang Tengah saat ini berjumlah kurang lebih 40 unit, dengan rataan 5 unit dari setiap RW. Dalam hal ini diambil satu contoh dari setiap RW yang terdapat usaha tapioka dengan alasan sampel tersebut dapat mewakili populasi pengusaha tapioka yang terdapat di desa Karang Tengah serta melibatkan pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan Pemerintah Desa (termasuk di dalamnya Tim Desa) sebagai responden untuk mengetahui kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan usaha kecil tapioka di desa Karang Tengah. Selain itu dimasukkan pihak pabrik pengolahan tapioka yang berperan sebagai pembeli dari pengusaha tapioka untuk mengetahui keadaan industri tapioka di desa lain.

Usaha tapioka sebagian besar dikelola oleh pria dewasa dan remaja. Umur pengusaha tapioka berkisar 25-55 tahun. Rataan pengusaha tapioka tidak tamat sekolah, pendidikan paling tinggi ialah tamatan SD. Dalam operasinya, industri tapioka ini menggunakan tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga. Oleh karena itu, usaha ini merupakan usaha yang turun-temurun.

Tenaga kerja industri tapioka merupakan tenaga kerja borongan. Yaitu tenaga kerja yang diupah berdasarkan satu kali pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Pendapatan pekerja berkisar antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kuintal tapioka.

4.1.5. Lokasi Industri Tapioka di Desa Karang Tengah

Industri tapioka tersebar di seluruh RW di Desa Karang Tengah, rata-rata di setiap RW terdapat kurang lebih lima usaha


(49)

tapioka. Lokasi industri tapioka ini sebagian terletak di lahan sendiri dan sebagian lain menumpang di lahan milik PT. Sentul dan Perum Perhutani. Para pengusaha tapioka tidak memiliki tanah untuk menjadi lokasi produksi, karena pada dekade lalu sebagian telah dijual dalam rangka pembebasan tanah yang disebabkan perluasan komplek perumahan Bukit Sentul. Hal tersebut diijinkan oleh PT. Sentul, tetapi apabila nantinya akan diadakan perluasan bangunan perumahan, maka pengusaha tapioka harus memindahkan penggilingan ke tempat yang lain.

Dalam memilih tempat produksi, pengusaha tapioka memilih tempat yang relatif dekat dengan sungai, agar suplai air dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, faktor jarak dengan pasar merupakan hal yang dipertimbangkan, karena berpengaruh terhadap ongkos angkut dari penggilingan ke tempat tapioka dipasarkan. Ongkos angkut tapioka berkisar Rp 10.000-Rp 15.000/kw, tergantung dari jarang tempuh yang diperlukan. Sekali angkut ke pasar biasanya berkisar antara 3-5 kw.

4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi

Pada aspek teknis dan teknologi dibahas bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan tapioka. Selain itu dibahas mengenai teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan tapioka, meliputi peralatan-peralatan yang digunakan. a. Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Ketersediaan bahan baku dan bahan penunjang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan proses produksi, karena apabila bahan baku dan bahan penolong tidak tersedia, maka proses produksi tapioka tidak dapat berlangsung. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan tapioka adalah ubikayu sedangkan bahan penolong yang diperlukan ialah air bersih, pemutih (Sulfur Dioksida) dan minyak solar.


(50)

1) Ubikayu

Bahan baku pembuatan tapioka adalah ubikayu. Ubikayu yang bermutu baik mempunyai ciri keras, masa panen 11-12 bulan dan apabila dipatahkan akan terasa apakah ubikayu tersebut banyak mengandung butiran aci. Penggunaan ubikayu yang bermutu baik berpengaruh nyata terhadap mutu tapioka. Apabila ubikayu yang digunakan baik maka hasilnya akan lebih banyak tapioka yang dihasilkan. Ubikayu yang ditanam di daerah Karang Tengah rawan serangan hama yang menyerang bagian umbi tanaman yang oleh masyarakat disebut ku’uk atau Pseudo Cocidae. Ubikayu dipasok para petani yang menanam ubikayu di daerah Sukabumi, Kedung Halang, Karang Tengah dan sebagainya. Ubikayu yang didapatkan oleh para pengusaha tapioka sudah berupa ubikayu kupasan. Harga dari ubikayu berkisar 550-650/kg tergantung dari mutunya dan banyaknya suplai. Menurut Ouwueme dalam Falcon et al. (1986), tanpa memperhatikan sistem penanamannya, ubikayu akan tumbuh dengan baik bila ditanam pada waktu curah hujan yang lebat, karena tanaman dapat bertoleransi dengan kekeringan kecuali pada periode dini pertumbuhannya. Musim penghujan pada tahun lalu (2005) berlangsung pada bulan September- Mei dan para petani ubikayu menanam ubikayu pada bulan Februari-April. Oleh karena itu, dengan memperhatikan bahwa umur ubikayu berkisar antara 11-12 bulan, maka panen akan terjadi pada bulan Januari-April dan hal tersebut berimbas pada harga tapioka.

Para pengusaha tapioka mendapatkan ubikayu dari para petani serta ada juga yang melalui tengkulak dengan cara berhutang dan baru akan dibayar setelah ubikayu yang menjadi tapioka telah terjual. Tetapi ada juga yang dibayar


(51)

pada saat penyerahan barang, hal tersebut tergantung pada kecukupan modal.

2) Air

Air merupakan bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan tapioka. Pada industri tapioka ini sebagian mengambil air sungai yang telah diendapkan dan sebagian mengambil dari mata air. Kebersihan air merupakan hal yang penting dalam pembuatan tapioka. Semakin bersih dan jernih air yang digunakan maka tapioka yang dihasilkan akan semakin putih dan bersih. Hal tersebut merupakan peubah yang menentukan mutu tapioka. Dinding bak untuk menampung air ada yang langsung dari semen, tapi ada juga yang dilapisi plastik. Untuk yang dilapisi plastik akan lebih tahan lama sekitar 4-5 hari dan untuk yang hanya dilapisi semen, air hanya bertahan 2 hari.

3) Pemutih

Pemutih atau Sulfur Dioksida kerap dibutuhkan untuk merubah tapioka agar dapat menjadi lebih putih dan tidak berbau apek akibat tapioka telah disimpan agak lama (beberapa hari). Peran pemutih disini bukanlah sesuatu yang dilarang, tatapi terkadang dianjurkan oleh pabrik sebagai pembeli. Harga dari pemutih tersebut 35.000/kg. Satu kwintal tapioka membutuhkan sekitar 2 sendok makan pemutih (kurang lebih 20 g).

4) Solar

Solar digunakan sebagai bahan bakar dari mesin yang digunakan untuk menyaring tapioka dari tapioka kasar menjadi tapioka halus. Harga solar di pasaran saat ini Rp 4.300 per liter di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) resmi. Tidak semua usaha tapioka di Desa Karang Tengah ini menggunakan mesin, sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia dalam proses produksinya.


(52)

b. Peralatan Dalam Industri

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tapioka dikelompokkan menjadi peralatan pembangkit tenaga, peralatan pendukung, peralatan pengolah.

1) Peralatan pembangkit tenaga

Peralatan pembangkit tenaga dipergunakan dalam menghasilkan tenaga dalam pengoperasian peralatan mekanik lainnya. Peralatan tersebut ialah motor solar yang

digunakan untuk menggerakkan alat penyaringan/pengayakan tapioka yang oleh pengusaha tapioka disebut gobegan.

2) Peralatan pendukung

Peralatan pendukung yang digunakan dalam industri tapioka ialah ember plastik untuk menampung tapioka yang telah diparut, pipa air untuk menyalurkan air dari sungai atau mata air ke bak tempat penampungan air atau dari bak penampungan air ke tempat penyaringan. Plastik untuk melapisi bak tempat menampung air. Kegunaan lapisan plastik ialah agar lebih tahan lama dalam penyimpanan air. Alat pendukung berikutnya ialah tampah yang digunakan untuk menjemur tapioka yang masih basah, dan yang terakhir ialah rak bambu untuk menjemur onggok.

3) Peralatan pengolah

Peralatan pengolah yang digunakan ialah parutan, yang berfungsi memarut ubikayu menjadi halus. Kain pemeras digunakan untuk menyaring ubikayu yang sudah diparut dengan bantuan air.

4.1.7. Proses Pembuatan Tapioka

Untuk memperoleh tepung tapioka yang bermutu tinggi, dipilih ubikayu dari jenis yang baik dan tidak mempunyai rasa pahit. Di samping itu, ubikayu yang akan proses ialah ubikayu yang dicabut pada hari itu juga atau masih dalam keadaan segar. Ubikayu


(53)

yang disimpan selama 2 hari atau terlalu lama, akan menyebabkan terjadi perubahan warna menjadi hitam akibat kerja enzim

polifenolase yang terdapat dalam lendir daging ketela, yang mengakibatkan sarinya akan berkurang (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, 2003). Pembuatannya mengikuti prinsip berikut :

1. Pengupasan

Daging ubikayu dipisahkan dari kulit dengan cara pengupasan. Selama pengupasan dilakukan sortasi bahan baku dengan pemilihan ubikayu yang bagus. Ubikayu yang jelek dipisahkan dan tidak diikutkan pada proses berikutnya.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara meremas-remas ubikayu di dalam bak berisi air, untuk memisahkan kotoran yang menempel pada ubikayu.

3. Pemarutan

Umbi-umbi yang sudah dikupas dan dicuci selanjutnya ialah diparut, ini menghasilkan bubut atau parutan yang berisi zat tepung atau serat . Parut yang digunakan ada dua, yaitu :

a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya. Ubikayu segar kupasan digiling diantara drum berputar (dipasangi pisau parut).

b. Parut semi mekanis, yang digerakkan dengan generator. 4. Pemerasan/Ekstraksi

Dengan bantuan air, residu berserabut itu disaring dan meninggalkan cairan semacam susu yang mengandung aci dan air pencuci. Ada dua cara untuk melakukan pemerasan yaitu: a. Pemerasan bubur ubikayu dengan menggunakan kain saring.

lalu diremas-rernas dengan penambahan air Cairan yang diperoleh berupa pati yang ditampung di dalam ember atau bak kayu atau semen. Beberapa kilogram bubuk parutan itu


(54)

ditempatkan di dalam kain, air dituangkan dan campuran itu diremas-remas dengan tangan. Penyaringan dilakukan menggunakan air yang cukup sampai air saringan jernih untuk memisahkan butir tepung pati dari ampas.

b. Pemerasan bubur ubikayu dengan saringan goyang (sintrik). Bubur ubikayu diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. sementara saringan tersebut bergoyang, ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 5-6 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan siap dikeringkan.

6. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig yang diletakkan di atas rak-rak bambu. Biasanya penjemuran dilakukan pada pukul 07.00-14.00 atau tergantung cuaca. Bila cuaca kurang baik, misalnya hujan, maka penjemuran dilakukan berkali-kali dan lebih dari satu hari. Tapioka yang bermutu baik ialah tapioka yang melalui proses penjemuran selama satu hari. Apabila lebih dari satu hari, akan timbul warna hitam akibat aktivitas mikroba yang dapat menyebabkan turunnya mutu tapioka.

7. Penepungan

Tapioka kering yang masih kasar selanjutnya dihaluskan lagi melalui saringan. Setelah proses penepungan, produknya disebut tapioka halus.

Dalam pembuatan tapioka tersebut terdapat produk sampingan yang disebut ampas atau onggok. Untuk produk sampingan, ampas yang dihasilkan dikumpulkan pada tempat tertentu, lalu dibentuk menjadi bulat-bulat. Selanjutnya dijemur pada tempat penjemuran tertentu yang biasanya sudah diatur. Penjemuran tersebut memakan


(55)

waktu 1-4 minggu tergantung pada cuaca. Setiap 7 kw ubikayu dihasilkan kurang lebih 50 kg onggok.

Ubikayu Segar

Pengupasan Kulit dan Pencucian

Pemarutan dan Penyaringan

Penambahan air Pengambilan pati dan pemerasan

Pengendapan dan pencucian

Pembuangan dan penghilangan air

Pengeringan

Penepungan

Tapioka

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tapioka 4.1.8. Aspek Manajemen

Aspek manajemen memegang peranan yang penting dalam kelangsungan suatu usaha. Penerapan manajemen yang profesional


(56)

diharapkan dapat membantu IK untuk dapat bersaing dan selanjutnya tumbuh menjadi usaha menengah atau usaha skala besar.

Kegiatan usaha perlu mengkombinasikan fungsi-fungsi manajemen seperti produksi/operasi, keuangan, SDM, pemasaran agar sumber daya perusahaan seperti manusia, modal, peralatan dapat difungsikan secara maksimal dan selanjutnya diharapkan IK tersebut dapat meningkatkan nilai tambah yang dimilikinya.

a. Permodalan

Modal yang diperlukan untuk mendirikan sebuah penggilingan kurang lebih Rp 30-80 juta. Modal tersebut digunakan untuk membeli alat-alat produksi, tanah, bahan bangunan dan sebagainya. Modal tersebut diperoleh dari dana swadaya dan pengusaha tapioka belum pernah memperoleh bantuan modal dari pemerintah ataupun dari lembaga keuangan. b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha kecil tapioka meliputi kegiatan pencarian bahan baku, penyortiran, pencucian, penggilingan, penjemuran, pengepakan, pengangkutan dan pemasaran. Kegiatan mulai dari pencarian bahan baku sampai dengan pemasaran diperlukan sekitar 4-10 tenaga kerja. Pekerja satu dengan pekerja lain tidak mempunyai tugas khusus dalam kegiatan produksi, tetapi dalam pencarian bahan baku dan pemasaran diperlukan tenaga kerja yang khusus karena tenaga kerja tersebut biasanya sudah mempunyai nama di tataran para pemasok ubikayu dan di pasar. Tenaga kerja yang dipakai yaitu laki-laki dewasa, anak-anak dan perempuan. Tenaga kerja perempuan biasanya bertugas untuk menjemur tapioka basah. Upah untuk tenaga kerja hingga menjadi tapioka basah sebesar Rp 5.000- Rp 6.000/kw, sedangkan untuk menjemur tapioka basah upahnya sebesar Rp 3.500 – Rp 4000/kw. Tenaga kerja yang dipakai dalam industri tapioka ini pada umumnya masih merupakan kerabat atau tetangga dekat dengan pemilik


(57)

penggilingan. Pemilik penggilingan yang merangkap sebagai pengusaha tapioka lebih suka memakai tenaga kerja yang masih tergolong kerabat atau tetangga karena lebih fleksibel dalam penggajian tenaga kerja, waktu kerja dan lebih akrab dalam hubungan kerja.

Dalam industri tapioka ini memakai sistem borongan dalam pemakaian tenaga kerja, yaitu sampai menjadi tapioka kering atau sampai menjadi tapioka basah yang siap dijemur. Dalam sistem pembayaran upah menggunakan dua sistem, yaitu tenaga kerja akan dibayar jika tapioka telah terjual atau langsung dibayar sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem penggajian sistem bagi hasil digunakan proporsi yang sama rata baik dengan pemilik maupun dengan pekerja yang lain. Waktu kerja dalam industri ini sangat fleksibel, yaitu 13 jam sehari dan 7 hari seminggu.

c. Struktur Organisasi

Struktur kerja dalam IK pada umumnya masih sangat sederhana, begitu juga dalaam industri tapioka ini. Pemilik modal biasanya juga merangkap sebagai pengelola dan karyawan. Keputusan strategis dilakukan oleh pemilik modal yang merangkap sebagai pengelola.

d. Pemasaran

Kotler (1999) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial dimana manusia baik individu maupun kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan nilai dengan individu kelompok lainnya. Pemasaran tapioka dilakukan oleh seseorang yang telah dipercaya oleh pemilik UK tapioka dan biasanya dilakukan juga oleh pemilik sendiri. Tapioka dari Desa Karang Tengah ini dipasarkan pada beberapa pembeli, seperti Koperasi Tapioka Ciluar (KOPTAR) dan beberapa pabrik yang berlokasi di Ciluar yang untuk selanjutnya dikemas lebih rapi, diberi


(58)

merek dan dijual ke pabrik tekstil, kerupuk di kota lain di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama pabrik tersebut tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar pembeli tapioka yang diproduksi oleh pengusaha tapioka di Bogor

Nama Pabrik Produk Merek

PT Kujang Semua Jenis Tapioka Kujang

PT Setia Semua Jenis Tapioka Kupu-Kupu

PT Benteng Tapioka Super dan nomor Satu Dua Lombok

Liaow Cui Kang Tapioka Super Orang T ani

Liaow Liong Yap Tapioka Super Pak Tani

PT Dua Udang Tapioka Nomor Satu Dua Udang

Nagamas Semua Jenis Tapioka Nagamas

KOPTAR Semua Jenis Tapioka Anak Satu

Tepung Tapioka KOPTAR

Arifin Makmur Semua Jenis Tapioka -

CV Bambu Kuning

Tapioka nomor Satu dan nomor Dua Bambu Kuning

Sumber:Firdaus, 2002

Pengusaha tapioka dalam memasarkan produknya cenderung memilih pabrik yang memberikan harga jual produk paling tinggi diantara pabrik lainnya. Pengusaha tapioka terlebih dahulu berkeliling dari pabrik ke pabrik untuk menemukan pabrik yang memberikan harga jual paling tinggi. Dalam penentuan harga jual dilakukan tawar-menawar antara pihak pengusaha tapioka dan pabrik, tetapi harga awal ditentukan oleh pabrik. Apabila terdapat kecocokan harga, dilakukan transaksi, tetapi jika terdapat ketidakcocokan harga maka pengusaha tapioka membawa kembali tapiokanya dengan harapan besok dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.


(1)

Lanjutan Lampiran 17.

Faktor Internal Attractive Score No.

Ancaman

Rataan (R1-R4/4) 1. Kurangnya peranserta dari

pemerintah.

3 3 3 3 3 2. Hambatan masuk industri relatif

rendah.

2 2 2 2 2 3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 1 1 2 1,5 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli

yang tinggi

4 4 4 4 4 5. Tidak adanya kelembagaan yang

mendukung industri tapioka.

4 4 4 4 4 6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan

informasi

2 2 4 3 2,75


(2)

Lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi.

Faktor Internal Attractive Score

No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4) 1. Kontrol yang relatif mudah terhadap

perusahaan

4 4 4 4 4 2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 3 3 3 3 3 3. Iklim kerja yang baik 4 3 4 3 3,5 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja

3 4 4 3 3,5 5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan

pasar

3 3 3 3 3

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 3 2 3 2 2,5 2. Terbatasnya modal. 2 2 2 2 2 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing.

3 3 4 4 3,5 4. Sebagian lokasi industri menggunakan

lahan pihak lain.

2 2 2 2 2 5. Penggunaan teknologi masih minim. 4 4 4 4 4 6. Pencatatan keuangan masih sederhana. 2 2 2 2 2 7. Kesadaran pengembalian pinjaman

pada sebagian pengusaha dan masyarakt yang relatif rendah.

1 2 2 2 1,75

8. Rusaknya infrastruktur 2 2 2 2 2 Faktor Eksternal

No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

4 4 4 4 4 2. Kondisi ekonomi yang stabil 3 3 3 3 3 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk.

3 3 3 3 3 4. Kurangnya ancaman dari produk

pengganti.

4 4 4 4 4

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.


(3)

Lanjutan lampiran 18.

Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi.

Faktor Internal Attractive Score

No

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4) 2. Hambatan masuk industri relatif

rendah.

2 3 3 2 2,5 3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 2 2 2 2 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli

yang tinggi

1 1 1 1 1 5. Tidak adanya kelembagaan yang

mendukung industri tapioka.

2 2 3 2 2,25 6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan

informasi

2 2 2 2 2


(4)

Lampiran 19. Hasil matriks QSP

Critical Success Factor Strategi Diversifikasi Konsentris Strategi Diversifikasi Konglomerat Strategi Pengembangan Produk Strategi Penggunaan teknologi yang efisien Strategi Membangun kelembagaan No. Kekuatan Bobot

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS 1. Kontrol yang relatif mudah

terhadap perusahaan 0,066 3,75 0,248 3,5 0,231 3 0,198 3 0,198 4 0,264 2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 0,081 3 0,243 4 0,324 3,5 0,284 3,25 0,263 3 0,243 3. Iklim kerja yang baik 0,081 3,25 0,263 4 0,324 4 0,324 3 0,243 3,5 0,284 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 0,061 3 0,183 3,5 0,214 3,25 0,198 2,75 0,168 3,5 0,213 5. Kedekatan lokasi perusahaan

dengan pasar 0,051 1,75 0,089 3 0,153 3 0,153 2,75 0,140 3 0,153

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 0,086 1,75 0,151 2 0,172 1,25 0,108 2 0,172 2,5 0,215 2. Terbatasnya modal. 0,096 1 0,096 1,25 0,12 1,25 0,12 1,25 0,12 2 0,192 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing. 0,096 3 0,288 2 0,192 3 0,288 4 0,384 3,5 0,336 4. Sebagian lokasi industri

menggunakan lahan pihak lain. 0,081 1,75 0,142 2 0,162 1,75 0,142 2,5 0,202 2 0,162 5. Penggunaan teknologi masih

minim. 0,081 2 0,162 1,5 0,1215 2 0,162 3 0,243 4 0,324 6. Pencatatan keuangan masih

sederhana. 0,051 2 0,102 2 0,102 1,75 0,089 2,5 0,128 2 0,102 7. Kesadaran pengembalian pinjaman

sebagian pengusaha dan masyarakt


(5)

Lanjutan Lampiran 19.

8. Rusaknya infrastruktur 0,081 2 0,162 2 0,162 1,25 0,101 3 0,243 2 0,162

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti

nutrisi beras. 0,081 2,5 0,203 2 0,162 2 0,162 3 0,243 4 0,324 2. Kondisi ekonomi yang stabil 0,075 3,25 0,244 3,75 0,281 3 0,225 3,25 0,244 3 0,225 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 0,064 3 0,192 4 0,256 3,25 0,208 2,5 0,16 3 0,192 4. Kurangnya ancaman dari produk

pengganti. 0,087 2 0,174 2,25 0,196 2 0,174 3 0,261 4 0,348

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari

pemerintah. 0,116 2 0,232 1,25 0,145 2 0,232 3 0,348 2 0,232 2. Hambatan masuk industri relatif

rendah. 0,069 3,25 0,224 2 0,138 3 0,207 2 0,138 2,5 0,173 3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 0,081 2 0,162 2 0,162 2 0,162 1,5 0,121 2 0,162 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli

tinggi 0,116 3,25 0,377 1,5 0,174 3,75 0,435 4 0,464 1 0,116 5. Tidak adanya kelembagaan yang

mendukung industri tapioka. 0,11 3 0,33 2 0,22 3,5 0,385 4 0,44 2,25 0,248 6. Kurangnya sarana telekomunikasi

dan informasi 0,087 2 0,174 2 0,174 2 0,174 2,75 0,239 2 0,174 7. Faktor cuaca 0,116 3 0,348 1 0,116 3 0,348 1 0,116 1,25 0,145


(6)