C. 2. Dinamika Etnosentrisme Partisipan selama Menjalani Perkawinan Campur

145

V. C. 2. Dinamika Etnosentrisme Partisipan selama Menjalani Perkawinan Campur

Individu akan merespon segala bentuk pengalaman baru yang mereka alami. Secara umum individu akan menerima apa yang menguntungkan dan menolak apa yang merugikan. Proses penolakan dan penerimaan individu terhadap terjadi sebagai dampak akulturasi. Dalam penelitian ini, proses akulturasi yang dialami partisipan adalah proses selama menjalani perkawinan campur. Menurut Kim dalam Mulyana, 2005 kontak langsung secara terus menerus dengan lingkungan yang baru akan menimbulkan perubahan aklturatif. Hogg 2003 juga mengatakan kalau kontak dapat menimbulkan perubahan dalam pola pikir dan perilaku individu. Kemana arah perubahan ini, tidak dapat ditentukan secara pasti. Menurut Berry 2002, langkah mana yag dipilih individu tergantung pada bebrapa faktor seperti: usia, taraf pendidikan, lingkungan, tingkat ekonomi, tingkat kemiripan budaya, dan tingkat dominan budaya baru. Ketiga partisipan dalam penelitian ini, walaupun berasal dari lingkungan yang sama, nemun memiliki beberapa karakteristik berbeda, seperti usia, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal yang baru. Hal ini menimbulkan pola akulturasi yang berbeda dintara ketiganya. Berikut dinamika etnosentrisme yang terjadi sebagai akibat akulturasi yang mereka alami: Universitas Sumatera Utara 146 Tabel 8 Dinamika Etnosentrisme Partisipan II Selama Menjalani Perkawinan Campur No. Komponen Gambaran 1. Alasan Melakukan Perkawinan Campur  Cinta  Pasangan terlanjur hamil 2. Lingkungan dan Interaksi Sosial  Tinggal di lingkungan mayoritas beretnis Jawa dan Batak Karo  Berbahasa Indonesia dengan istri, keluarga istri dan tetangga  Tidak berani mengunjungi orang tua  Mengunjungi orang tua setelah anak pertama lahir  Berbahasa Tionghaa dengan orang tua ketika mengunjungi mereka  Pergi menginap di rumah sahabat ketika merasa tidak nyaman di rumah 3. Nilai-Nilai Kekeluargaan  Merasa sedih ketika dianggap sebagai anak durhaka  Tidak lagi menjalankan adat kebiasaannya dulu ketika masih memeluk agama Khong Hu Cu, seperti sembahyang, Imlek dan Ceng Beng setelah menjadi muallaf  Tidak dapat melaksanakan upacara perkawinan dengan adat Tionghoa  Tidak merasa berkewajiban kewajibannya sebagai seorang muslim, seperti shalat dan puasa  Merindukan masa-masa ketika ia berkumpul bersama keluarganya pada saat Imlek 4 Sikap terhadap Budaya Pasangan dan Etnis lain  Berniat mempelajari bahasa Jawa agar mengerti pembiacaraan keluarga dan tetangganya  Menganggap orang Jawa boros karena tidak suka menabung Universitas Sumatera Utara 147  Menganggap orang Batak kasar, karena tetangganya yang beretnis Batak sering berteriak dan saling memaki. 5 Stress Akulturasi  Sangat sedih karena dianggap sebagai anak durhaka oleh orang tua dan bibinya  Sedih karena satu-satunya kerabat yang menghadiri pesta perkawinannya adalah adiknya.  Mengalami kesulitan berinteraksi dengan tetangga yang biasa menggunakan bahasa Jawa dan Karo  Menjadi pengangguran karena dipecat dari pekerjaannya atas perintah ayahnya  Merasa dianggap rendah oleh mertuanya, mertua turut campur dalam rumah tangganya.  Tidak bisa melaksanakan Ma Gwe pada anaknya  Tidak dapat melakukan ritual pemberian nama Tionghoa pada anaknya  Takut anaknya akan memiliki tabiat buruk karena lingkungan yang buruk  Mengalami kebingungan identitas masih merasa dirinya orang Tionhoa, namun tidak menjalankan adat Tionghoa. 6 Strategi Akulturasi  Tidak melarang anaknya melakukan perkawinan campur  Tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim  Belum mengenal budaya Pasangan, dan tidak menjalankan adat Tionghoa  Pasrah menerima nasibnya yang merasa tertekan tinggal bersama mertua dan berharap memiliki rumah sendiri sehingga ia bisa menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarg Universitas Sumatera Utara 148 Tabel 9 Dinamika Etnosentrisme Partisipan II Selama Menjalani Perkawinan Campur No. Komponen Gambaran 1. Alasan Melakukan Perkawinan Campur  Bertanggung jawab meneruskan marga keluarga  Usia semakin tua  Takut tidak memiliki keturunan  Mecemaskan hari tua tanpa adanya keluarga 2. Lingkungan dan Interaksi Sosial

II. a. Rumah I menyewa dari seseorang beretnik Padang