A. ETNOSENTRISME A. 1. Definisi Etnosentrisme

19 II. A. ETNOSENTRISME II. A. 1. Definisi Etnosentrisme Menurut Sumner dalam Lubis, 1999, manusia pada dasarnya adalah seorang individualistik yang cenderung mengikuti naluri biologi untuk mementingkan diri sendiri, sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistik pertentangan. Kerjasama antara individu dalam masyarakat umumnya bersifat antagonistic cooperation. Akibatnya manusia mementingkan diri dan kelompoknya sendiri karena menganggap folkways nya lebih baik dari pada orang atau kelompok lain. Lahirlah rasa in group atau we groups yang berlawanan dengan rasa out group yang bermuara pada etnosentrisme. Individu menilai kelompok lain berdasarkan pada budayanya, khususnya dalam hal bahasa, perilaku, adat, dan agama. Sikap in group pada umumnya mempunyai faktor simpati dan solidaritas yang tinggi, serta selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota kelompoknya. Sedangkan sikap terhadap out group selalu ditandai dengan antagonisme dan antipati. Perasaan in group dan out group merupakan suatu dasar sikap yang oleh JBAF Mayor Polak disebut sebagai etnosentrisme Hariyono, 1993. Menurut Harris 1985, etnosentrisme merupakan kecenderungan bahwa individu menganggap kelompoknya lebih baik dibandingkan kelompok lain yang dianggap liar, inhuman, menjijikkan bakan tidak rasional. Universitas Sumatera Utara 20 Pandangan di atas walaupun dijelaskan secara antropologis tapi cukup menjelaskan adanya in group dan out group. Dari sudut pandang Psikologi Sosial, etnosentrisme dapat dijelaskan oleh beberapa ahli yang akan muncul berikut ini: Menurut Coleman dan Cressey 1984 orang yang berasal dari suatu kelompok etnis cenderung melihat budaya mereka sebagai yang terbaik. Kecenderungan ini disebut sebagai etnosentrisme, yaitu kecenderungan untuk memandang norma dan nilai yang dianut seseorang sebagai hal yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk menilai dan mengukur budaya lain. Zastrow dalam Lubis, 1999 mengatakan bahwa setiap kelompok etnis memiliki keterikatan etnis yang tinggi melalui etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai suatu yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Etnosentrisme membimbing para anggota kelompok untuk memandang kebudayaan mereka sebagai yang terbaik, terunggul daripada kebudayaan lainnya. Etnosentrisme juga menyebabkan prasangka yang memandang kelompok lain sebagai orang barbar, kafir, dan tidak mempunyai peradaban. Levine dan Campbell dalam Scott, 1998 mendefinisikan etnosentrisme sebagai sikap atau pandangan dimana nilai-nilai yang berasal dari budaya sendiri digunakan untuk menilai budaya lain yang memiliki nilai-nilai yang berbeda. Individu menilai budayanya secara objektif dan secara otomatis menggunakannya untuk memandang budaya lain salah, inferior atau tidak bermoral. Universitas Sumatera Utara 21 Taylor, Peplau dan Sears 2000 menyatakan bahwa etnosentrisme mengacu pada suatu kepercayaan bahwa in group nya lebih baik atau superior dari pada out group. Hal ini dapat mempengaruhi evaluasi yang dilakukan anggota kelompok tersebut sebagai individu. Hogg 2003 menambahkan bahwa etnosentrisme melibatkan atribusi internal dan eksternal. Individu yang etnosentris akan menilai hal-hal positif pada in group dan hal-hal negatif pada out group secara internal. Sebaliknya, hal-hal negatif pada in group dan hal-hal positif pada out group akan diatribusi secara eksternal. Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa etnosentrisme adalah kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang terbaik dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme ini melibatkan atribusi internal dan eksternal yang menciptakan jurang pemisah dengan kebudayaan lain, sehingga tidak memungkinkan terjadinya komunikasi dan kontak sosial yang harmonis.

II. A. 2. Pembentukan Etnosentrisme Karena etnosentrisme merupakan salah satu bentuk sikap, maka