B. 3. Nilai-Nilai Kekeluargaan Etnis Tionghoa Familiisme

29 Dari sinilah Konfusius beranggapan bahwa orang yang ”liar” akan menjadi beradab apabila ia mengikuti tradisi yang diciptakannya. Bangsa yang ”liar” akan menjadi beradab apabila telah menganut ajarannya. Semua bangsa di luar Cina yang belum menganut ajarannya dianggap sebagai bangsa yang liar. Oleh karena itu, Cina yang sudah menganut ajarannya adalah bangsa yang beradab. Dari sinilah muncul anggapan bahwa sebagai bangsa yang beradab, melahirkan rasa superior pada bangsa Cina. Sedangkan bangsa yang belum beradab adalah bangsa yang inferior. Anggapan ini muncul demikian ekstrim karena keyakinannya yang begitu kuat bahwa tradisi yang diciptakannya adalah sangat sempurna, sehingga orang yang mengkuti ajarannya akan sempurna pula Hariyono, 1993; Lubis; 1999.

II. B. 3. Nilai-Nilai Kekeluargaan Etnis Tionghoa Familiisme

Menurut Hariyono 1993 nilai-nilai kekeluargaan dalam etnis Tionghoa sangat dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme. Konfusianisme mengajarkan agar segala sesuatu dilakukan dan ditujukan pada kepentingan keluarga baik nuclear family keluarga inti maupun extended family. Ada kalanya extended family berperan sebagai social control terhadap nilai-nilai yang dijalankan oleh keluarga inti. Nilai-nilai ini berkaitan dengan nilai tentang rasa hormat, etos kerja, perkawinan, nilai-nilai pemujaan kepada leluhur, sebutan kekeluargaan dan penggunaan nama keluarga. Secara umum, nilai-nilai ini terbagi atas: 1. Seorang anak harus berbakti kepada orang tua Hao Dalam keluarga Tionghoa, ayah mempunyai peranan dan kekuasaan yang besar. Selain sebagai pemimpin keluarga, ia juga menjadi Universitas Sumatera Utara 30 pemimpin dalam upacara pemujaan pada leluhurnya. Semua anggota keluarga harus menghormatinya. Ayah berhak merendahkan bahkan mengusir bahkan mengucilkan anak yang tidak menghormatinya. Konfusius mengajarkan bahwa setiap anak harus menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua dengan berbagai macam cara. Apabila orang tuanya masih ada, ia harus dapat merawat dan menyenangkannya. Apabila mereka telah tiada, ia harus melakukan pemujaan sebagai rasa baktinya. Segala hal yang dilakukan untuk menyenangkan dan merawat mereka tentunya memerlukan banyak biaya. Untuk itu si anak diwajibkan untuk bekerja keras, seperti kutipan perkataan Konfusius berikut dalam Hariyono, 2003: ”Meskipun ayah dan ibumu telah meninggal dunia, tetapi kalau kamu dapat bekerja dengan baik, hal ini akan mengharumkan nama baik kedua orang tuamu, dan segala cita-citamu dapat tercapai. Sebaliknya, bila kamu tidak bekerja dengan baik, maka akan memberi aib bagi kedua orang tuamu, dan kamu tidak akan mencapai cita-citamu.” Oleh Konfusius ajaran ini disebut sebagai sebagai `hubungan segitiga`, yaitu hubungan antara Konfusianisme, keluarga, dan kerja. Hubungan ini mempunyai kaitan erat satu sama lainnya yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Hubungan segitiga dalam ajaran Konfusianisme Keluarga Konfusius Kerja Universitas Sumatera Utara 31 Secara umum ada lima cara yang menunjukkan rasa bakti anak kepada orang tuanya: a. Harus menunjukkan rasa hormat pada orang tua b. Harus menyenangkan orang tua c. Merasa cemas ketika orang tua sakit d. Menunjukkan rasa duka cita mendalam ketika berkabung e. Penyelengarakan suatu upacara harus meriah. 2. Pemujaan kepada leluhur Pemujaan terhadap leluhur merupakan tindak lanjut dari rasa hormat anak pada orang tua. Pemujaan ini dapat dilakukan dalam bentuk upacara tradisional dengan cara menyembahyangi abu leluhur yang biasanya diwariskan pada anak sulung laki-laki. Biasanya upacara ini dilaksanakan pada saat Imlek tahun baru Cina, Ceng Beng ziarah ke makam leluhur, Cit Gwee sembahyang arwah yang tidak disembahyangkan keluarganya dan hari-hari lainnya. 3. Nama keluarga Penggunaan nama keluarga marga akan menimbulkan rasa in group feeling yang kuat antara sesama anggota keluarga, karena memberikan identitas tersendiri sebagai bagian dari suatu kelompok. 4. Sebutan kekeluargaan Sebutan kekeluargaan pada etnis Tionghoa juga menimbulkan in group feeling yang kuat antara sesama anggota keluarga Universitas Sumatera Utara 32 II. C. PERKAWINAN CAMPUR II. C. 1. Definisi Perkawinan Campur