A. DESKRIPSI DATA A. 1. Partisipan I Feng

48 IV. A. DESKRIPSI DATA IV. A. 1. Partisipan I Feng Wawancara dengan dilakukan selam lima kali di rumah tetangga partisipan dan dilakukan pada: 1. Jumat, 23 Februari 2007 2. Selasa 26 Februari, 2007 3. Sabtu, 7 April 2007 4. Sabtu, 14 Aril 2007 5. Jumat, 18 Mei 2007 Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan I No. Dimensi Partisipan Pasangan 1. Inisial Feng Wati 2. Pekerjaan Buruh bangunan tidak tetap Ibu rumah tangga 3. Usia ketika kawin campur 22 tahun 19 tahun 4. Etnis Tionghoa Jawa 5. Agama -Sebelum kawin campur -Setelah kawin campur Kong Hu Cu Islam Islam Islam 6. Pendidikan SMA SMA 7. Urutan dalam keluarga Anak ke dua dari empat bersaudara Anak pertama dari enam bersaudara 8. Usia perkawinan. Tujuh tahun 9. Masa pacaran satu tahun setelah dua minggu berkenalan 10. Jumlah anak Dua orang 11. Kondisi lingkungan -Sebelum kawin campur -Selama kawin campur Mayoritas beretnis Tionghoa Mayoritas beretnis Jawa dan Karo 12. Status tempat tinggal Tinggal bersama mertua 13. Alasan kawin campur Cinta, pasangan terlanjur hamil. Universitas Sumatera Utara 49 Feng adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Feng lahir dan dibesarkan dalam sebuah lingkungan yang mayoritas penduduknya beretnis Tionghoa. Sebelum melakukan perkawinan campur, sama seperti ke dua orang tuanya, Feng juga menganut agama Khong Hu Cu. Setiap hari, Feng tidak pernah lupa menjalankan kewajibannya untuk menyembahyangi leluhurnya, baik di kelenteng maupun di rumah. Karena masalah biaya, Feng hanya mengenyam pendidikan sampai jenjang SMA. Setelah lulus SMA, Feng bekerja di toko perabotan rumah tangga. Biasanya, pulang kerja, Feng tidak langsung pulang ke rumah. Ia menghabiskan waktu di cafe bersama teman-temannya. Di tempat ini lah akhirnya ia berkenalan dengan Wati, wanita beretnis Jawa, yang kini menjadi istrinya. Selama berpacaran, Feng tidak pernah mengenalkan Wati pada orang tuanya, padahal ia sudah dikenalkan pada keluarga Wati. Feng tidak berani melakukannya karena yakin orang tuanya pasti menentang hubungan mereka. Setelah setahun berpacaran, tanpa restu orang tuanya, Feng nekat menikahi Wati. Awalnya Feng tidak mau mengatakan alasan kenekatannya itu. Akhirnya Feng mengakui kalau ia dan Wati terlanjur melakukan hubungan seksual. Wati dan orang tuanya mendesak Feng untuk segera menikahinya. Tidak ada jalan lain bagi Feng. Seminggu sebelum menikah, Feng terpaksa meninggalkan agamanya dan menjadi muallaf sebagai syarat perkawinannya. Perkawinan kemudian dilangsungkan di rumah mertuanya dengan menggunakan adat Jawa. Pada saat itu satu-satunya kerabat Feng yang hadir hanya adiknya. Universitas Sumatera Utara 50 Selama menjalani perkawinan campur, banyak perubahan yang dialami oleh Feng. Lingkungan tempat tinggal Feng yang sekarang jauh berbeda dari lingkungan sebelumnya. Saat ini ia tinggal bersama keluarga istrinya di lingkungan yang mayoritas penduduknya beretnis Jawa dan Batak Karo. Feng mengalami kesulitan beradaptasi di lingkungannya yang baru. Masalah pertama yang dihadapinya adalah perbedaan bahasa. Sehari-hari para tetangganya berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan Karo, padahal ia sama sekali tidak mengerti bahasa mereka. Selain itu Feng merasa perannya sebagai kepala rumah tangga tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena campur tangan mertuanya. Mertuanya mengambil perannya sebagai ayah dalam mendidik anak- anaknya. Mertuanya juga mengatur pengeluaran dan pemasukan dalam rumah tangganya. Feng sadar itu semua terjadi karena statusnya yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Sejak melakukan perkawinan campur banyak harapan-harapan Feng yang belum terwujud. Keinginan Feng untuk melaksanakan perkawinannya dengan adat Tionghoa tidak terpenuhi karena masalah biaya. Feng juga tidak dapat melakukan upacara Ma Gwe upacara satu bulan setelah anak lahir ketika kedua putranya lahir. Ia bahkan tidak dapat memberikan nama Tionghoa pada anaknya, karena ritual pemberian nama tersebut tidak dapat dilaksanakan setelah ia menjadi muallaf. Feng juga merasa ia tidak memiliki kesempatan untuk mengenalkan budaya Tionghoa pada kedua putranya. Satu-satunya harapan Feng yang terwujud adalah maaf dari ke dua orang tuanya. Setelah putra pertamanya lahir, mereka memaafkan Feng, menerima Universitas Sumatera Utara 51 kehadiran Feng beserta istri dan anaknya. Kini, jika Imlek tiba, Feng selalu mengajak istri dan kedua putranya mengunjungi kedua orang tuanya. Namun, Feng tidak pernah mengajak mertuanya, demikian juga ketika Lebaran tiba, orang tua Feng juga tidak pernah datang ke rumahnya. Saat ini, tidak lagi memikirkan masalah penyesalan karena menikah terlalu dini. Ia ingin rumah tangganya berjalan dengan baik. Ia ingin memiliki rumah sendiri, dengan demikian ia bisa menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga.

IV. A. 2. Partisipan II Lie