a. Rumah I menyewa dari seseorang beretnik Padang b. Rumah II menyewa dari seseorang beretnik Tionghoa c. Interaksi dengan Keluarga Pasangan

148 Tabel 9 Dinamika Etnosentrisme Partisipan II Selama Menjalani Perkawinan Campur No. Komponen Gambaran 1. Alasan Melakukan Perkawinan Campur  Bertanggung jawab meneruskan marga keluarga  Usia semakin tua  Takut tidak memiliki keturunan  Mecemaskan hari tua tanpa adanya keluarga 2. Lingkungan dan Interaksi Sosial

II. a. Rumah I menyewa dari seseorang beretnik Padang

 Mayoritas tetangga beretnis Tionghoa  Tidak pernah berinteraksi dengan tetangga  Berbahasa Indonesia dengan Istri  Berbahasa Tionghoa dan Indonesia dengan anak-anaknya

II. b. Rumah II menyewa dari seseorang beretnik Tionghoa

 Semua tetangga beretnis Tionghoa  Berbahasa Tionghoa dengan tetangga

III. c. Interaksi dengan Keluarga Pasangan

 Setiap akan berangkat kerja mengantarkan istri dan anak-anak ke rumah mertua, dan dijemput setelah pulang kerja  Menghadiri pesta perkawinan saudara pasangan sebagai tamu  Menghadiri pemakaman mertua laki-lakinya, hanya menginap sehari dan pulang dengan alasan pekerjaan  Berbahasa Indonesia dengan keluarga istri Universitas Sumatera Utara 149  Berbahasa Tionghoa dengan saudaranya walaupun ada keluarga pasangan yang tidak mengetahui bahasa Tionghoa 3. Nilai-Nilai Kekeluargaan  Tetap berbakti pada orang tua dengan cara mendo`akan mereka ketika bersembahyang  Menjalankan upacara Ma Gwe sebulan setelah anak pertama dan ke dua lahir  Melakukan sembahyang setiap hari dan memohon pada Dewa untuk kebahagiaan keluarganya  Melakukan ritual sembahyang pemberian nama Tionghoa pad anak di Kelenteng  Mengajarkan Istri dan anak cara bersembahyang dan menghormati leluhur  Merayakan Imlek dan melaksanakan Ceng Beng setiap tahun  Melakukan kunjungan ke rumah ibu angkat dan saudara kandungnya  Merasa khawatir ketika ibu kandung sakit  Meminta nasihat ibu angkat dalam hal melakukan upacara-upacara penting seperti Ma Gwe dan Imlek  Merasa sedih ketika abangnya meninggal setelah sebulan memeluk agama Islam 4 Sikap terhadap Budaya Pasangan dan etnis lain  Tidak mau mengenal atau mempelajari budaya pasangan lebih jauh  Tidak mau belajar bahasa India  Memiliki beberapa penilain negatif terhadap budaya istri, yaitu: - Sari pakaian tradisional India diangggap tidak praktis - Tidak setuju dengan pemasangan anting disebelah telinga yang biasa dipakai oleh anak laki-laki etnis India  Menganggap orang Aceh munafik Universitas Sumatera Utara 150  Percaya bahwa dalam etnis Padang ada sistem Palasik sehingga ia mengunakan jimat penangkal palasik pada anaknya. 5 Stress Akulturasi  Diusir, dimaki dan dilempari dengan senjata pasangan oleh ayah Mali ketika datang ke rumah Mali  Tidak mendapat restu dari ibu angkat untuk melakukan perkawinan campur  Terpaksa melakukan upacara perkawinan dengan adat India dan tidak diperbolehkan melaksanakannya dengan adat Tionghoa  Merasa bersalah pada Dewanya, ketika ia harus menyembah Dewa Kepercayaan istrinya ketika menjalani ritual Perkawinan  Merasa marah ketika mertua mau menyembahyangkan anaknya ke kuil India tanpa sepengetahuannya 6 Strategi Akulturasi  Berusaha bersikap tenang ketika di usir oleh mertua  Bersedia melakukan upacara adat India asalkan tidak perlu merubah agamanya  Menganggap sembah dan sujud yang dilakukan pada Dewa Istrinya sebagai suatu bentuk simbolis, untuk menghilangkan rasa bersalah pada Dewanya  Menekankan pada pihak keluarga istrinya bahwa ia adalah kepala rumah tangga yang berhak menentukan jalan rumah tangganya  Mengisi rumah dengan benda-benda berciri budaya Tionghoa  Tidak melarang anak melakukan perkawinan campur, apabila anaknya tetap meneruskan marganya.  Menjalankan rumah tangga dengan budayanya Universitas Sumatera Utara 151 Tabel 10 Dinamika Etnosentrisme Partisipan II Selama Menjalani Perkawinan Campur No. Komponen Gambaran 1. Alasan Melakukan Perkawinan Campur  Cinta  Usia sudah semakin tua dan ingin memiliki keturunan 2. Lingkungan dan Interaksi Sosial  Tinggal di lingkungan campuran dari berbagai etnis  Jarang bergaul dengan tetangga karena sibuk bekerja  Berbahasa Indonesia dengan keluarga dan tetangga  Berbahasa Tionghoa dengan keluarganya walaupun istrinya ada didekatnya 3. Nilai-Nilai Kekeluargaan  Tetap menjalin hubungan dengan keluarga istri dan kelarganya  Mengunjungi keluarganya ketika hari raya Imlek  Masih tetap menghormati orang tuanya  Tidak lagi menjalankan sembahyang pada leluhur  Menjalankan kewajiban sebagai muslim, sembahyang dan puasa 4 Sikap terhadap Budaya Pasangan dan etnis lain  Tidak ingin mempelajari secara khusus mengenai budaya istri sebab tidak memiliki waktu  Memahami sedikit bahasa Karo untuk mempermudah komunikasi dengan keluarga istri  Dapat memisahkan masalah rumah tangga dengan perbedaan latar belakang budaya istrinya Universitas Sumatera Utara 152 5 Stress Akulturasi  Tidak mendapat izin dari keluarganya dan keluarga istri  Harus menjadi muallaf sebelum melaksanakan perkawinan  Harus memiliki marga batak yang seimpal dengan istri  Merasa bingung ketika keluarga istri berbahasa Karo karena tidak mengerti 6 Strategi Akulturasi  Bersedia membeli marga Batak setelah mengetahui ia tidak akan kehilangan marganya  Walaupun awalnya menjadi muallaf hanya sekedar untuk memenuhi syarat perkawinannya, kini ia merasa pilihannya tidak salah.  Menganggap marga Batak yang dimilikinya sama seperti  Mencoba menjalani langkah yang telah ia pilih  Menerima dan tidak menyesali langkah yang ia pilih  Tidak mengajarkan budayanya pada anaknya, kecuali anaknya yang meminta Universitas Sumatera Utara 153

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

V. A. KESIMPULAN

Berkaitan dengan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada bab I sebelumnya mengenai alasan partisipan melakukan perkawinan campur serta bagaimana dinamika etnosentrisme yang terjadi selama proses akuturasi dalam perkawinan campur yang mereka jalani, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan sebagai berikut: a. Alasan Melakukan Perkawinan campur. Tinjauan teoritis mengatakan bahwa individu yang memiliki etnosentrisme yang tinggi sulit untuk menerima budaya lain sebagai sesuatu yang benar apalagi sampai melakukan perkawinan campur. Namun, hal ini terbantahkan dengan adanya fakta bahwa ada beberapa orang etnis Tionghoa yang melakukan perkawinan campur. Seperti yang dialami oleh tiga partisipan dalam penelitian ini. Berikut hal-hal yang melatarbelakangi para partisipan melakukan perkawinan campur. - Partisipan I Feng Melakukan perkawinan campur atas dasar cinta. Selain itu perkawinan ini juga dilakukan karena partisipan terlanjur melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Universitas Sumatera Utara