Daya emulsi Daya busa

7 air dipengaruhi oleh jenis dan jumlah dari gugus polar pada rantai polipeptida protein Zayas 1997. Asam amino diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat air yaitu : 1 Asam amino polar dengan daya pengikatan air paling tinggi, 2 asam amino yang tidak mengion, mengikat sejumlah air dalam jumlah yang medium. 3 asam amino hidrofobik yang hanya dapat mengikat sedikit air atau tidak sama sekali. Gugus asam amino polar pada molekul protein adalah sisi utama dalam interaksi protein-air Zayas 1997. Pengikatan air dapat disebabkan oleh kemampuan matriks protein untuk mengembang dan menyerap air tanpa pelarut. Viskositas tinggi dihasilkan dari protein yang larut atau mengembang dan pembentukan gel selama persiapan sampel Waggle et al. 1989. Penyerapan air oleh beberapa jenis protein dapat mengakibatkan pembengkakan. Pembengkakan mencerminkan pengambilan air oleh jaringan protein sambil melonggarkan jaringan polipeptida. Tingkat pembengkakan dipengaruhi oleh gaya-gaya antar molekul, ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik antara polipeptida yang berdekatan, dan fasilitas tertentu yang dengannya air akan memberikan gangguan dan menggantikan ikatan protein- protein dengan protein-air Muchtadi 1991.

2. Daya serap minyak

Daya serap minyak suatu protein dipengaruhi oleh sumber protein, ukuran partikel protein, kondisi proses pengolahan, zat tambahan lain, suhu, dan derajat denaturasi protein. Partikel yang berukuran kecil mampu menyerap minyak 65-130 dari berat keringnya, lebih banyak jika dibandingkan dengan partikel yang berukuran besar. Denaturasi protein dapat meningkatkan kemampuan protein untuk mengikat lemak dikarenakan terbukanya struktur protein memaparkan asam amino yang bersifat non-polar. Kemampuan protein untuk menahan lemak dipengaruhi oleh interaksi protein-lipid. Ikatan yang ikut berperan dalam interaksi protein-lipid adalah ikatan hidrofobik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan ikatan non-kovalen. Ikatan hidrofobik penting dalam stabilitas kompleks protein-lipid. Interaksi antara protein dan anion asam lemak dapat mengubah struktur protein dengan cara menurunkan ikatan hidrofobik intramolekul Zayas 1997. Protein hidrofobik efektif pada tegangan permukaan yang lebih rendah dan mengikat lebih banyak materi lipofilik seperti lipid, emulsifier, dan materi flavor. Kapasitas protein untuk mengikat lemak sangat penting dalam produksi meat extender atau replacer, dimana penyerapan lemak oleh protein meningkatkan retensi flavor dan meningkatkan mouthfeel. Lemak diserap terutama melalui pemerangkapan secara fisik. Penyerapan lemak dapat ditingkatkan jika protein dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan densitas kambanya Pomeranz 1991.

3. Daya emulsi

Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula tersebut dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi Muchtadi 1991. 8 Daya emulsi merupakan kemampuan protein untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase tegangan interfasial sehingga mempermudah terbentuknya emulsi. Kemampuan ini disebut kemampuan protein sebagai emulsifier. Menurut Subarna et al. 1990 daya emulsi ini dipengaruhi oleh konsentrasi protein, kecepatan pencampuran, jenis protein, jenis lemak, dan sistem emulsi. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat, baik pada minyak non-polar maupun air polar. Emulsifier mengandung dua gugus, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Di dalam molekul emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polar lebih dominan, maka molekul emulsifier tersebut akan diadopsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian juga sebaliknya jika gugus non-polar lebih dominan, maka molekul emulsifier akan lebih kuat diikat oleh minyak dibandingkan dengan air Muchtadi 1991. Apabia emulsifier tersebut lebih larut dalam air polar maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air ow. Sebagai contoh adalah susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak non-polar terjadilah emulsi air dalam minyak wo. Contohnya adalah mentega dan margarin Winarno 2002.

4. Daya busa

Busa merupakan struktur terdispersi dimana cairan koloid seperti larutan protein bertindak sebagai medium pendispersi dan gas sebagai fase terdispersi. Mekanisme pembentukan busa diawali dengan terbukanya ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk di antara molekul protein yang terbuka dan bertahan sehingga volume protein mengembang Cherry dan Watters 1980. Busa pangan umumnya sangat kompleks, termasuk campuran dari gas-gas, cairan-cairan, padatan-padatan, dan surfaktan-surfaktan. Protein berkontribusi pada distribusi merata dari sel-sel udara dalam struktur pangan. Menurut Elizalde et al. 1991 kapasitas pembusaan sangat kritis dalam aplikasi pangan. Protein dari sumber berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam menstabilkan busa karena perbedaan dalam komposisi, konformasi, fleksibilitas molekuler, dan sifat-sifat fisikokimianya. Kemampuan membentuk busa dipengaruhi oleh sumber protein alami, metode, dan suhu selama proses. Kemampuan pembusaan meningkat jika konsentrasi protein meningkat dikarenakan meningkatnya ketebalan lapisan film pada interfasial. Foam inhibitor adalah bahan yang tidak larut air dan dapat mengganggu film protein di gelembung-gelembung udara. Zat yang termasuk foam inhibitor adalah lemak dengan aktivitas permukaan yang tinggi. Lemak melemahkan interaksi protein-protein dengan mengganggu permukaan hidrofobik Zayas 1997. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan dan stabilitas busa protein meliputi kelarutan, laju difusi ke arah permukaan, dan penyerapan. Faktor-faktor tersebut bergantung pada sifat-sifat hidrofobik, orientasi, dan asosiasi polipeptida, viskoelastisitas, kesetimbangan agregasi-konjugasi, muatan permukaan, dan hidrasi Pomeranz 1991. Pembentukan dan stabilitas busa juga dipengaruhi oleh pH, suhu, garam, gula, lemak, dan sumber protein. Volume dan stabilitas busa bertambah dengan meningkatnya konsentrasi protein. Busa yang terbentuk pada konsentrasi tinggi bersifat padat dan stabil karena lapisan 9 permukaan lebih tebal Kinsella dan Damodaran 1981. Film-film dengan viskositas permukaan yang tinggi membentuk busa yang kuat sebagai hasil dari gaya kohesif antar molekul-molekul protein. Stabilitas busa mencapai maksimal saat elastisitas permukaan juga maksimal. Sifat daya busa dapat diaplikasikan pada pembuatan whipped toppings, chiffon dessert, dan minuman.

5. Daya gelasi