Kandungan Protein sebagai Parameter Gizi

27 Hasil uji t pada α 1 menunjukkan bahwa kadar HCN koro benguk varietas putih dan belang mentah tidak berbeda, sedangkan pada perlakuan lainnya terdapat perbedaan kadar HCN yang sangat nyata antara koro benguk putih dan belang. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1b menunjukkan bahwa pada koro benguk varietas putih, perlakuan perebusan 30 menit, pengukusan 30 menit, perendaman, dan germinasi menurunkan kadar HCN kacang mentah sangat nyata jika dibandingkan terhadap perlakuan tanpa kulit. Hasil uji lanjut juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar HCN yang sangat nyata seiring dengan meningkatnya lama waktu perendaman. Selain itu juga terlihat bahwa antara perlakuan perendaman dan germinasi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata dalam penurunan kadar HCN, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda sangat nyata terhadap perebusan dan pengukusan. Sementara itu, terdapat perbedaan yang sangat nyata antara perebusan dan pengukusan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1d, pada koro benguk varietas belang, tidak ada perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan perebusan, pengukusan, perendaman, dan germinasi. Sama halnya pada varietas putih, lamanya waktu perendaman tidak menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata terkait penurunan kadar asam sianida. Hasil uji lanjut juga melaporkan bahwa pengaruh perlakuan perebusan, pengukusan, perendaman selama 12 dan 24 jam tidak menunjukkan perbedaan yang sangat nyata jika dibandingkan terhadap perlakuan tanpa kulit, sedangkan perlakuan perendaman 6 jam berbeda sangat nyata dengan perlakuan tanpa kulit. Prinsip penurunan kadar senyawa sianogenik glukosida adalah reaksi hidrolisis senyawa sianogenik glukosida yang dikatalis oleh enzim endogenous pada tanaman yang mengandung senyawa tersebut. Sianogenik glukosida dihidrolisis menghasilkan glukosa, aldehida, dan asam sianida WHO 2004. Enzim tersebut juga bertanggung jawab atas reaksi hidrolisis sianogenik glukosida pada produk tepung, meskipun aktivitasnya rendah Panasiuk dan Bills 1984. Sianida dalam bentuk bebas maupun terikat mudah larut dalam air dan mudah menguap EPA 2010, Udensi et al. 2007. Perlakuan perebusan meningkatkan kecepatan reaksi hidrolisis senyawa sianogenik glukosida akibat adanya energi panas sehingga menghasilkan HCN yang kemudian larut ke dalam air rebusan. Sama halnya seperti perebusan, perlakuan pengukusan juga meningkatkan reaksi hidrolisis. Asam sianida hasil hidrolisis terbawa bersamaan dengan uap air dan kondensat. Sementara itu, pada proses perendaman, reaksi hidrolisis terjadi saat air meresap ke dalam kacang. Reaksi hidrolisis terkatalis enzim endogenous menyebabkan senyawa sianogenik glukosida terhidrolisis menghasilkan HCN yang larut air WHO 2004. Aktivitas enzim endogenous glukosidase meningkat saat proses germinasi. Panasiuk dan Bills 1984 melaporkan adanya kecenderungan peningkatan HCN pada kecambah sorghum seiring dengan lamanya proses germinasi. Proses germinasi meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik termasuk glukosidase sehingga sianogenik glukosida dihidrolisis menghasilkan HCN yang mudah menguap pada suhu ruang. Pada penelitian ini menunjukkan perlakuan germinasi dapat menurunkan kadar HCN sangat nyata.

C. Kandungan Protein sebagai Parameter Gizi

Peningkatan kandungan protein pada tepung koro benguk untuk memperoleh tepung berprotein tinggi, menjadikan protein sebagai zat gizi terpenting yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Penelitian ini melaporkan adanya perubahan kadar protein yang bervariasi akibat perbedaan perlakuan yang diterapkan. Data penelitian kadar protein tepung koro benguk varietas putih Lampiran 2a, varietas belang Lampiran 2c, dan hasil analisis ragamnya Lampiran 2b 28 dan 2d menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap kadar protein. Tabel 6 berikut menunjukkan kadar protein dari masing-masing perlakuan dari varietas koro benguk belang dan putih. Tabel 6. Kadar Protein Tepung Koro Benguk Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p 0.01 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein akibat perebusan pada varietas putih dan belang masing-masing sebesar 2.59 dan 1.56. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 2b dan 2d, perlakuan pengukusan tidak memengaruhi kadar protein pada tepung koro benguk varietas putih, tetapi terjadi penurunan kadar protein pada varietas belang sebesar 3. Perubahan kadar protein akibat proses termal relatif kecil. Akinmutimi dan Ukpabi 2008 melaporkan bahwa perebusan selama 30 menit dapat mempertahankan kadar protein pada koro benguk. Namun, penurunan kadar protein signifikan terjadi pada perebusan selama 60 dan 90 menit. Penurunan kadar protein pada waktu perebusan yang lebih lama disebabkan larutnya protein akibat perebusan Akinmutimi dan Ukpabi 2008. Nwaoguikpe et al. 2011 juga menyatakan bahwa penurunan kadar protein disebabkan oleh larutnya komponen nitrogen selama perebusan. Adapun peningkatan kadar protein akibat proses termal diduga disebabkan oleh adanya degradasi komponen lainnya sehingga kadar protein pada penelitian ini meningkat sebesar 1.56-2.59 jika dibandingkan terhadap kacang tanpa kulit. Pada perlakuan germinasi, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak adanya perbedaan kadar protein yang sangat nyata p0.01 pada tepung koro benguk varietas putih, tapi terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tepung koro benguk varietas belang. Sementara itu, kadar protein koro putih perlakuan germinasi berbeda sangat nyata dengan perlakuan perendaman 24 jam, sedangkan kadar protein koro belang tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan perebusan dan perendaman 24 jam. Menurut Nip 2006, aktivitas proteolitik lebih rendah saat germinasi dibandingkan dengan aktivitas lipolitik dan glikolitik sehingga penurunan kadar protein selama germinasi cenderung tidak terjadi. Wanjekeche et al. 2003 melaporkan tidak adanya perubahan kadar protein yang sangat nyata pada koro benguk yang dikecambahkan selama lima hari dan tujuh hari. Lamanya waktu germinasi tidak memengaruhi kadar protein, bahkan meningkatkan kadar protein sebagaimana yang dilaporkan oleh Udensi dan Okoronkwo 2006, meskipun peningkatannya Perlakuan Kadar protein mgkg basis kering koro benguk putih koro benguk belang Mentah utuh 29.50 a 26.23 a Tanpa kulit 31.20 b 29.08 b,c,d Tanpa kulit + rebus 30 menit 32.03 c 29.42 c,d,e Tanpa kulit + kukus 30 menit 31.58 b,c 28.21 b Tanpa kulit + rendam 6 jam 31.80 b,c 29.18 b,c,d Tanpa kulit + rendam 12 jam 31.57 b,c 28.45 b,c Tanpa kulit + rendam 24 jam 32.54 c 30.09 d,e Germinasi 31.01 b 30.30 e 29 tidak signifikan. Bau et al. 1997 diacu dalam Megat et al. 2011 menduga adanya peningkatan kadar protein akibat germinasi disebabkan oleh sintesis protein atau disebabkan oleh degradasi komponen lainnya selama perkecambahan. Dugaan adanya faktor degradasi komponen lainnya sehingga menyebabkan peningkatan kadar protein juga terlihat pada perlakuan perendaman. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak ada perbedaan kadar protein yang sangat nyata antara perendaman selama 6 jam dan 12 jam. Akan tetapi, peningkatan kadar protein akibat perlakuan perendaman selama 24 jam terlihat pada kedua varietas, yaitu sebesar 4.12 pada varietas putih dan 3.36 pada varietas belang. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 2b dan 2d juga menunjukkan bahwa kadar protein koro benguk putih dan belang perlakuan perendaman 6 jam dan 12 jam tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan perebusan dan pengukusan. Be rdasarkan hasil uji t pada α 1, kadar protein koro benguk varietas putih dan belang berbeda sangat nyata pada perlakuan mentah utuh, tanpa kulit, perendaman 6 jam dan perendaman 24 jam Gambar 6. Kala dan Mohan 2010 melaporkan bahwa kadar protein koro benguk varietas putih mencapai 30.63 g per 100 g kacang utuh. Wanjekeche et al. 2010 juga melaporkan koro benguk utuh varietas putih memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan varietas belang utuh, meskipun kadar protein keduanya tidak berbeda sangat nyata pada kacang tanpa kulit. Perbedaan kadar protein antara kedua varietas diduga disebabkan oleh faktor genetik Butt Sadiq dan Batool 2010. Gambar 6 menunjukkan perbandingan kadar protein antara varietas putih dan belang pada perlakuan yang sama berdasarkan hasil uji t pad a α 1. Gambar 6. Perbandingan kadar protein tepung koro benguk pada perlakuan yang sama. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan perbedaan yang sangat nyata α=0.01

D. Penentuan Perlakuan Terpilih