BAHAN DAN ALAT ANALISIS STATISTIKA

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah biji kacang koro benguk Mucuna pruriens L. varietas putih dan belang yang diperoleh dari Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Ponorogo, Jawa Timur. Bahan baku dipisahkan dari kotoran lalu dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di dalam freezer untuk mencegah kerusakan akibat hama serangga. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis adalah asam pikrat, H 2 SO 4 , akuades, multienzim protease 1.6 mg tripsin SIGMA, 3.1 mg kimotripsin Merck, dan 1.3 mg peptidase Flu ka per ml akuades, α-amilase Fluka, Liquozyme Supra enzim α-amilase termamyl dari Bacillus licheniformis Novozyme, Na-K tartarat, 3.5-asam dinitrosalisilat, bufer Na-fosfat, maltosa standar, K 2 SO 4 , HgO, Na 2 S 2 O 3. 5H 2 O, H 3 BO 3 , NaOH, HCl, NH 4 OH, KI, kalium hidrogen ftalat, indikator fenolftalein, indikator campuran metilen merah dan metilen biru dalam etanol, heksana, KH 2 PO 4, HNO 3 , NH 3 , dan minyak jagung. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah kompor, panci, baskom, boiler, steam jacket, steamer, cabinet dryer, disc mill, pin disc mill, dan ayakan 60 mesh. Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi adalah penangas air, water bath, sentrifuse, spray dryer BUCHI B190. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah tabung reaksi, mikropipet Dragon Lab, labu Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet Mohr, labu takar, gelas pengaduk, cawan aluminium, cawan porselin, oven pengering, tanur listrik, desikator, aparatus Soxhlet, labu lemak, labu Kjeldahl, spektrofotometer UV-VIS double beam UV-2450 Shimadzu, chromameter CR-300 Minolta, neraca analitik, dan sentrifuse Eppendorf Centrifuge 5810 R. 14

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: 1 penelitian pendahuluan dan 2 penelitian utama. Secara garis besar, penelitian ini dilakukan seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Diagram alir penelitian tepung koro benguk berprotein tinggi 1 2 Penepungan Tepung koro benguk Penentuan perlakuan terpilih dengan pertimbangan kadar HCN, kadar protein, dan daya cerna pati Tepung koro benguk terpilih Proses Likuifikasi dengan RSM Tepung koro benguk berprotein tinggi Analisis Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Rebus 30’ Kukus 30’ Rendam 6 jam Rendam 12 jam Rendam 24 jam Koro benguk mentah utuh putih dan belang Direbus 30 menit lalu dikuliti secara manual germinasi enzim α-amilase 15

1. Tahap Penelitian Pendahuluan

1. Rancangan perlakuan pendahuluan penurunan sianida menggunakan rancangan acak lengkap Rancangan perlakuan pendahuluan untuk menurunkan sianida menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan delapan macam perlakuan, yaitu: mentah utuh P , tanpa kulit P 1 , tanpa kulit dan dilanjutkan dengan perebusan 30 menit P 2 , tanpa kulit dan dilanjutkan dengan pengukusan 30 menit P 3 , tanpa kulit dan dilanjutkan dengan perendaman 6 jam P 4 , tanpa kulit dan dilanjutkan dengan perendaman 12 jam P 5 , tanpa kulit dan dilanjutkan dengan perendaman 24 jam P 6 , dan germinasi P 7 . Perendaman menggunakan air bersih 1:10 bv tanpa dilakukan pergantian air. Masing- masing perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Y ij = μ + τ i + ε ij ; i = 1,2,3...,8 dan j = 1,2 Di mana: Y ij = Nilai pengamatan μ = Nilai tengah umum τ i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh acak pada sampel ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i Tabel 2. Rancangan percobaan acak lengkap perlakuan pendahuluan Perlakuan germinasi mengacu pada Mugendi et al. 2010. Sejumlah koro benguk disterilkan dengan merendamnya dalam etanol 70 selama satu menit. Kacang kemudian direndam dalam air 1:10, bv selama 12 jam pada suhu ruang. Setelah itu, kacang ditiriskan lalu disebar pada kapas di dalam suatu wadah. Germinasi dilakukan di ruang gelap selama tiga hari. Setelah tiga hari, kacang yang bergerminasi dibekukan untuk menghentikan proses germinasi sebelum ditepungkan. Sampel biji koro benguk dengan berbagai perlakuan tersebut, kemudian ditepungkan. Tepung biji koro benguk dengan berbagai perlakuan tersebut kemudian dianalisis kadar sianida dan kadar gizinya. Hasil analisis akan menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap kadar sianida dan kadar gizi pada tepung koro benguk. Proses penepungan mengacu pada metode Harnani 2009 yang modifikasi seperti pada Gambar 4. Varietas koro benguk Perlakuan P P P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 Putih K 1 P K 1 P 1 K 1 P 2 K 1 P 3 K 1 P 4 K 1 P 5 K 1 P 6 K 1 P 7 K 1 Belang K 2 P K 2 P 1 K 2 P 2 K 2 P 3 K 2 P 4 K 2 P 5 K 2 P 6 K 2 P 7 K 2 16 Gambar 4. Metode penepungan koro benguk 2. Penentuan perlakuan terpilih perlakuan pendahuluan sebagai bahan baku penelitian utama Penentuan perlakuan terpilih dilakukan dengan mempertimbangkan tiga parameter terpenting yaitu kadar sianida, kadar protein tertinggi, dan daya cerna pati. Kadar HCN menjadi faktor kunci karena prioritas pertama dalam penggunaan bahan makanan adalah faktor keamanan yaitu kadar sianida pada tepung di bawah 10 mgkg bahan. Metode pembobotan juga digunakan untuk membantu penentuan perlakuan terpilih. Parameter yang dipilih adalah kandungan gizi yaitu kadar protein. Pada tepung perlakuan terpilih, protein diharapkan memiliki kadar tertinggi sehingga meningkatkan ketercapaian target protein pada produk akhir. Selain kadar protein, parameter lain yang digunakan untuk menentukan perlakuan terpilih adalah daya cerna pati yang diacu dari penelitian Saputra 2012. Daya cerna pati tertinggi akan diutamakan untuk penentuan perlakuan terpilih karena proses yang digunakan untuk meningkatkan protein adalah dengan mendegradasi sebagian komponen karbohidrat menggunakan enzim α-amilase. Kadar protein dan daya cerna pati masing-masing memiliki bobot 50 sehingga penghitungan nilai total dilakukan dengan menjumlahkan nilai masing-masing parameter tersebut. Koro benguk hasil perlakuan pendahuluan Penirisan Pengeringan dalam cabinet dryer 50 °C selama 24 jam Penggilingan dengan disc mill dan pin disc mill 60 mesh Pengayakan 60 mesh Tepung koro benguk ukuran 60 mesh 17 Pada setiap parameter, dicari nilai minimum dan maksimumnya kemudian dibagi dengan faktor pembagi yang ditetapkan secara subjektif yaitu lima. Skor ditetapkan sebanyak lima rentang nilai, dimana rentang nilai tertinggi bernilai lima, dan semakin kecil hingga satu. Perlakuan yang memenuhi persyaratan aman dari kadar sianida, dan memiliki bobot total tertinggi dipilih untuk menjadi sampel pada penelitian utama.

2. Tahap Penelitian Utama

1. Rancangan pembuatan dan pengoptimalan proses pembuatan tepung berprotein tinggi menggunakan response surface methodology program Design Expert ® Rancangan metode yang digunakan adalah response surface methodology dengan rancangan Box Behnken. Tahap ini diawali dengan penetapan komponen proses yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah. Komponen proses yang termasuk ke dalam variabel tetap adalah konsentrasi substrat yang akan diperoleh dari pengujian viskositas tepung koro benguk menggunakan Brookfield Viscometer dan jumlah enzim yang ditambahkan dari uji aktivitas enzim α-amilase. Sedangkan komponen proses yang termasuk dalam variabel berubah adalah suhu, pH, dan waktu likuifikasi. Variabel tetap tidak dimasukkan dalam perancangan design, sedangkan variabel berubah akan menjadi input RSM dan akan dianalisis pengaruhnya terhadap respon. Perancangan design dimulai dengan menentukan batas atas dan batas bawah dari masing-masing variabel. Variabel suhu ditetapkan pada batas atas 100 °C dan batas bawah 90 °C, variabel pH ditetapkan pada batas atas 6 dan batas bawah 5, sedangkan variabel waktu ditetapkan pada batas atas 60 menit dan batas bawah 20 menit. Program Design Expert ® kemudian memberikan rancangan berdasarkan komponen yang terdiri dari tiga faktor atau variabel bebas x 1, x 2, x 3 dan tiga taraf -1,0,+1 dengan tiga ulangan pada titik tengah, dan 15 kombinasi perlakuan, dimana masing-masing hasil perlakuan dianalisis kandungan proteinnya. Variabel bebas x i pada percobaan ini adalah suhu proses likuifikasi x 1 dalam taraf 90 °, 95 °, dan 100 °C, pH substrat tepung koro benguk x 2 dalam taraf 5.0, 5.5, dan 6.0, dan lama likuifikasi x 3 dalam taraf 20, 40, dan 60 menit. Kombinasi variabel bebas dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum terhadap responnya yaitu kandungan protein tepung berprotein tinggi dari koro benguk Y. Tabel 3 menunjukkan perancangan design untuk mengetahui pengaruh variabel yaitu suhu, pH, dan waktu likuifikasi terhadap respon kadar protein. Hasil pengukuran kadar protein dari masing-masing perlakuan kemudian diolah dengan program Design Expert ® . Dari hasil pengolahan program, diperoleh model polinomial yang menunjukkan signifikansi hubungan variabel-variabel terhadap respon. Setelah diperoleh model, kemudian program akan memberikan solusi untuk mencapai respon optimum dengan menentukan titik-titik pada variabel yang telah ditentukan. Tahap terakhir dari proses optimasi ini ialah tahap verifikasi yang dilakukan pada setiap model sesuai prediksi kondisi optimum. Hasil dari likuifikasi pada taraf verifikasi ini dibandingkan dengan hasil prediksi untuk menentukan kelayakan model dalam memprediksi respon. 18 Tabel 3. Rancangan penelitian utama menggunakan response surface methodology Box Behnken Program Design Expert ® 2. Pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi Pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi dilakukan dengan cara menghidrolisis komponen karbohidrat pada tepung koro benguk. Proses yang digunakan adalah likuifikasi. Likuifikasi adalah proses pencairan gel pati yang memiliki viskositas tinggi ke viskositas yang lebih rendah dengan menghidrolisis pati menjadi molekul- molekul yang lebih kecil oligosakarida atau dekstrin dengan menggunakan enzim α- amilase. Proses pembuatan diawali dengan melarutkan tepung koro benguk dalam air dengan konsentrasi yang ditentukan dari pengujian viskositas. Selanjutnya dilakukan pengaturan pH suspensi tepung koro benguk, penambahan enzim, pengaturan suhu proses likuifikasi dan waktu likuifikasi. Nilai suhu, pH, dan lama waktu hidrolisis, didapatkan dari program Design Expert ® . Suspensi tepung yang sudah mengalami perlakuan kemudian dinaikkan pH-nya untuk inaktivasi enzim dan diturunkan kembali pH-nya untuk menetralkan warna. Suspensi kemudian didinginkan dan disentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit. Setelah itu supernatan dibuang dan endapan diambil untuk dikeringkan menggunakan spray dryer. Tepung berprotein tinggi dalam bentuk bubuk tersebut kemudian diukur kandungan proteinnya sebagai respon. 3. Pengujian kandungan gizi, karakteristik fisikokimia, dan sifat fungsional tepung berprotein tinggi koro benguk Tepung koro benguk berprotein tinggi dengan proses paling optimum kemudian dianalisis kandungan gizinya analisis proksimat, karakteristik fisikokimianya densitas kamba, warna, aktivitas air, sifat fungsionalnya kapasitas absorbsi air dan minyak, kapasitas dan stabilitas emulsi, kekuatan gel, kapasitas dan stabilitas busa, serta daya cerna protein in vitro. Std Suhu °C pH Waktu Menit 1 90 5 40 2 100 5 40 3 90 6 40 4 100 6 40 5 90 5.5 20 6 100 5.5 20 7 90 5.5 60 8 100 5.5 60 9 95 5 20 10 95 6 20 11 95 5 60 12 95 6 60 13 95 5.5 40 14 95 5.5 40 15 95 5.5 40 19 1

C. TAHAP ANALISIS

1. Analisis HCN secara kualitatif AOAC 915.03 tahun 2005

Sampel ditimbang sebanyak 20 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 200 ml, lalu ditambahkan 50 ml larutan buffer sitrat. Kertas pikrat sebagai indikator digantungkan pada bibir labu Erlenmeyer. Labu Erlemenyer kemudian ditutup rapat-rapat dengan tutupnya. Sampel dibiarkan pada suhu 25-30 °C selama 3 jam sambil sesekali dikocok putar. Selajutnya ditambahkan 2 gram asam tartarat dan labu Erlenmeyer segera ditutup kembali. Sampel dipanaskan pada suhu 50-60 °C selama 1 jam sambil sewaktu-waktu dikocok. Bila sianida positif, kertas pikrat akan berwarna coklat kemerah-merahan.

2. Analisis HCN secara kuantitatif AOAC 915.03 tahun 2005

Sebanyak 10-20 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 800 ml, ditambah dengan 200 ml akuades dan dibiarkan selama 2-4 jam. Setelah itu, sampel didestilasi uap. Destilasi dihentikan setelah diperoleh destilat sebanyak 150-160 ml di dalam larutan NaOH 0.5 gram NaOH di dalam 20 ml akuades. Kemudian, ke dalam destilat ditambahkan 8 mL NaOH 6 M dan 2 ml 5 larutan KI dan dititrasi menggunakan larutan AgNO 3 0.02 M. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan timbulnya kekeruhan permanen .

3. Analisis kadar air AOAC 925.10 tahun 2005

Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Sejumlah sampel sekitar 1 gram dimasukkan ke dalam cawan kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 o C. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Setelah dikeringkan, cawan dan isinya didinginkan di dalam desikator, ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kadar airnya dengan persamaan 1.

4. Analisis kadar abu AOAC 923.03 tahun 2005

Cawan porselin dikeringan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 5 menit dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya, sampel dipanaskan di atas hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur pada suhu 400-600 o C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang dan dihitung kadar abunya sesuai persamaan 1 dan 2. Keterangan: x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan g y = berat cawan dan sampel sesudah dikeringkan g a = berat cawan kosong g 20 2 1 2 3 1 1 2

5. Analisis kadar protein AOAC 960.52 tahun 2005

Sampel sebanyak 0.1 – 0.2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 1 g K 2 SO 4 , 40 mg HgO, dan 3.5 ml H 2 SO 4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai cairan berwarna jernih, kemudian didinginkan. Tahap selanjutnya adalah destilasi. Larutan sampel hasil destruksi dibilas dengan akuades dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH- Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi H 2 BO 3 dan indikator. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan persamaan 1, 2, dan 3.

6. Analisis kadar lemak AOAC 963.15 tahun 2005

Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu ditambah 30 ml HCl 25 dan 20 ml air. Sampel didihkan selama 15 menit di ruang asam kemudian disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas. Selanjutnya, kertas saring dicuci dengan air panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 105 o C. Selanjutnya, kertas saring dilipat dan analisis dilanjutkan pada tahap ekstraksi. Labu lemak yang akan digunakan untuk mengekstraksi dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-110 o C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5 menit, kemudian ditimbang. Kertas saring hasil hidrolisis sebelumnya dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring baru dan disumbat kapas pada sisi atas dan bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi yang telah berisi pelarut hexana. Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 105 o C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Penghitungan kadar lemak berdasarkan persamaan 1 dan 2. Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir g b = berat cawan kosong g c = berat sampel awal g 21

7. Analisis kadar karbohidrat by difference

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference. Kadar karbohidrat bb = 100 - kadar air bb + kadar protein bb + kadar lemak bb + kadar abu bb

8. Densitas kamba bulk density Narayana dan Narasinga 1984 diacu

dalam Adebowale et al. 2005 Gelas ukur 10 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 10 ml. Pengisian diusahakan tepat tanda tera dan tidak dipanaskan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat sampel menyatakan berat sampel per 10 ml. Densitas kamba dinyatakan dalam gml atau gcm 3 . 10 3 b a cm g kamba Denstitas   Keterangan : a = berat gelas ukur berisi sampel 10 ml g b = berat gelas ukur kosong g

9. Derajat warna dan derajat putih dengan Chromameter CR-310 Minolta

Mugendi et al. 2010a Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L, a, dan b. nilai L menyatakan parameter kecerahan lightness yang mempunyai nilai dari 0 hitam sampai 100 putih. Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a positif dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a negatif dari 0--80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b positif dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b negatif dari 0--70 untuk warna biru. Derajat putih dapat diperoleh dengan cara mengkonversi nilai L, a, dan b yang diperoleh menjadi derajat putih dalam bentuk dengan rumus berikut. Derajat putih =100-[100-L 2 +a 2 +b 2 ] 0.5

10. Kapasitas absorpsi air dan minyak Lin et al. 1974 di dalam Mugendi et

al. 2010a Sampel sejumlah 0.5 gram dicampur dengan 5 ml akuades pH 7.0 kapasitas absorpsi air atau 5 ml minyak jagung kapasitas absorpsi minyak, lalu diaduk selama 1 menit. Setelah itu didiamkan selama 30 menit pada suhu 25 o C. Campuran kemudian disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 25 menit. Volume cairan bebas diukur dan cairan yang tertahan dinyatakan sebagai ml air atau minyak per gram sampel. Keterangan: a = berat labu dan sampel akhir g b = berat labu kosong g c = berat sampel awal g 22

11. Analisis Kapasitas dan Stabilitas Emulsi Modifikasi Franzen dan

Kinsella, 1976 Sampel sebanyak 2 gram ditambah 100 ml air, diatur pH 8. Penentuan pH penting dilakukan karena untuk membentuk emulsi yang stabil maka molekul protein lebih awal harus menjangkau permukaan air, lemak, kemudian membentang sehingga kelompok hidrofobik dapat berhubungan dengan fase lemak. Sisi protein penstabil yang disajikan ke fase air harus bersifat hidrofilik dan memiliki asam amino polar yang bermuatan dimana pada pH 8 memiliki nilai yang stabil Bian et al. 2003. Sampel diaduk dengan magnetic stirrer selama 5 menit. Sebanyak 25 ml sampel ditambah 25 ml minyak jagung. Campuran didispersikan dengan blender selama 1 menit, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Volume emulsi diukur. 100 campuran total volume eremulsi campuran t Emulsi Aktivitas x Volume  Untuk mengamati stabilitas emulsi selama waktu tertentu, emulsi yang sudah terbentuk disimpan beberapa lama pada suhu ruang. Volume emulsi diamati pada jam ke-0.5, 1, 2, 4, 6 kemudian dicatat dan dibuat kurva kestabilan emulsinya Okezie dan Bello 1988. Percobaan kapasitas dan stabilitas emulsi ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

12. Penentuan kapasitas dan stabilitas busa Widowati et al. 1998

Kapasitas busa merupakan perbandingan antara volume busa setelah 30 detik dengan volume awal. Sedangkan stabilitas busa merupakan perbandingan antara volume busa setelah satu jam dengan volume busa setelah 30 detik. Sampel sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 100 ml akuades dan diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan diatur pH-nya menjadi 8 dengan NaOH 2 N. volume awal dicacat, kemudian diblender selama 2 menit. Volume busa setelah 30 detik dan setelah 1 jam diukur. 100 detik 30 setelah busa volume jam 1 setelah busa volume 100 awal volume detik 30 setelah busa Kapasitas x busa stabilitas x busa volume  

13. Kekuatan gel Schmidt 1981 di dalam Widowati et al. 1998

Sampel sebanyak 0.75, 1.00, 1.25, dan 1.50 gram dilarutkan dalam 10 ml akuades sehingga diperoleh konsentrasi larutan 7.5, 10, 12.5 dan 15. Larutan ditepatkan hingga pH 8 menggunakan NaOH 2 N. larutan tersebut dipipet sebanyak 3.0 ml ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 100 o C selama 15 menit. Tabung dikeluarkan dan disimpan pada suhu 4 o C selama 2 jam. Kekuatan gel diukur secara kualitatif. Skala yang digunakan untuk pengukuran gel adalah 0 = tidak berbentuk gel 1 = gel sangat lemah, yaitu bila dimiringkan gel jatuh 2 = bila tabung dibalik vertikal gel tidak jatuh 3 = bila tabung dibalik vertikal dan dihentak sekali, gel tidak jatuh 4 = bila tabung dihentak berkali –kali, gel tidak jatuh 23

14. Analisis daya cerna protein in vitro Hsu et al. 1977 di dalam Mugendi et

al. 2010 Sebelumnya, larutan multienzim dibuat dalam air destilata. Larutan multienzim terdiri dari campuran 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase per ml akuades. Larutan multienzim ini ditepatkan pH-nya menjadi pH 8.00 menggunakan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N. Larutan multienzim selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin. Sejumlah sampel disuspensikan dalam akuades sampai konsentrasi 6.25 mg proteinml. Sebanyak 25 ml suspensi sampel ditaruh dalam gelas piala kecil, kemudian diatur pH-nya menjadi pH 8.00 dengan menambahkan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam penangas air 37 o C selama 5 menit sambil diaduk. Sebanyak 2.5 ml larutan multienzim ditambahkan saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol ke dalam suspensi sampel sambil tetap diaduk dalam penangas air 37 o C. Nilai pH suspensi sampel dicatat pada tepat menit ke-10. Daya cerna protein dinyatakan dengan persamaan berikut. Y = 210.464 - 18.103x

D. ANALISIS STATISTIKA

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan One-Way-ANOVA Analysis of Variance dengan taraf kepercayaan 99 α = 0.01 untuk mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap parameter yang ditetapkan. Jika ada pengaruh sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan α = 0.01 untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antarperlakuan. Uji independent sample t-test dengan taraf kepercayaan 99 digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antarvarietas pada perlakuan yang sama. Analisis data dilakukan dengan mengaplikasikan perangkat lunak SPSS versi 20 dan Ms.Office Excel 2010. Data hasil penelitian utama yang diperoleh menggunakan response surface methodology dianalisis menggunakan program Design Expert®. Program ini dilengkapi dengan ANOVA untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel terhadap respon yang telah ditentukan pada model polinomial. Taraf signifikansi untuk model ditetapkan pada mode 1 dan untuk pembabatan variabel ditetapkan pada mode default 10 sedangkan pada tahap verifikasi selang kepercayaan ditetapkan sebesar 99. Keterangan: Y = daya cerna protein x = nilai pH pada menit ke-10 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN PENDAHULUAN

A. Tepung Koro Benguk

Kacang koro benguk adalah tanaman musiman. Pada masa panen, keberadaannya sangat melimpah sehingga harganya jatuh dan pada saat masa tanam keberadaannya sangat langka sehingga harganya melambung tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan proses penepungan untuk menjamin ketersediaan dan keamanan bahan baku untuk pembuatan tepung berprotein tinggi. Menurut Fellows 2000 proses penepungan juga berfungsi memperluas bidang permukaan sehingga akan mempermudah pengolahan lebih lanjut. Kulit biji koro benguk lebih tebal dari jenis kacang lainnya sehingga penghilangan lapisan kulit pada koro benguk tidak semudah pada kedelai atau pada kacang-kacangan lain. Pada penelitian ini dilakukan perebusan selama 30 menit untuk memudahkan penghilangan kulit. Sudiyono 2010 melaporkan bahwa perebusan selama 30 menit memudahkan penghilangan kulit koro benguk yang tebal dan keras. Perebusan menyebabkan disintegrasi jaringan dan kerusakan dinding sel sehingga kulit menjadi lunak dan pengulitan mudah dilakukan. Koro benguk memiliki bagian yang dapat dimakan edible portion sebesar 95 dari kacang segar utuh Depkes RI 2004. Jika efisiensi penggilingan sempurna maka akan dihasilkan tepung dengan bobot yang tidak berbeda dengan bobot edible portion. Secara umum, rendemen tepung koro benguk tanpa kulit yang dihasilkan dari perlakuan pendahuluan sebesar 54 –69 dari berat total biji koro benguk mentah. Besar kecilnya rendemen tepung bergantung pada efisiensi proses penggilingan yang ditentukan dari kemampuan mesin penggiling. Persentase rendemen dalam pembuatan tepung ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase rendemen pembuatan tepung koro benguk berdasarkan koro benguk mentah utuh Dari semua perlakuan pendahuluan, rendemen tepung paling rendah ditemukan pada perlakuan germinasi, yaitu 40. Rendahnya rendemen tepung disebabkan oleh rendahnya viabilitas perkecambahan koro benguk. Menurut Vidal-Valverde 1998 viabilitas kacang famili Fabaceae sebesar 90. Namun pada penelitian ini, viabilitas koro benguk tidak lebih dari 50. Diduga rendahnya viabilitas koro benguk karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Suatu Perlakuan Rendemen koro benguk putih koro benguk belang Mentah utuh 76.10 79.60 Tanpa kulit 66.35 67.71 Tanpa kulit + rebus 30 menit 61.79 54.05 Tanpa kulit + kukus 30 menit 63.80 65.84 Tanpa kulit + rendam 6 jam 62.30 63.68 Tanpa kulit + rendam 12 jam 62.04 69.89 Tanpa kulit + rendam 24 jam 54.04 61.25 Germinasi 40.48 39.07