Kandungan Asam Sianida sebagai Pembatas Faktor Keamanan

25 perkecambahan dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu, oksigen, cahaya, air, dan dormansi agar memiliki tingkat keberhasilan viabilitas yang tinggi Urbano et al. 2004. Di samping itu, faktor internal pun menentukan keberhasilan germinasi. Sebagai contoh, terdapat kacang yang mudah dan sulit berkecambah. Selain itu, tingkat keberhasilan germinasi juga dipengaruhi oleh fertilitas dan kualitas kacang setelah pemanenan seperti tingkat kemasakan dan dormansi Smith 2011. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kecambah koro benguk sebagai tepung akan menghasilkan rendemen yang bervariasi, bergantung pada keberhasilan proses germinasi tersebut. Oleh karena itu rendemen tepung koro benguk yang dikecambahkan tidak dapat diprediksi karena sangat bergantung dari viabilitas kacang koronya.

B. Kandungan Asam Sianida sebagai Pembatas Faktor Keamanan

Koro benguk secara alami mengandung senyawa toksik glukosida sianogenik yang dapat terurai menjadi asam sianida. Asam sianida dalam dosis tertentu dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Oleh karena itu, keberadaannya dalam bahan pangan diusahakan seminimal mungkin. Pada penelitian ini dilakukan beberapa perlakuan untuk menurunkan kadar senyawa sianida. Data penelitian kadar sianida tepung koro benguk varietas putih Lampiran 1a, varietas belang Lampiran 1c, dan hasil analisis ragamnya Lampiran 1b dan 1d menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap kadar HCN. Tabel 5 menunjukkan kadar sianida pada tepung koro benguk yang dinyatakan sebagai HCN. Tabel 5. Kadar HCN Tepung Koro Benguk Perlakuan Kadar HCN mgkg basis kering koro benguk putih koro benguk belang Mentah utuh 19.88 d 20.10 c Tanpa kulit 19.02 d 2.95 b Tanpa kulit + rebus 30 menit 13.83 c 2.32 a,b Tanpa kulit + kukus 30 menit 8.40 b 1.83 a,b Tanpa kulit + rendam 6 jam 2.92 a 1.50 a Tanpa kulit + rendam 12 jam 2.76 a 1.66 a,b Tanpa kulit + rendam 24 jam 2.85 a 1.64 a,b Germinasi 2.87 a 1.62 a,b Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p 0.01 Bila dibandingkan dengan penelitian tentang kadar sianida pada koro benguk sebelumnya yang dilakukan oleh Kala dan Mohan 2010, kadar sianida koro benguk pada penelitian ini jauh lebih besar. Namun apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuleun et al. 2009 nilai kadar sianida pada penelitian ini jauh lebih kecil. Bervariasinya kadar sianida pada koro benguk diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti lokasi, musim, dan jenis tanah JECFA 1993 diacu dalam WHO 2004. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Handajani et al. 2008 yang mengambil sampel dari daerah Wonogiri, Jawa Tengah. Sampel koro benguk segar tersebut mengandung HCN sebesar 17.72 mgkg, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tepung kedua koro benguk mentah utuh pada penelitian ini. 26 Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1b menunjukkan bahwa kandungan HCN pada tepung koro benguk putih tidak berbeda sangat nyata p0.01 antara koro benguk mentah utuh dan perlakuan tanpa kulit. Akan tetapi, perbedaan kadar HCN yang sangat nyata terlihat pada kacang yang telah dikupas kulitnya lalu dilanjutkan dengan perlakuan perebusan, pengukusan, atau perendaman. Data menunjukkan bahwa senyawa sianogenik glukosida pada koro benguk varietas putih diduga terkonsentrasi pada kotiledon, bukan pada lapisan kulitnya. Meskipun ada penurunan kadar sianida pada kacang tanpa kulit, namun besarnya penurunan tersebut tidak signifikan. Hasil berbeda ditemukan pada koro benguk varietas belang, hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1d menunjukkan bahwa kadar HCN mengalami penurunan yang sangat nyata pada semua perlakuan jika dibandingkan terhadap kacang mentah. Berbeda dengan koro benguk varietas putih, senyawa sianogenik varietas belang diduga terkonsentrasi pada lapisan kulitnya. Perlakuan tanpa kulit menurunkan kadar HCN hingga 85.32 dibandingkan dengan kacang mentah utuh. Hal tersebut sama seperti pada ubi kayu, di mana menurut Heyne 1987 diacu dalam Yuningsih 2009 kandungan sianida pada kulit ubi kayu lebih tinggi dibandingkan dengan daging umbi. Konsentrasi sianogenik glukosida pada tanaman dapat bervariasi, salah satunya disebabkan oleh faktor genetik JECFA 1993 diacu dalam WHO 2004. Perbedaan genetik diduga menjadi alasan perbedaan letak konsentrasi senyawa sianogenik pada koro benguk dengan varietas berbeda. Penurunan kadar sianida relatif sederhana. Handajani et al. 2008 melaporkan bahwa perendaman koro benguk selama 24 jam dapat menurunkan kadar HCN sebesar 29, sedangkan perendaman selama 48 dan 72 jam dapat menurunkan kadar asam sianida berturut-turut sebesar 62 dan 77. Handajani et al. 2008 juga melaporkan bahwa perlakuan perebusan, pengukusan, dan presto dapat menurunkan kadar sianida. Perebusan dapat menurunkan kadar HCN sebesar 85, sedangkan pengukusan dan presto berturut-turut sebesar 84 dan 91. Hal ini menunjukkan bahwa hidrogen sianida tergolong faktor antinutrisi yang tidak tahan panas Iorgyer et al. 2009. Iorgyer et al. 2009 melaporkan penurunan kadar HCN pada kacang gude yang direbus selama 30 menit mencapai 53.43. Akan tetapi, Akinmutimi dan Ukpabi 2008 melaporkan bahwa perebusan selama 30 menit pada koro benguk hanya dapat menurunkan 1.93 kadar HCN dibandingkan dengan kacang mentah, meskipun penurunannya signifikan. Perebusan yang semakin lama dapat menurunkan kadar HCN hingga 66.45 pada waktu 60 menit dan 69.62 pada waktu 90 menit. Koro benguk varietas putih dan belang memiliki pola penurunan kadar sianida yang hampir sama akibat adanya perlakuan. Pola penurunan dan perbandingan kadar HCN antara tepung koro benguk varietas putih dan belang dapat dilihat pada Gambar 5 . Gambar 5. Perbandingan kadar HCN tepung koro benguk pada perlakuan yang sama. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan perbedaan yang sangat nyata α=0.01 27 Hasil uji t pada α 1 menunjukkan bahwa kadar HCN koro benguk varietas putih dan belang mentah tidak berbeda, sedangkan pada perlakuan lainnya terdapat perbedaan kadar HCN yang sangat nyata antara koro benguk putih dan belang. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1b menunjukkan bahwa pada koro benguk varietas putih, perlakuan perebusan 30 menit, pengukusan 30 menit, perendaman, dan germinasi menurunkan kadar HCN kacang mentah sangat nyata jika dibandingkan terhadap perlakuan tanpa kulit. Hasil uji lanjut juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar HCN yang sangat nyata seiring dengan meningkatnya lama waktu perendaman. Selain itu juga terlihat bahwa antara perlakuan perendaman dan germinasi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata dalam penurunan kadar HCN, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda sangat nyata terhadap perebusan dan pengukusan. Sementara itu, terdapat perbedaan yang sangat nyata antara perebusan dan pengukusan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1d, pada koro benguk varietas belang, tidak ada perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan perebusan, pengukusan, perendaman, dan germinasi. Sama halnya pada varietas putih, lamanya waktu perendaman tidak menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata terkait penurunan kadar asam sianida. Hasil uji lanjut juga melaporkan bahwa pengaruh perlakuan perebusan, pengukusan, perendaman selama 12 dan 24 jam tidak menunjukkan perbedaan yang sangat nyata jika dibandingkan terhadap perlakuan tanpa kulit, sedangkan perlakuan perendaman 6 jam berbeda sangat nyata dengan perlakuan tanpa kulit. Prinsip penurunan kadar senyawa sianogenik glukosida adalah reaksi hidrolisis senyawa sianogenik glukosida yang dikatalis oleh enzim endogenous pada tanaman yang mengandung senyawa tersebut. Sianogenik glukosida dihidrolisis menghasilkan glukosa, aldehida, dan asam sianida WHO 2004. Enzim tersebut juga bertanggung jawab atas reaksi hidrolisis sianogenik glukosida pada produk tepung, meskipun aktivitasnya rendah Panasiuk dan Bills 1984. Sianida dalam bentuk bebas maupun terikat mudah larut dalam air dan mudah menguap EPA 2010, Udensi et al. 2007. Perlakuan perebusan meningkatkan kecepatan reaksi hidrolisis senyawa sianogenik glukosida akibat adanya energi panas sehingga menghasilkan HCN yang kemudian larut ke dalam air rebusan. Sama halnya seperti perebusan, perlakuan pengukusan juga meningkatkan reaksi hidrolisis. Asam sianida hasil hidrolisis terbawa bersamaan dengan uap air dan kondensat. Sementara itu, pada proses perendaman, reaksi hidrolisis terjadi saat air meresap ke dalam kacang. Reaksi hidrolisis terkatalis enzim endogenous menyebabkan senyawa sianogenik glukosida terhidrolisis menghasilkan HCN yang larut air WHO 2004. Aktivitas enzim endogenous glukosidase meningkat saat proses germinasi. Panasiuk dan Bills 1984 melaporkan adanya kecenderungan peningkatan HCN pada kecambah sorghum seiring dengan lamanya proses germinasi. Proses germinasi meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik termasuk glukosidase sehingga sianogenik glukosida dihidrolisis menghasilkan HCN yang mudah menguap pada suhu ruang. Pada penelitian ini menunjukkan perlakuan germinasi dapat menurunkan kadar HCN sangat nyata.

C. Kandungan Protein sebagai Parameter Gizi