Kandungan Gizi dan Rendemen Tepung Koro Benguk Berprotein Tinggi

40 confident interval yang telah diprediksikan. Oleh karena itu, persamaan yang didapatkan masih dianggap cukup baik untuk menentukan proses optimum dan respon yang didapatkan. Perbedaan yang terjadi antara hasil prediksi dengan respon aktual yang diperoleh dapat disebabkan oleh pengaruh kelabilan alat pemanas pada saat verifikasi dengan saat pengukuran respon yang dilakukan di awal penelitian. Kondisi ini masih dapat diterima mengingat hasil verifikasi yang didapatkan adalah nilai respon sampel, sedangkan prediksi yang diberikan oleh program Design Expert 7.0® adalah perkiraan dari nilai respon populasi. Hasil verifikasi tersebut juga meyakinkan bahwa solusi terpilih satu dengan komponen faktor suhu 95.15° C, pH 5.6, dan lama waktu proses 50.62 menit merupakan titik optimal terbaik untuk likuifikasi dengan menggunakan enzim liquozyme supra α- amilase. Suhu optimal yang diperoleh pada penelitian ini mirip dengan suhu terbaik kerja enzim α-amilase yang dilaporkan Wibisono 2004 sebesar 95°C, sedangkan kondisi optimal pH sedikit lebih besar dari yang dilaporkan Wibisono 2004 yaitu pH 5.2. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan kondisi enzim yang digunakan pada penelitian ini dengan enzim yang digunakan pada penelitian Wibisono 2004. Untuk lama proses, hasil optimasi menunjukkan waktu yang lebih singkat dari yang dilaporkan Wibisono 2004. Lama waktu yang lebih singkat memungkinkan kerusakan protein tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan, rancangan proses terpilih menghasilkan kadar protein sebesar 41.41 lebih tinggi 28.52 dari produk acuannya yaitu tepung koro benguk yang mengandung kadar protein sebesar 32.33. Kadar protein tepung koro benguk yang telah diproses dengan likuifikasi dengan faktor terpilih menunjukkan peningkatan kadar protein akan tetapi nilainya tidak mencapai kadar maksimal tepung berprotein tinggi sebesar 60. Akan tetapi, jika dilihat dari klaim komparasi gizi yang dikeluarkan oleh BPOM 2011 yang menyatakan produk dapat diklaim sebagai produk berprotein tinggi apabila mengandung protein 25 lebih tinggi dari produk asalnya.

B. Kandungan Gizi dan Rendemen Tepung Koro Benguk Berprotein Tinggi

Data penelitian Lampiran 9 menunjukkan adanya beberapa perbedaan proporsi kandungan gizi antara tepung koro benguk biasa dengan tepung berprotein tinggi yang telah mengalami proses likuifikasi. Perbedaan kandungan gizi tersebut diduga karena adanya perubahan proporsi kandungan gizi selama proses likuifikasi. Tabel perbandingan kandungan gizi dan rendemen tepung koro benguk biasa dan tepung koro benguk berprotein tinggi dapat dilihat pada Tabel 10. 41 Tabel 10. Perbandingan kandungan gizi dan rendemen tepung koro benguk biasa dan tepung koro benguk berprotein tinggi Kadar air tepung berprotein tinggi lebih kecil daripada kadar air tepung koro benguk. Hal ini disebabkan oleh pengaruh jenis alat yang digunakan untuk pengeringan tepung berprotein tinggi. Alat pengering yang digunakan untuk pengeringan tepung berprotein tinggi adalah spray dryer sehingga karakteristik produk yang dihasilkan sangat kering. Kartika 2009 melaporkan partikel tepung yang dihasilkan dengan alat pengering spray dryer lebih kecil dari partikel tepung yang dikeringkan dengan alat pengering lain seperti drum dryer. Kadar abu mengalami peningkatan pada tepung berprotein tinggi. Peningkatan kadar abu diduga karena tepung koro benguk mendapatkan panas dalam waktu yang cukup lama saat proses likuifikasi. Akinmutimi dan Ukpabi 2008 melaporkan adanya peningkatan kadar abu pada waktu perebusan yang lebih lama 60 dan 90 menit. Selain itu, peningkatan tersebut disebabkan oleh penurunan kadar zat gizi makro lainnya selama likuifikasi seperti lemak dan karbohidrat karena terdegradasi oleh enzim maupun panas. Menurut Miller 1996, kandungan mineral dalam bahan pangan tidak dapat rusak oleh panas, cahaya, agen pengoksidasi, dan pH yang ekstrim sehingga keberadaannya pada tepung berprotein tinggi masih tinggi. Kadar lemak juga mengalami perubahan antara tepung koro benguk dengan tepung berprotein tinggi. Hal ini diduga adanya hidrolisis lemak menghasilkan monogliserida dan digliserida yang memiliki kelarutan di dalam pelarut air relatif lebih tinggi dibandingkan dengan trigliserida. Nawar 1996 menyatakan bahwa hidrolisis ikatan ester pada trigliserida dapat terjadi akibat aktivitas enzim atau akibat panas dan adanya air. Penurunan kadar lemak pada penelitian ini relatif kecil, yaitu sebesar 0.16-0.50 g per 100 g tepung. Perubahan yang paling signifikan adalah perubahan proporsi kadar protein dan kadar karbohidrat. Kadar protein tepung berprotein tinggi meningkat sebesar 9.28 g100 g dan kadar karbohidratnya turun sebesar 10.94 g100 g dari tepung koro benguk. Kondisi ini memang diinginkan karena peningkatan kadar protein secara proporsial dilakukan dengan cara mendegradasi molekul karbohidrat menggunakan enzim α-amilase melalui proses likuifikasi. Dengan terdegradasinya komponen karbohidrat, maka kandungan protein akan meningkat secara proposional. Komposisi bk Tepung koro benguk biasa Tepung koro benguk berprotein tinggi Kadar abu 1.66 ± 0.06 3.02 ± 0.01 Kadar lemak 5.34 ± 0.06 4.64 ± 0.18 Kadar protein 32.54 ± 0.25 41.83± 0.71 Kadar karbohidrat 60.45 ±0.38 49.51± 0.96 Rendemen 54.04 ±3.13 30.73 ±0.60 42 Rendemen tepung berprotein tinggi yang dihasilkan dari proses likuifikasi untuk peningkatan protein dari tepung koro benguk sebesar 30.73. Kadar protein tepung berprotein tinggi ini telah memenuhi syarat BPOM tentang kategori produk pangan yaitu kadar proteinnya lebih tinggi 25 dari produk acuannya. Rendemen yang dihasilkan tersebut tidak jauh berbeda dengan rendemen tepung beras berprotein tinggi yang dihasilkan dari proses peningkatan protein dengan cara enzimatis Hansen et al. 1981. Selain itu, rendemen tepung berprotein tinggi koro benguk juga hampir sama dengan produk pekatan protein dari koro-koroan yaitu kacang komak sebesar 31.7 Nafi et al. 2006.

C. Karakteristik Fisikokimia Tepung Koro Benguk Varietas Putih Berprotein