12
2.1.3 Ancaman, Faktor-faktor Pembatas Pertumbuhan dan Fase Pergeseran Karang
Penyebab kerusakan terumbu karang digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu : 1 kerusakan karang oleh sebab-sebab biologis seperti adanya kompetisi,
predasi, ledakan populasi fitoplankton, 2 kerusakan karang oleh sebab-sebab mekanis seperti adanya arus yang kuat, sedimentasi, aktivitas vulkanik, perubahan
temperatur dan salinitas serta penetrasi sinar matahari, 3 kerusakan karang karena aktifitas manusia seperti pencemaran minyak, bahan kimia, pengambilan
karang untuk keperluan industri dan bangunan, pengeboman, koleksi biota dan lain- lain Soeharsono 1990.
Penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan bahan peledak rakitan atau dinamit masih sering dilakukan pada sebagian besar wilayah di Asia
Tenggara dan telah mengakibatkan kerusakan terumbu karang di kawasan tersebut. Selain menyebabkan kematian ikan dan organisme lainnya, ledakan
dinamit meninggalkan patahan karang yang berserakan di dasar membentuk serpihan karang mati. Serpihan karang ini dibawa oleh arus laut, selanjutnya
menggeser atau menutupi karang-karang muda lain yang masih hidup, sehingga menghambat atau mencegah pemulihan karang Fox et al. 2003
‘Pemutihan’ karang yaitu menjadi pudar atau berwarna putih salju terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara alami maupun karena manusia, yang
menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai musim
sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya Brown et al. 1999; Fitt et al.
2000. Pemutihan dapat menjadi sesuatu hal yang biasa di beberapa daerah. Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60–90 dari jumlah
zooxanthellae-nya dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50– 80 dari pigmen fotosintesisnya Glynn 1996. Ketika penyebab masalah itu
disingkirkan, karang yang terinfeksi dapat pulih kembali, jumlah zooxanthellae kembali normal, tetapi hal ini tergantung dari durasi dan tingkat gangguan
lingkungan Hoegh-Guldberg 1999. Gangguan yang berkepanjangan dapat membuat kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni
tetapi juga terumbu karang secara luas.
13
Pemutihan dapat pula terjadi pada organisme-organisme bukan pembentuk terumbu karang seperti karang lunak soft coral, anemon dan beberapa jenis
kimia raksasa tertentu Tridacna spp., yang juga mempunyai alga simbiosis dalam jaringannya. Sama seperti karang, organisme-organisme ini dapat juga mati
apabila kondisi-kondisi yang mengarah kepada pemutihan cukup parah Westmacott et al. 2000.
Terumbu yang telah mengalami tekanan akibat kegiatan manusia dapat menjadi lebih rentan untuk memutih bilamana Hot Spots meluas, karena karang
yang telah lemah dapat berkurang kemampuannya menghadapi naiknya suhu permukaan laut SPL sebagai tekanan tambahan. Lebih lanjut lagi bahkan setelah
SPL kembali normal, dampak manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan karang baru. Tentunya, terumbu yang pernah dihadapkan pada
gangguan manusia yang berlanjut seringkali menunjukkan kemampuan yang rendah untuk pulih Brown 1997. Dilain pihak, terumbu yang tidak diganggu
oleh kegiatan manusia dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pulih, bila keadaan lingkungan optimal untuk pertumb uhan dan perkembangan karang.
Lingkungan fisik berperan dalam menentukan komposisi komunitas karang, sedangkan lingkungan biologi berperan dalam membentuk kekayaan
jenis. Keanekaragaman ini bisa terjadi hanya setelah tercapainya keseimbangan suatu seri ekologis; tidak hanya keseimbangan antar organisme karang, tetapi juga
antara karang dengan organisme lainnya, termasuk predator dan parasit, dan juga antara organisme lainnya yang mempunyai hubungan langsung dengan karang,
seperti keseimbangan antara ikan- ikan herbivora dan alga makro Veron 1986. Suhu merupakan parameter lingkungan perairan yang penting.
Peningkatan atau penurunan suhu air akibat aktivitas pembangkit tenaga listrik yang dibangun dekat pantai, telah membawa dampak kerusakan komunitas
terumbu karang. Kenaikan suhu 3 – 5
o
C diatas ambang batas menyebabkan menurunnya kemampuan karang untuk hidup dan tumbuh Suharsono 1990.
Suhu optimum pertumbuhan karang di daerah tropis adalah 25 – 30
o
C, suhu ekstrim akan mempengaruhi binatang karang dalam proses metabolisme,
reproduksi dan pengapuran. Karang batu pembentuk terumbu karang memerlukan
14
suhu air laut yang agak tinggi yaitu di atas 20
o
C, tetapi akan mencapai puncak pertumbuhan pada kisaran suhu 25 – 30
o
c Sumich 1992. Salinitas merupakan faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu
karang. Kisaran salinitas pertumbuhan karang di Indonesia antara 29 – 33 ‰ Coles Jokiel 1992. Terumbu karang tidak terdapat pada perairan dekat muara
sungai besar yang menerima masukan air tawar Sumich 1992. Menurut Nybakken 1997, karang hanya dapat hidup dengan baik pada salinitas normal air
laut yaitu pada kisaran 32 – 35‰, akan tetapi karang batu dapat mentoleransi salinitas yang cukup tinggi yaitu antara 42‰.
Cahaya matahari mempunyai peranan penting dalam proses pembentukan dan pertumbuhan karang, yaitu untuk menentukan kelangsungan proses
fotosintesis alga kapur yang bersimbiosis dalam jaringan karang Nybakken 1997. Cahaya matahari adalah salah satu faktor yang paling penting yang
membatasi pertumbuhan terumbu karang dimana cahaya tersebut dibutuhkan oleh zooxanthellae untuk fotosintesis.
Karang memerlukan perairan yang jernih untuk menjamin ketersediaan cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanthellae karang. Setiap jenis
karang yang berbeda mempunyai toleransi yang berbeda terhadap tingkat ketersediaan cahaya maksimum dan minimum. Hal ini merupakan penyebab
utama variasi struktrur komunitas karang pada berbagai kedalaman. Terumbu karang terdapat di perairan dangkal antara 0 – 50 meter dengan dasar yang keras
dan perairan yang jernih Veron 1986. Bahkan karang pembentuk terumbu dapat tumbuh pada kedalaman 80 m pada pulau-pulau oceanic dengan perairan jernih,
sebaliknya pada perairan yang keruh habitat karang ditemukan pada kedalaman 2 m Ditle v 1980. Kondisi yang baik untuk pertumbuhan karang adalah pada
kedalaman antara 3-10 meter, sedangkan pada kedalaman antara 10-15 meter merupakan daerah transisi, daerah yang kurang optimal untuk pertumbuhan
terumbu karang adalah pada kedalaman antara 15-20 meter Soedharma 1984. Pergerakan air berperan dalam memberi sumber air segar yang membawa
oksigen, nutrient dan plankton juga untuk membersihkan partikel yang menempel pada kulit karang. Tidak adanya gelombang atau arus memungkinkan terjadinya
15
pengendapan di terumbu karang, juga masukan plankton dan air segar yang kaya oksigen jadi berkurang Nybakken 1997.
Komposisi dan jenis dari kolonisasi alga mungkin penting sebagai akibat dari pemutihan karang coral bleaching, baik dari segi tingkat keparahan
gangguan dan potensi untuk pemulihan karang kedepan. Keparahan gangguan mungkin dipengaruhi oleh efek dari kolonial alga terhadap kemampuan karang
untuk pulih dari pemutihan. Komposisi dan suksesi lintasan kolonial alga dapat juga mempengaruhi kemampuan populasi karang untuk tumbuh kembali pada
substrat yang didominasi alga, baik melalui rekolonisasi oleh karang yang masih hidup atau peremajaan baru. Hasil dari interaksi kompetitif antara karang dan alga
dasar benthic mungkin tergantung pada jenis karang dan alga yang terlibat dan mekanisme mediasi interaksi, sebagai akibat dari proses fase pergeseran karang
dan pemulihannya dari gangguan. Sebagai contoh, alga turf berserabut menunda regenerasi jaringan karang setelah kerusakan mekanis. Sebaliknya, alga berserabut
tidak mempengaruhi pemulihan karang, dan dalam satu contoh, kebun Sargassum spp.
berbentuk kanopi tirai yang ditemukan dapat melindungi karang dari kerusakan pemutihan Diaz-Pulido McCook 2002.
Kajian terhadap beberapa fakta yang dilakukan Nostrom et al. 2009 terhadap keadaan alternatif fase pergeseran terumbu karang, bahwa selama ini
berdasarkan eksperimen, teori dan model menunjukkan hilangnya kemampuan pemulihan yang diakibatkan intervensi manusia, seperti penangkapan ikan yang
berlebihan, mendahului fase pergeseran dari karang menjadi makroalga, membuat sistem semakin rentan terhadap gangguan. Hilangnya spesies kunci herbivora dan
peningkatan nutrient mengkontribusi terhadap degradasi karang. Sementara itu, kasus pergeseran menjadi dominasi corallimorpharian, karang lunak dan spons
dipicu oleh peristiwa pemutihan masal dan surut rendah. Di Jepang khususnya karang Japanese Gardens, polusi minyak kronis menurunkan dan menghalangi
pemulihan karang. Di sisi lain, data yang saling berhubungan menyatakan bahwa transisi dominasi corallimorpharian, spons, karang lunak dan bulu babi difasilitasi
oleh lingkungan yang dipengaruhi manusia. Namun hubungan yang diberikan belum jelas, karena fakta yang ada tidak menunjukkan hubungan kausal.
16
2.1.4 Pemulihan Terumbu Karang