5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tingkat Kesehatan Karang berdasarkan Kondisi Fisika-Kimia Perairan
Data hasil pengukuran kualitas air di ekosistem terumbu karang pada masing- masing stasiun penelitian di Kecamatan Pulau Tiga disajikan pada Tabel 2.
Suhu permukaan perairan yang di dapat dari hasil pengukuran di lapang selama penelitian adalah berkisar antara 30,1
o
C hingga 30,6
o
C dengan rata-rata 30,33
o
C atau 30.325±0.25
o
C. Suhu terendah berada pada stasiun 2 dan tertinggi pada stasiun 1. Menurut Wyrtki 1961; PKSPL IPB 1997, diacu dalam Candra
2003, suhu permukaan menurun secara cepat hingga mencapai minimum pada bulan Januari. Suhu permukaan kemudian naik kembali hingga mencapai suhu
maximum pada bulan Mei. Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi ekosistem dan biota yang
hidup di dalamnya. Kenaikan suhu yang tidak dapat ditolerir dapat menjadi ancaman bagi makhluk hidup di lingkungan perairan khususnya terumbu karang.
Hoegh-Guldberg 1999, diacu dalam Grimsditch dan Salm 2006 menyatakan kehidupan karang pada lingkungan yang mendekati ambang batas thermal lebih
tinggi dari batas suhu untuk kehidupannya, dan terjadinya peningkatan suhu 1 atau 2
o
C diatas rata-rata yang terus- menerus lebih dari periode waktu misalnya 1 bulan dapat menyebabkan pemutihan karang yang luas.
Kisaran suhu permukaan perairan di Kecamatan Pulau Tiga masih tergolong dalam kategori kondisi perairan yang normal untuk daerah tropis pada
umumnya. Perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23 – 25
o
C dan terumbu karang dapat mentoleransi suhu perairan sampai kira-kira 36 – 40
o
C Nybakken 1997. Sehingga kondisi suhu di daerah tersebut masih dapat ditolerir untuk mendukung kehidupan dan
pertumbuhan karang serta organisme dan biota yang hidup berasosiasi di dalamnya.
Salinitas permukaan air laut di lokasi penelitian berkisar antara 25,8 – 31,9
00
dengan rata-rata 29,03
00
atau 29.042±2.49
00
. Salinitas perairan di daerah ini berfluktuasi dan tergolong rendah, hal ini disebabkan pengaruh oleh
massa air dari daratan. Namun salinitas tertinggi yang diukur pada saat penelitian
45
adalah salinitas maksimum. Salinitas maksimum ditemui pada bulan Mei dan kemudian menurun hingga mencapai minimum pada bulan Agustus. Salinitas
permukaan di perairan ini kemudian naik perlahan- lahan hingga bulan November sebelum turun lagi menjadi 32
00
pada bulan Desember. Setelah itu salinitas meningkat kembali hingga mencapai maximum pada bulan Mei Wyrtki 1961;
PKSPL IPB 1997, diacu dalam Candra 2003. Salinitas perairan laut yang tinggi dan terlalu rendah dapat menghambat
pertumbuhan hewan karang karena berperan dalam sistem osmosis pada
organisme hidup. Salinitas di perairan Kecamatan Pulau Tiga sangat mendukung
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme perairan khususnya karang karena salinitas air laut yang normal dan sesuai untuk kehidupan karang
adalah berkisar antara 32 – 35
00
Nybakken 1997. Derajat keasaman pH perairan ditentukan oleh tingkat penyerapan laut
terhadap senyawa karbon CO
2
yang berasal dari atmosfer. Namun organisme laut juga dapat menyumbang senyawa karbon walaupun dalam jumlah kecil.
Penyerapan karbon terlalu tinggi secara pasif di perairan akan menyebabkan miningkatnya kadar keasaman suatu perairan karena akan meningkatkan kadar
asam karbonat H
2
CO
3
dan ion bikarbonat HCO
3 -
, akibatnya ion karbonat meningkat. Bila ini terjadi maka perairan laut akan bersifat asam dan kondisi yang
demikian dapat mengganggu dan menghambat kalsifikasi, kekuatan struktur dan pertumbuhan karang. Kleypas et al. 1999 memperkirakan kecepatan kalsifikasi
karang dapat menurun 10 – 30 menurut kelipatan dari konsentrasi CO
2
di atmosfer.
Dari hasil pengukuran di lapang, derajat keasaman pH permukaan perairan yang didapat berada pada kisaran 7,20 – 8,32 dengan rata-rata 7,88 atau
7.88±0.49. Angka tersebut menunjukkan perairan tersebut bersifat basa dan masih dalam kondisi baik untuk pertumbuhan karang. Rekomendasi KLH, suatu
perairan laut yang baik apabila bersifat basa yaitu pH7 Anonimous 2004. Kecerahan perairan di lokasi penelitian tergolong tinggi atau jernih,
dimana pada kedalaman 4 hingga 7 meter, rata-rata kecerahan hampir mencapai 100. Kecerahan terendah berada pada stasiun 1 yaitu sekitar 75 yang
46
disebabkan gelombang dan arus dalam perairan yang kuat karena keterbukaan area exposure area, juga didukung adanya sedimentasi di perairan tersebut.
Kecerahan suatu perairan dapat mempengaruhi proses fotosintesis organisme karang di perairan. Semakin tinggi kecerahan suatu perairan maka
semakin tinggi pula masuknya cahaya ke kolom perairan yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh zooxanthella. Kecerahan yang tinggi terjadi karena
kecilnya masukan zat hara dari luar ke dalam kolom perairan dan juga kemampuan dari ekosistem terumbu karang dalam proses pemanfaatan nutrien
yang dibutuhkan. Sebaliknya apabila kekeruhan tinggi biasanya kadar nutrien tinggi dan bila ini terjadi maka di satu sisi akan menguntungkan alga dan
merugikan karang. Arus di perairan daerah tersebut dan sekitarnya, secara umum sangat
dipengaruhi oleh angin muson, karena letak geografis perairan ini berada di laut lepas berhadapan dengan laut Cina Selatan. BPP-PSPL UNRI 2005 menyatakan
bahwa arus permukaan dipengaruhi oleh Muson Tenggara Mei sampai September dan Barat Laut November sampai Maret, dimana arus permukaan
membalikkan arah satu fase dengan muson. Sedangkan pada bulan April dan Oktober merupakan masa transisi. Selama Muson Tenggara, Laut Cina Selatan
mengalir ke arah selatan melalui Selat Karimata ke Laut Jawa yang selanjutnya aliran ini berganti arah masuk ke dalam Samudera Hindia.
Dari hasil penga matan dan pengukuran di lapang, kecepatan arus permukaan 0,06 – 0,31 mdt dengan rata-rata 0,195 mdt atau 0.20±0.10 mdt.
Pada stasiun 1 dan stasiun 2 saat air pasang, arus pada umumnya mengalir dari Laut Cina Selatan kearah selatan dan pada saat air surut arus mengalir kembali
menuju Laut Cina Selatan. Berbeda dengan stasiun 3 dan 4, dimana lokasi yang berdekatan dengan Selat Lampa, arus mengalir ke utara pada saat air pasang dan
mengalir ke selatan pada saat air surut. Arus perairan berperan penting dalam proses pengangkutan zat hara dan
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme karang dan organisme lainnya di perairan. Terumbu karang umumnya tumbuh baik pada kondisi perairan yang
berarus karena berfungsi membersihkan substrat karang dari penutupan oleh sedimen. Fenomena oseanografi lain yang dapat mencegah pemutihan karang
47
adalah kecepatan aliran air yang ditimbulkan oleh arus. Arus yang disebabkan oleh pengaruh pasang-surut dan bergabung dengan aliran air yang cepat dapat
melindungi karang dari pemutihan dengan melepaskan radikal oksigen berbahaya Grimditch Salm 2006. Selanjutnya kondisi aliran air yang cepat juga dapat
meningkatkan pemulihan karang yang mencegah perubahan fase dari karang menjadi dominasi makroalga sehingga menghambat penempelan sekumpulan alga
dan menyediakan tempat bagi karang muda untuk menempel dan tumbuh McClanahan et al. 2002. Secara umum kualitas perairan di Kecamatan Pulau
Tiga masih dalam kondisi baik dan mendukung bagi produktivitas ekosistem terumbu karang.
Tabel 2 Kualitas perairan dalam rerata atau rata-rata±sd yang diukur pada masing- masing stasiun penelitian di Kecamatan Pulau Tiga
Stasiun Kedalaman
Kecerahan Suhu
Salinitas Kec. Arus
pH m
m
o
C ppm
mdt
ST-1 4
3 30.6
31.9 0.31
7.20 30.63±0.15
31.90±0.10 0.31±0.02
7.20±0.26 ST-2
7 7
30.1 30.5
0.25 7.78
30.06±0.15 30.53±0.91
0.25±0.03 7.78±0.18
ST-3 5
5 30.3
25.8 0.16
8.22 30.26±0.06
25.83±0.32 0.16±0.01
8.22±0.17 ST-4
7 7
30.3 27.9
0.06 8.32
30.33±0.21 27.90±0.46
0.06±0.02 8.32±0.09
?Rerata 30.33
29.03 0.20
7.88 ?Rata-rata±sd
30.325±0.25 29.042±2.49
0.20±0.10 7.88±0.49
5.2 Tingkat Kesehatan Karang berdasarkan Tutupan Dasar Benthic Cover 5.2.1 Ekosistem Terumbu Karang