V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat keawetan kayu durian, limus, dan duku pada pengujian terhadap rayap
kayu kering tidak jauh berbeda. Sedangkan pada pengujian terhadap rayap tanah dan jamur pelapuk, tingkat keawetan kayu duku lebih tinggi dibanding
keawetan kayu durian dan limus. 2.
Kayu durian, limus, dan duku termasuk kayu yang sulit untuk diawetkan dengan metode rendaman dingin dan metode rendaman panas dingin.
3. Nilai retensi dan penetrasi bahan pengawet Diffusol CB dengan metode
rendaman panas dingin meningkat sekitar 2 kali dibanding dengan pengawetan rendaman dingin pada ketiga jenis kayu yang diuji. Peningkatan sifat
keterawetan kayu dengan metode rendaman panas dingin yang tertinggi terjadi pada kayu duku.
4. Berdasarkan uji laboratorium dan analisis data, konsentrasi pengawet yang
disarankan untuk melindungi kayu dari rayap kayu kering dan rayap tanah adalah 2.5. Pada konsentrasi lebih tinggi dari 2.5, peningkatan efektifitas
pengawetan tidak nyata.
5.2 Saran
Pada penelitian ini, retensi bahan pegawet Diffusol CB belum memenuhi standar SNI 03-5010.1-1999. Agar nilai retensi tersebut dapat menjadi lebih
tinggi, maka perlu adanya penelitian dengan modifikasi pengawetan panas dingin dengan waktu pemanasan yang lebih dari 4 jam atau dengan vakum tekan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Hadjib N. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat untuk Komponen Bangunan. www.dephut.go.idfilesKomp_Bangunan.pdf. [3
Agustus 2009]. Badan Standardisasi Nasional.1999. Pengawetan Kayu untuk Rumah dan Gedung.
SNI 03-5010.1-1999. http:www.dephut.go.idinformasiSNIutama.htm. [3 Agustus 2009].
Badan Standardisasi Nasional. 2005. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. RSNI4. Bogor.
Batubara R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan. http:
library.usu.ac.iddownloadfp06010040. pdf. [3 Agustus 2009].
Duljapar K. 1996. Pengawetan Kayu. Jakarta : Penebar Swadaya. Dumanau JF. 2001. Mengenal Kayu. www.bukabuku.combrowse..18020
mengenal-kayu.html.[4 September 2009] Edningtyas D. 1993. Zat Ekstraktif Tiga Jenis Kayu Awet Indonesia dan
Efikasinya terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Huang Z, Maher K, Amartey S. 2004. Effects of heart wood extractives in Dahoma Piptadeniastrum africanum on Decay Resistance to White Rot
and Brown Rot Fungi. Sweden. Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengawetan Kayu Terjemahan Edisi Pertama.
Akademika Pressindo, Jakarta. [Kompes Deptan] Komisi Pestisida Departemen Pertanian. 1995. Metode Standar
Pengujian Efikasi Pestisida. Jakarta: Departemen Pertanian. Kuo M. 2003. Schizophyllum commune. http:www.mushroomexpert.com
Schizophyllum_commune.html. [29 Agustus 2009]. Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Seri manual : Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di
Lapangan. Bogor : Yayasan Prosea. Martawijaya A.1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor.
Material Safety Data Sheet. 2004. Diffusol CB. PT Agricon. Bogor.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Nandika D, Soenaryo S. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta: Departemen Kehutanan DKI Jakarta.
Nurul A. 2005. Perlindungan Investasi Konstruksi Terhadap Serangan Organisme Perusak.
http:www.pu.go.idpublikindprodukseminar...Kolokium 2005_02.pdf. [2 Agustus 2009].
Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis Dari Jenis – Jenis Kayu Indonesia dan
Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Nomor 1 Cetakan II. Soewarsono P.H., penerjemah; Bogor : Lembaga Penelitian Hasil Hutan.
Terjemahan dari : Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance for Practical Use.
Padlinurjaji IM. 1977. Rendaman Dingin larutan Wolmanit CB Terhadap Lima Jenis Kayu pada Berbagai Tingkat Konsentrasi dan Waktu Rendam.
Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Schmidt O. 2006. Wood and Tree Fungi: Biology, Damage, Protection and Use.
http:books.google.co.idbooks?isbn=3540321381.[29 Agustus 2009]. Sumarni, Muslich. 2007. Keawetan 62 Jenis Kayu Indonesia dan Kegunaannya
untuk Konstruksi Bangunan. Makalah Seminar Nasional MAPEKI X, tanggal 9-11 Agustus 2007, Pontianak.
Tambunan B, Nandika D. 1989. Deteriorasi Kayu oleh faktor Biologis. Bogor : Pusat antar Universitas Bioteknologi IPB.
Tarumingkeng RC.
2001. Biologi
dan Perilaku
rayap. http:tumou.netbiologi_dan_perilaku_rayap.htm. [4 April 2009].
Tarumingkeng RC.
2007. Deteriorasi
Hasil Hutan.
http:tumoutou.netdethh1_forest_product_det.htm. [2 Agustus 2009]. Tim ELSSPAT. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Jakarta : Puspa Swara.
Volk TJ. 2000. This month’s fungus is Schizophyllum commune, the split gill fungus, perh
aps the world’s most widespread fungus—and possessor of over 28,000 different sexes. http:botit.botany.wisc.edutoms_fungifeb
2000.html. [29 Agustus 2009]. Winarno B, Waluyo EA. 2008. Potensi Pengembangan Hutan Rakyat dengan
Jenis Tanaman Kayu Lokal. Efend 1. multiply. Comjournalitem4. [29 Agustus 2009].
Wistara IN, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis-Plasma CF4 Terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes
cyanocephalus Light. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume XV No.2.
Yusuf S, Utomo S. 2006. Hama Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor : UKPHP Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan persentase mortalitas dan penurunan berat kayu oleh rayap kayu kering pada uji keawetan
Kode Mortalitas Rayap
Penurunan Berat Sample
N1 N2
M W1
W2 P
ekor ekor
gram gram
DRT 3 50
27 54
2.552 2.346
8.1 DRT 4
50 22
44 2.385
2.121 11.1
DRT 5 50
43 86
2.507 2.395
4.5
Rata- rata 50
30.7 61.3