Pengawetan Kayu Uji Duncan konsentrasi terhadap penurunan berat kayu oleh

2.4 Pengawetan Kayu

Pengawetan kayu adalah proses memasukkan bahan kimia beracun atau bahan pengawet ke dalam kayu untuk memperpanjang masa pakai kayu. Pemberian bahan pengawet ke dalam kayu tidak awet diharapkan dapat memperpanjang usia pakai kayu, minimal sama dengan usia pakai kayu kelas awet I yang tidak diawetkan Batubara 2006. Menurut Dumanau 2001, bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang sangat beracun terhadap makhluk perusak kayu, antara lain arsen As, tembaga Cu, flour F, krom Cr, seng Zn dan lain-lain. Tidak semua bahan pengawet baik digunakan dalam pengawetan kayu. Dalam penggunaannya harus diperhatikan sifat-sifat bahan pengawet agar sesuai dengan tujuan pemakaian. Adapun syarat bahan pengawet yang baik adalah : 1. Bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. 2. Mudah masuk dan tinggal di dalam kayu. 3. Bersifat permanen, tidak mudah luntur dan menguap. 4. Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lain misalnya logam, perekat, dan cat. 5. Tidak mempengaruhi kembang susut kayu. 6. Tidak merusak sifat-sifat kayu seperti sifat fisik, mekanik, dan kimia. 7. Tidak mudah terbakar atau mempertinggi bahaya kebakaran. 8. Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan. 9. Mudah dikerjakan, diangkut, mudah didapat, dan murah. Menurut Tim ELSSPAT 1997, jenis bahan pengawet di Indonesia dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Golongan CCA, misalnya : tanalith, kemira, celcure, dan osmose. 2. Golongan CCB, misalnya : wolmanit, diffusol, dan impralit. 3. Golongan CCF, misalnya : basilitip. 4. Golongan BFCA, misalnya : koppers. Semua bahan pengawet tersebut memiliki persyaratan penembusan dan retensi yang berbeda-beda. Formulasi yang beredar di pasaran juga berbeda, ada yang berbentuk tepung, pasta, dan cairan. Berdasarkan SNI 03-5010.1-1999, jenis, komposisi bahan aktif, formulasi, dan bentuk bahan pengawet kayu untuk perumahan dan gedung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis, komposisi bahan aktif, formulasi, dan bentuk bahan pengawet No Jenis bahan Komposisi Formulasi bahan Bentuk Pengawet Bahan aktif aktif garam 1 CCB1 CuSO 4 .5H 2 O 33 95 Bubuk K 2 Cr 2 O 7 37 H 3 BO 3 25 2 CCB2 CuSO 4 34 97 Bubuk K 2 Cr 2 O 7 38 H 3 BO 3 25 3 CCB3 CuSO 4 28.6 100 Bubuk Na 2 Cr 2 O 7 43.9 H 3 BO 3 27.5 4 CCB4 CuSO 4 .5H 2 O 32.4 90 Pasta Na 2 Cr 2 O 7 .2H 2 O 36 H 3 BO 3 21.6 5 CCF CuSiF 6 .4H 2 O 36.3 100 Bubuk NH42Cr 2 O7 63.7 Sumber : SNI 03-5010.1-1999 Efektifitas bahan pengawet tidak hanya ditentukan oleh daya racunnya saja, tetapi juga oleh metode pengawetan serta retensi dan penetrasinya ke dalam kayu. Ada beberapa cara untuk memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu, salah satunya dengan : 1. Metode Rendaman Dingin Menurut Dumanau 2001, keuntungan dan kerugian metode rendaman dingin dalam pengawetan adalah : • Keuntungan : a. Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibanding metode pelaburan, penyemprotan, dan pencelupan. b. Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama. c. Larutan dapat digunakan berulang kali dengan menambah konsentrasi bila berkurang. • Kerugian : a. Waktu lebih lama dibanding rendaman dingin. b. Peralatan mudah terkena karat. c. Pada proses panas, apabila tidak hati-hati kayu dapat terbakar. d. Kayu basah agak sulit diawetkan. 2. Metode Rendaman Panas Dingin Berdasarkan Nandika et al. 1996, untuk melaksanakan proses rendaman panas dan rendaman dingin ada beberapa cara yaitu : 1. Memindahkan kayu-kayu yang telah direndam di dalam bahan pengawet yang dipanaskan ke tangki lain dimana bahan pengawet relatif dingin. 2. Dengan mengeluarkan bahan pengawet panas dan segera diganti dengan bahan pengawet dingin. 3. Dengan menghentikan pemanasan dan membiarkan kayu serta bahan pengawet tadi menjadi dingin bersama-sama. Untuk cara 1 dan 2, pemindahan harus dilakukan secara cepat supaya tidak dingin oleh udara. Dalam metode pengawetan ini sebaiknya digunakan bahan pengawet larut minyak, karena suhu sangat berpengaruh terhadap absorbsi dan penetrasi. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik daripada cara rendaman panas atau rendaman dingin saja, karena retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk kedalam kayu Dumanau 2001. Berdasarkan SNI 03-5010.1-1999, persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet Jenis BentukFormulasi Retensi kgm 3 Penetrasi Di bawah atap Di luar atap mm CCB1 Bahan aktif garam 8,0 11,0 5 Formulasi 8,4 11,6 5 CCB2 Bahan aktif garam 8,0 11,0 5 Formulasi 8,2 11,3 5 CCB3 Bahan aktif garam 8,0 11,0 5 Formulasi 8,0 11,0 5 CCB4 Bahan aktif garam 8,0 11,0 5 Formulasi 8,0 12,2 5 CCF Bahan aktif garam 6,0 8,6 5 Formulasi 6,0 8,6 5 Sumber : SNI 03-5010.1-1999 Menurut Batubara 2006, keterawetan kayu merupakan kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu. Keterawetan juga bisa diartikan mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki bahan pengawet. Keterawetan kayu sangat bervariasi, kayu gubal mempunyai keterawetan yang lebih tinggi karena bagian ini sebelumnya berfungsi sebagai penyalur air dari akar ke daun. Sedangkan kayu teras mempunyai sifat keterawetan yang kurang baik karena terbentuknya tilosis serta deposit-deposit lainnya yang menutupi sel-sel kayu. Klasifikasi keterawetan yang digunakan untuk metode vakum tekan menurut IUFRO Smith dan Tamblyn dalam Martawijaya 1981 sebagai berikut : Tabel 5 Klasifikasi keterawetan kayu Kelas Keterawetan Penetrasi I Mudah 90 II Sedang 50-90 III Sulit 10-50 IV Sangat sulit 10 Berdasarkan tim ELSPPAT 1997 retensi bahan pengawet merupakan kemampuan kayu untuk menyerap bahan pengawet yang dinyatakan dalam kgm 3 . Penetrasi adalah penembusan bahan pengawet yang masuk kedalam kayu. Penetrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, struktur anatomi, konsentrasi bahan pengawet, proses pengawetan, dan lamanya proses. Penetrasi ini sangat berpengaruh terhadap masa pakai kayu Hunt Garrat 1986. Menurut Nandika et. al. 1996, penetrasi dihitung berdasarkan rata-rata pengukuran pada beberapa bidang potongan kayu. Berdasarkan arah masuknya bahan pengawet, penetrasi ada 2 macam, yaitu penetrasi lateral dan penetrasi longitudinal. Pada satu bidang potongan tertentu, minimal harus dilakukan empat kali pengukuran.

2.5 Efikasi Bahan Pengawet