Retensi Bahan Pengawet Pengujian Keterawetan Kayu

Dari Tabel 15 rataan penurunan berat pada kayu limus nyata lebih tinggi dibanding kayu durian dan duku. Sedangkan kayu durian dan kayu duku memiliki nilai rata-rata penurunan berat yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan pengujian terhadap jamur pelapuk, kayu durian dan duku termasuk kelas awet I karena penurunan beratnya kurang dari 1, sehingga sangat tahan terhadap jamur. Sedangkan kayu limus termasuk kelas awet II yang berarti tahan terhadap jamur. Untuk mengetahui klasifikasi ketahanan kayu terhadap jamur dapat dilihat pada Tabel 1.

4.2 Pengujian Keterawetan Kayu

Proses pengawetan adalah memberikan bahan kimia beracun ke dalam kayu agar kayu tersebut tidak terserang organisme perusak, sehingga dapat menjaga mutu kayu tetap baik dan berumur pakai lebih panjang. Dalam penelitian ini, contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 5 cm x 30 cm dengan konsentrasi pengawet 5. Pengawetan dilakukan dengan metode rendaman dingin dan rendaman panas dingin. Keberhasilan pengawetan kayu ditentukan oleh tinggi rendahnya retensi dan penetrasi dalam kayu. Retensi pengawetan dinyatakan dalam berat per volume kgm 3 , sedangkan penetrasi dinyatakan dalam satuan mm.

4.2.1 Retensi Bahan Pengawet

Setiap cara pengawetan yang digunakan bertujuan untuk memasukkan bahan pengawet sedalam dan sebanyak yang dipersyaratkan. Menurut Nandika et al. 1996, efektivitas pengawetan kayu tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet, akan tetapi juga ditentukan oleh jumlah bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu retensi dan kedalamannya penetrasi. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai retensi tertinggi pada metode rendaman dingin terjadi pada kayu limus sebesar 2.35 kgm 3 . Sedangkan nilai terendah pada kayu duku yaitu sebesar 1.45 kgm 3 . Pada metode rendaman panas dingin retensi tertinggi terjadi pada kayu duku sebesar 4.15 kgm 3 sedangkan terendah pada kayu durian sebesar 3.71 kgm 3 . Keterangan : P1 : Metode rendaman dingin P2 : Metode rendaman panas dingin DR : Durian L : Limus DK : Duku Gambar 10 Nilai retensi bahan pengawet. Kayu duku pada metode rendaman dingin mengasilkan nilai terendah, sedangkan pada metode rendaman panas dingin, kayu duku mencapai retensi tertinggi dibandingkan kayu durian dan limus. Hal ini terjadi karena diduga pada kayu duku mengandung banyak getah yang pada saat rendaman dingin getah tersebut menghalangi bahan pengawet masuk ke dalam kayu. Sedangkan pada metode rendaman panas dingin diduga terjadi pencucian getah tersebut sehingga bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu lebih banyak. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai retensi yang dicapai dalam penelitian ini belum memenuhi standar SNI 03-5010.1-1999 karena syarat retensi yaitu sebesar 8 kgm 3 untuk penggunaan di bawah atap dan 11 kgm 3 untuk penggunaan di luar atap. Sedangkan retensi yang dicapai dalam penelitian ini hanya berkisar 1.45-2.35 kgm 3 untuk metode rendaman dingin dan 3.71-4.15 kgm 3 untuk metode rendaman panas dingin. Berdasarkan nilai retensi yang direkomendasikan oleh produsen bahan pengawet Diffusol CB yaitu dengan nilai retensi sebesar 5-8 kgm 3 juga tidak tercapai. Artinya kayu durian, limus, dan duku termasuk dalam kayu yang sulit diawetkan sehingga perlu adanya modifikasi pengawetan panas dingin dengan waktu pemanasan yang lebih dari 4 jam atau dengan vakum tekan. Seperti yang diungkapkan oleh Batubara 2006 bahwa sifat keterawetan kayu dapat digunakan untuk menduga cara pengawetan yang efisien terhadap suatu jenis kayu. Jenis 1.89 2.35 1.45 3.71 4.1 4.15 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 P1DR P1L P1DK P2DR P2L P2DK R e te n si k gm 3 Kode Sample kayu yang mempunyai keterawetan tinggi dapat diawetkan dengan proses yang sederhana, sebaliknya kayu yang mempunyai sifat keterawetan rendah harus diawetkan dengan proses vakum tekan dan mungkin pula harus memakai pengukusan terlebih dahulu agar porinya terbuka sehingga bahan pengawet lebih mudah untuk masuk ke dalam kayu. Hasil analisis ragam retensi bahan pengawet disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis ragam retensi bahan pengawet Sumber DB JK KT F Pr F Metode 1 32.63547000 32.63547000 195.72 0.0001 Jenis_kayu 2 1.20712667 0.60356333 3.62 0.0423 Metode o Jenis_kayu 2 1.40222000 0.70111000 4.20 0.0272 Keterangan : = tidak nyata ; = nyata ; = sangat nyata Hasil analisis ragam pada Tabel 16 menunjukkan bahwa metode pengawetan, jenis kayu dan interaksi antara keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap retensi bahan pengawet. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengaruh bersama antara metode pengawetan dan jenis kayu terhadap retensi bahan pengawet. Dari hasil penelitian ini, pada umumnya metode pengawetan panas dingin 2 kali lebih tinggi nilai retensinya daripada metode rendaman dingin. Hal ini dapat dilihat dari nilai retensi pada kayu durian dan limus meningkat hampir 2 kali sedangkan pada kayu duku hampir 3 kali pada saat menggunakan metode rendaman panas dingin. Hal ini terjadi karena pada metode panas dingin dilakukan proses pemanasan terlebih dahulu, sehingga udara yang terdapat dalam sel-sel kayu memuai dan sebagian keluar dari kayu tersebut. Ketika larutan didinginkan, udara yang masih tertingggal di dalam kayu berkontraksi menghisap larutan masuk ke dalam kayu. Tabel 17 Uji Duncan interaksi metode dan jenis kayu terhadap retensi Duncan Grouping Mean Interaksi A 4.1440 pd-duku A 4.0960 pd-limus A 3.7100 pd-durian B 2.3520 d-limus C B 1.8920 d-durian C 1.4480 d-duku Berdasarkan hasil uji jarak Duncan Tabel 17, pengujian menunjukkan bahwa metode rendaman dingin berbeda sangat nyata dengan metode rendaman panas dingin. Interaksi antara metode rendaman panas dingin dengan ketiga jenis kayu tidak berpengaruh nyata terhadap retensi bahan pengawet. Namun interaksi antara metode rendaman dingin dengan jenis kayu berpengaruh nyata terhadap retensi bahan pengawet. Hal ini disebabkan pada metode rendaman dingin tidak ada perlakuan panas sehingga masuknya bahan pengawet tergantung pada sifat fisis kayu berat jenis.

4.2.2 Penetrasi