ternyata produksi perikanan KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta menghasilkan nilai produksi KJA tertinggi.
Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi, maka sudah sepantasnya usahatani budidaya perikanan dikembangkan dan
ditingkatkan di Indonesia. Didukung dengan iklim di Indonesia yang cocok untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan budidaya ikan. Usahatani
merupakan tumpuan sebagian besar petani di Indonesia. Usahatani budidaya ikan adalah usaha yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas
utamanya. Berikut jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2011 sampai tahun 2012
No Jenis ikan
Jumlah produksi ton Laju Pertumbuhan
Tahun 2011 Tahun 2012
1 Mas
50.375 50.022
99,30 2
Nila 35.460
40.089 113,05
Jumlah 85.835
90.111 212,35
Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta 2013
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat terlihat jumlah produksi ikan mas dan nila mengalami peningkatan produksi sebesar 212,35 persen dari tahun 2011
sampai tahun 2012. Selain itu, jumlah produksi ikan yang dihasilkan didominasi oleh ikan mas. Hal ini sesuai dengan hasil survei di lokasi penelitian bahwa
komoditas utama dari budidaya KJA di Waduk Jatiluhur adalah ikan mas. Sistem budidaya KJA dikenal lebih efektif dan efisien dalam
pembudidayaan dibandingkan dengan sistem perikanan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Total produksi perjenis usaha perikanan budidaya KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2009 sampai tahun
2012
No Produksi tontahun
Jenis Usaha 2009
2010 2011
2012
1 Kolam Air Tenang KAT
459,30 449,40
453,25 497,20
2 Sawah Perikanan
3 Kolam Air Deras KAD
134 135,90
112 4
KJA 73.897
88.629 110.095
110.631 Jumlah
74.490,3 89.214,3
110.660,25 111.128,2
Sumber :
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta Jawa Barat tahun 2012
Berdasarkan Tabel 2, KJA adalah sistem budidaya yang paling banyak menghasilkan produksi ikan dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Data
penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012 dapat terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data Penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012
No Jenis ikan
Jumlah petak ukuran 7mx7m petak
1 Pembesaran ikan masnila bagian atas masbagian bawah
nila 9.564
2 Pembesaran patinnila bagian atas patinbagian bawah nila
2.352 3
Pembesaran ikan mas bagian atas ikan mas 2.375
4 Pendederan patin bagian atas nilabagian bawah patin
588 5
Pendederan nila bagian atas nila bagian bawah nila 4.916
6 Aneka ikan bagian atas aneka ikanbagian bawah nila
1.496 7
Tidak beroperasi 173
Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2012
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa areal KJA di Waduk Jatiluhur di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2012 paling banyak
digunakan untuk areal pembesaran ikan mas pada bagian atas dan ikan nila pada bagian bawah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah petak KJA yaitu sebanyak 9.564
petak KJA dengan ukuran per kolam adalah 7m x 7m sedangkan hanya sekitar 2.375 petak KJA yang masih melakukan budidaya dengan satu komoditas ikan
mas. Melihat potensi Sumberdaya Ikan SDI di Waduk Jatiluhur menyebabkan
masyarakat di luar maupun sekitar waduk terus membangun KJA. Peningkatan jumlah KJA di Waduk Jatiluhur sampai saat ini telah menempati posisi tengah
danau namun kualitas produksi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada pencemaran lingkungan waduk akibat jumlah budidaya KJA
yang berlebihan dan dapat mempengaruhi kelangsungan produksi perikanan budidaya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap produksi
usaha budidaya KJA tersebut pada satu unit luasan KJA melalui biaya yang dikeluarkan oleh petani tersebut serta pendapatan yang diperolehnya. Dengan
demikian keberlanjutan usaha budidaya ikan di Waduk Jatiluhur diharapkan dapat terus diarahkan secara lestari.
1.2 Rumusan Masalah
Sejak dirintis tahun 1974, usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, nyaris tidak pernah surut.
Nilai produksi yang mencapai lebih dari 70.000 ton ikan per tahun, usaha ini menggerakkan ekonomi rakyat serta menghidupi 3.636 rumah tangga yang terlibat
langsung di dalamnya. KJA mulai di sosialisasikan di Waduk Jatiluhur Ir H Juanda di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta PJT II pada tahun 1988.
Teknologi ini awalnya diperuntukkan bagi warga lokal yang tergusur proyek pembangunan waduk. Namun, KJA terus berkembang karena menguntungkan,
bahkan menarik investor dari luar daerah.
1
Usaha budidaya ikan dalam KJA memberikan harapan bagi masyarakat yang terkena proyek dan tinggal di sekitar
Waduk Jatiluhur untuk memperoleh pendapatan. Adanya usaha KJA memicu juga usaha pendukung seperti toko pakan, jasa
pengangkutan, serta rumah pengolahan ikan. Semua saling menopang sehingga terjalin dalam sebuah rantai kehidupan. Pada tahap awal, kondisi perairan yang
cukup baik dan jumlah jaring yang masih serasi dapat memberikan penghasilan yang cukup layak bagi masyarakat sehingga mendorong terjadinya peningkatan
usaha KJA di Waduk Jatiluhur relatif cepat. Tahun 2002, jumlah KJA di waduk Jatiluhur seluas 8.300 hektar di aliran Sungai Citarum berjumlah 2.159 unit
petak. Kurun waktu 2005-2006 melonjak dari 5.141 unit menjadi 13.080 unit dan terus bertambah. Hasil pendataan tahun 2011, populasi KJA telah mencapai
19.630 unit Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2011. Menurut Surat Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, jumlah KJA ideal adalah 2.100 unit. Kelompok Kerja Bidang Perikanan PJT II tahun 1996 merekomendasikan
5.480 unit, sedangkan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1996 merekomendasikan 3.637 unit. Namun kondisi yang terjadi saat ini semua batasan
sudah terlampaui. Kondisi yang melebihi daya dukung dari batas ideal yang telah ditentukan jelas menjadi salah satu penyebab turunnya produktivitas usaha KJA.
Padahal peraturan itu diharapkan menekan jumlah KJA secara alami. Jika KJA
1
http:regional.kompas.comread2012072304512694Rantai.Hidup.Keramba.Jaring.Apung [diakses tanggal 21 Juni 2013]
berkurang mendekati batas ideal, mutu perairan diharapkan membaik dan terhindar dari kerugian besar akibat kematian ikan secara massal. Namun,
dampaknya saat ini dapat berupa ancaman potensi pencemaran akibat pakan ikan yang berlebihan sehingga dapat mempengaruhi menurunnya kualitas air waduk,
fluktuasi debit air yang semakin terbatas, dan serangan virus. Seiring dengan meningkatnya jumlah jaring apung yang semakin tidak terkontrol, terjadi juga
peningkatan teknik penguasaan jaring apung yaitu teknik budidaya jaring susun atau lapis. Teknik KJA polikultur bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan pakan dan produktivitas jenis usaha. Pada saat ini usaha kegiatan budidaya ikan KJA di Waduk Jatiluhur yang
dijalankan oleh Rumah Tangga Petani RTP ukurannya sangat beragam dilihat dari jumlah unit jaring yang diusahakan oleh setiap RTP. Selain itu pada masing-
masing RTP memilih jenis usaha yang berbeda yaitu monokultur dan polikutur. Pemanfaatan waduk sebagai kegiatan budidaya ikan dalam KJA telah
menyebabkan masuknya limbah padat berupa pakan ikan dan kotoran ikan yang mendangkal didasar waduk jatiluhur.
Penurunan kualitas air pada Waduk Jatiluhur antara lain adalah akibat dari kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung KJA yang sudah melampaui daya
dukung perairan danau Badan Pusat Penelitian Limnologi, 2009. Dari sekian banyak dampak positif maupun negatif usaha budidaya ikan dalam KJA tersebut
terhadap perkembangan ekonomi sektor lainnya memungkinkan banyak peluang bagi masyarakat sekitar waduk untuk turut berperan serta memperoleh
kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, baik sebagai tenaga kerja atau pengusaha budidaya ikan KJA monokultur dan polikultur secara langsung
ataupun sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja disekitar Waduk dan kebutuhan para pendatang secara tidak langsung.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana tingkat pendapatan petani ikan jenis usaha monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan jenis usaha polikultur di
Waduk Jatiluhur?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada pemilihan pola usahatani
budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengestimasi tingkat pendapatan petani ikan usaha monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan usaha polikultur di Waduk
Jatiluhur. 2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani ikan dalam pemilihan budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk
Jatiluhur.
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Penelitian dilakukan hanya pada Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta.
2. Penelitian hanya mengkaji dan mengestimasi tingkat pendapatan dari
usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola usahatani. 3.
Responden dalam penelitian adalah petani ikan yang membudidayakan ikan secara monokultur dan petani ikan yang membudidayakan ikan secara
polikultur.