Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur

Keterangan : : Pelampung dari drum : Bandul PemberatJangkar : Jaring Bawah untuk Pemeliharaan Ikan Nila : Jaring Atas untuk Pemeliharaan Ikan Mas : Lalu Lintas Air Ikan mas memiliki lama pemeliharaan atau masa panen rata-rata selama tiga bulan sedangkan ikan nila memiliki masa panen rata-rata selama enam bulan. Setelah ikan mas dipanen pertama kemudian kolam dan jaring ikan mas dibersihkan dan kondisi jaring diperiksa. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian barulah dilakukan penebaran benih ikan mas kembali. Setelah itu, mulailah tahap pemeliharaan ikan dengan memberikan pakan sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan ikan diberikan dengan cara ditebar. Porsi pakan ikan pada umumnya disesuaikan dengan ukuran ikan, untuk ikan yang berukuran kecil satu hari bisa mencapai 21Kg sedangkan untuk ukuran yang sedang satu hari bisa mencapai 24 Kg. Pemeliharan untuk ikan mas dilakukan terus menerus setiap hari selama tiga bulan kemudian. Setelah periode kedua barulah ikan mas dan nila sama-sama dipanen. Panen ikan dilakukan petani dengan berkoordinasi dengan tengkulak untuk datang ke lokasi pemanenan ikan. Panen ikan dalam KJA ini dilakukan dengan mengangkat jaring dari kedua sisi kolam dengan menggunakan bambu besar. Usahatani budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ini tidak menggunakan obat- obatan. Petani budidaya hanya menggunakan pakan dan benih dalam pemeliharaan. Produksi ikan mas dapat dihitung dengan konversi bobot pakan yang diberikan terhadap berat hasil produksi yang dicapai. Konversi nilai pakan yang diketahui berdasarkan pengalaman petani adalah 45 sampai 50 persen dari berat hasil. Ilustrasinya bila petani memberikan pakan sebanyak 2 ton per unit dalam 1 musim tanam diperkirakan akan mendapatkan jumlah produksi yang maksimal sebanyak 1.000 Kg ditambah jumlah berat benih awal. Berbeda dengan ikan mas produksi ikan nila tidak dapat diperkirakan hasilnya hal ini dikarenakan pengeluaran biaya pakan tidak bertambah karena ikan nila tidak diberikan pakan yang intensif. Ikan nila mendapatkan supply pakan dari sisa pakan ikan mas sehingga ikan nila dipelihara sebagai penyangga agar efisiensi produksi dapat ditingkatkan dengan menambah penerimaan usaha dari penjualan ikan nila.

5.4 Karakteristik Petani

Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan usaha keramba jaring apung. Selain dukungan kemampuan modal usaha, diperlukan juga kemampuan dalam pengelolaannya. Orang yang mempunyai kemampuan pendidikan yang lebih baik, dan lebih berpengalaman,serta mempunyai kemampuan teknis yang memadai, akan berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kondisi sebaliknya Setianingsih, et al,1993. Karakteristik pemilik keramba yang dianggap penting adalah menyangkut aspek usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha. Tabel 5 Pengelompokan responden petani jaring apung di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta berdasarkan kelompok usia, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan pola usahatani. Keterangan N = 60 Petani Monokultur Petani Polikultur Jumlah N Persentase Jumlah N Persentase Kelompok Usia 20 - 30 Tahun 9 30 5 17 31 - 40 Tahun 7 23 12 40 41 - 50 Tahun 8 27 9 30 51 - 60 Tahun 6 20 4 13 Total 30 100 30 100 Tingkat Pendidikan SD 20 67 15 50 SMP 5 17 8 27 SMA 4 13 6 20 Sarjana 1 3 1 3 Total 30 100 30 100 Pengalaman Usaha 1 - 5 tahun 6 20 1 3 6 - 10 tahun 7 24 7 24 11 - 15 tahun 10 33 9 30 16 - 20 tahun 3 10 6 20 21 - 25 tahun 3 10 6 20 26 - 30 tahun 1 3 1 3 Total 30 100 30 100 Sumber : Data Primer, diolah 2013

5.4.1 Usia

Kisaran Usia yang produktif untuk menjalankan usaha pertanian perikanan berada pada kisaran usia 15 tahun sampai 50 tahun Suharjo Patong, 1973. Faktor usia sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir petani dalam rangka pengambilan keputusan. Data responden petani keramba Waduk Jatiluhur pada Tabel 5 menunjukkan kisaran usia antara 20 tahun sampai dengan 60 tahun. Untuk pola usahatani polikultur kelompok usia menengah antara 31 tahun sampai 40 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 40 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 30 persen. Usia 20 tahun sampai 30 tahun 17 persen dan kelompok usia lanjut 50 tahun hanya sekitar 13 persen sedangkan untuk pola usahatani monokultur kelompok usia pemula antara 20 tahun sampai 30 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 30 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 27 persen. Usia 31 tahun sampai 40 tahun 23 persen dan kelompok usia lanjut 50 tahun hanya sekitar 20 persen. Dengan demikian kelompok usia responden yang mendominasi pemilikan usaha berada pada kelompok usia yang produktif.

5.4.2 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tabel 5 dari catatan tingkat pendidikan responden, rata-rata mendapatkan tingkat pendidikan formal yang relatif baik. Untuk pola usahatani polikultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 50 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 27 persen dan 20 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Untuk pola usahatani monokultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 67 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 17 persen dan 13 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Implikasi dari kondisi ini diperlihatkan dengan pengelolaan usaha yang ditangani dengan baik. Hal ini ditandai dengan pengaturan administrasi dan pencatatan aktivitas produksi per unit melalui pembukuan yang teratur, pen jadwalan tanam dan panen yang dilakukan berdasarkan variasi umur ikan. Selain itu pemberian pakan diperhitungkan dengan nilai konversi pakan terhadap berat dan hasil, juga kemampuan dalam memperkirakan harga jual ikan saat musim panen berdasarkan siklus permintaan.

5.4.3 Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha mempunyai kontribusi yang penting dalam penentuan hasil penerimaan usaha. Pengalaman akan memberikan kesempatan kepada petani untuk beradapatasi atau menyesuaikan diri, sehingga petani dapat menerapkan pola budidaya yang efisien. Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani polikultur keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 2 tahun. Responden memiliki rata-rata pengalaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 30 persen sedangkan Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani monokultur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 1 tahun. Responden memiliki rata-rata penglaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 33 persen Pengalaman bagi petani cukup penting sebagai bekal dalam menjalankan usaha. Petani yang berpengalaman akan mengetahui kapan produksi harus dihentikan untuk sementara waktu, dan kapan harga panen akan melonjak, serta berapa ton produksi yang akan dicapai. Aspek pengalaman pengalaman yang berkaitan dengan penerimaan usaha dapat diilustrasikan dengan adanya kasus kematian massal ikan yang disebabkan oleh virus ikan dan Umbalan. Hal ini diperkirakan dapat merugikan petani hingga ratusan juta rupiah. Petani dituntut harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan agar kejadian ini dapat segera diatasi dan tidak terulang.

5.5 Karakteristik Usahatani

Pengelolaan dan pembesaran budidaya ikan mas dan nila secara monokultur dan polikultur umumnya tidak memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan luasan unit KJA yang sama antara petani satu sama lainnya yaitu berukuran 196 14mx14m. Pola budidaya secara monokultur berarti membudidayakan ikan mas sebagai komoditas utama pada jaring lapisan atas saja sedangkan untuk pola

Dokumen yang terkait

Analisis Perbedaan Pendapatan Usaha Keramba Jaring Apung di Perairan Danau Toba(Studi Kasus: Zona Bandar Saribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun).

3 76 65

Analisis Usahatani Ikan Keramba Berdasarkan Skala Usaha (Studi Kasus: Desa Sibagandmg, Kecamatan Insang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun)

0 29 99

Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba

6 46 116

Strategi Pemasaran Ikan Nila Hasil Budidaya Keramba Jaring Apung (Floating Net) (Studi Kasus : Desa Tongging Dan Desa Sibolangit Kecamatan Merek, Kabupaten Karo)

28 234 101

Analisis Produktivitas Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung Di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Putwakarta, Propinsi Jawa Barat

0 7 99

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA.

0 13 42

ANALISIS PENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI KERAMBA JARING APUNG DENGAN DIVERSIFIKASI SPESIES IKAN BUDIDAYA DI WADUK CIRATA

0 0 9

AKTIVITAS KITINASE, LESITINASE, DAN HEMOLISIN ISOLAT DARI BAKTERI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Lin.) YANG DIKULTUR DALAM KERAMBA JARING APUNG WADUK JATILUHUR, PURWAKARTA

0 0 9

TUGAS AKHIR ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR)

0 0 16

ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR) - Unika Repository

0 0 35