Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM

BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

(Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)

ARIEF RIDWAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)” adalah benar merupakan bagian penelitian BOPTN dengan judul “Penilaian Ekonomi Kelembagaan Pengelolaan Waduk Series Sungai Citarum Jawa Barat dalam Rangka Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan” dengan Ketua Peneliti Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr yang dikerjakan secara bersama – sama antara penulis dan tim peneliti. Penelitian ini belum pernah dipublikasikan dimanapun, kecuali dilaporan penelitian BOPTN dan laporan skripsi ini. Tim peneliti BOPTN berhak menggunakan data ini untuk keperluan publikasi dalam bentuk jurnal, buku, majalah jurnal, dll.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari laporan skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Arief Ridwan NIM H44090047


(3)

ABSTRAK

ARIEF RIDWAN. Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta). Dibimbing oleh

YUSMAN SYAUKAT.

Waduk Jatiluhur merupakan waduk multifungsi yang berada didaerah aliran Sungai Citarum, Purwakarta. Waduk ini memiliki kontribusi besar terhadap sektor perikanan wilayah Jawa Barat. Kegiatan utama perikanan yang dilakukan di Waduk Jatiluhur adalah perikanan budidaya melalui teknik KJA. Sebagian besar petani ikan melakukan pembesaran ikan mas dan nila. Ikan mas dan nila merupakan komoditas utama di Waduk Jatiluhur. Para petani menerapkan dua jenis sistem budidaya diantaranya monokultur (Ikan Mas) dan polikultur (Ikan Mas dan Nila). Tujuan penelitian yang pertama adalah mengestimasi tingkat pendapatan petani ikan monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan polikultur di Waduk Jatiluhur. Hasil yang diperoleh pada tujuan pertama menunjukan pendapatan yang diperoleh oleh petani polikultur lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh oleh petani monokultur. Perbedaan antara dua sistem budidaya ikan secara statistik berbeda nyata (signifikan) yang berarti bahwa statistik tingkat pendapatan petani yang menerapkan sistem polikultur secara signifikan berbeda dari petani yang menerapkan sistem monokultur. Tujuan yang kedua adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani ikan dalam pemilihan pola usahatani secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur dengan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil regresi logistik yang diperoleh, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani secara nyata pada taraf nyata 15 persen adalah tingkat pendidikan (PDDK), lama usaha budidaya (LMUB), pendapatan petani (PDPT) dan jumlah tanggungan keluarga (JTK) sedangkan luas areal KJA (LAKJA) tidak berpengaruh terhadap keputusan petani tersebut.

Kata kunci: Perbandingan pendapatan, monokultur ikan mas, polikultur ikan mas dan nila, faktor penentu pemilihan pola budidaya ikan


(4)

ABSTRACT

ARIEF RIDWAN. Comparative Analysis of Income Level and Factors Affecting

The Choice of Aquaculture System in Keramba net cage (Case Study at Jatiluhur Reservoir, Purwakarta Regency). Supervised by YUSMAN SYAUKAT.

Jatiluhur reservoir is a multi-purpose dam located in Citarum River basin, Purwakarta. This reservoir has a major contribution for fishery sector in West Java. Main fishing activites in Jatiluhur Reservoir is fish cultivation by using Keramba net cage (Keramba Jaring Apung) techniques. Farmers mostly grow golden fish and tilapia fish. Both fishes are the major commodities in Jatiluhur Reservoir. Farmers apply two kinds of cultivation systems monoculture (only golden fish) and polyculture (golden fish and tilapia). The main goal of this

research is to estimate the rate of farmers’ income, both for monoculture and polyculture farming, in Jatiluhur Reservoir. The result showed that income earned by polyculture farmers is more favorable than monoculture farmers. The difference among the two systems was statistically significantly meaning that statistically the level of income of the farmers who applied polyculture system was significantly different from those who applied monoculture systems. The second

goal is to identify the factors that influence the farmers’ decision in the selection

of the pattern between monoculture and polyculture systems in Jatiluhur Reservoir with logistic regression analysis. Based on the result obtained, the

factors that influence farmers’ decisions at 15 percent significant level are the

level of education, length of experience cultivation, farmers’ income and number

of dependents, while the acreage of KJA has no effect on the farmers’ decision.

Key words: comparison of income, golden fish monoculture, polyculture of golden fish and tilapia, determinants of the selection of fish farming pattern


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ARIEF RIDWAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PENDAPATAN

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SISTEM

BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

(Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)


(6)

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta)

Nama : Arief Ridwan

NIM : H44090047

Disetujui oleh

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah budidaya perikanan KJA, dengan judul “Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Sistem Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Yusuf Asnawi), Ibunda tercinta (Yeyet Sumiati), Kakak tersayang (Fahmi), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si sebagai penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si sebagai wakil komisi pendidikan departemen yang telah memberikan saran, dan masukkan dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr, Ir Ujang Sehabudin, Kastana Sapanli S.Pi M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian dilapang, yang telah membimbing dan memfasilitasi selama penulis mengambil data.

5. Kepala UPTD Waduk Jatiluhur, Wakil UPTD Waduk Jatiluhur (Ibu Catrin), Petugas dan Pendamping Lapang Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta (Kang Dian), Perwakilan PJT II (Pak Waino), Ketua Kelompok Tani Ikan Desa Jatimekar (Pak Warisdi) yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi.

6. Teman satu bimbingan, (Yulis, Kristin, Anjar, Hastin, dan Wasis) atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai.

7. Kukuh, Wina, Mufqi, Qyqy, Hilman, Luthfi, Dear, Abhe, dan seluruh sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya. 8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah

membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2014 Arief Ridwan


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA... 8

2.2 Usaha Perikanan ... 8

2.3 Pendapatan Usahatani... 10

2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal (Monokultur) ... 11

2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor (Polikultur) ... 11

2.6 Penelitian Terdahulu ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 14

IV METODE PENELITIAN ... 16

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 16

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 17

4.4 Metode Analisis Data ... 18

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 18

4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan ... 20

4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan Polikultur ... 21

4.4.3.1 Model Regresi Logistik... 23 Halaman


(9)

4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik... 25

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 27

5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur ... 27

5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur ... 28

5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur ... 30

5.4 Karakteristik Petani ... 33

5.4.1 Usia ... 34

5.4.2 Tingkat Pendidikan ... 34

5.4.3 Pengalaman Usaha ... 35

5.5 Karakteristik Usahatani ... 35

VI HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

6.1 Analisis Usahatani ... 39

6.1.1 Penerimaan Usahatani ... 40

6.1.2 Biaya Usahatani ... 41

6.1.3 Pendapatan Usahatani ... 44

6.1.4 Biaya per Satuan Produksi ... 44

6.1.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya... 45

6.1.6 Perbedaan Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Mas dan Nila Secara Monokultur dan Polikultur ... 46

6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Usahatani ... 47

6.2.1 Umur Petani... 49

6.2.2 Tingkat Pendidikan... 49

6.2.3 Lama Usaha Budidaya... 50

6.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga... 50

6.2.5 Pendapatan Usahatani... 51

6.2.6 Luas Areal KJA... 51

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 52

7.1 Simpulan ... 52

7.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57


(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Produksi Ikan Mas dan Nila KJA Waduk Jatiluhur Tahun 2011 Sampai Tahun 2012 ... 3 2 Total Produksi Per Jenis Usaha Perikanan Budidaya KJA Tahun 2009

Sampai Tahun 2012 ... 3 3 Data Penggunaan Areal KJA di Waduk Jatluhur Wilayah Kabupaten

Purwakarta ... 4 4 Matriks Metode Analisis Data ... 19 5 Pengelompokan Responden Petani KJA di Waduk Jatiluhur

berdasarkan Kelompok Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Usaha, dan Pola Usahatani ... 34 6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ... 37 7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA

(14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani ... 40 8 Rincian biaya budidaya ikan mas secara monokultur per unit KJA

(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ... 42 9 Rincian biaya budidaya ikan mas secara polikultur per unit KJA

(14x14m) selama satu tahun di Waduk Jatiluhur ... 43 10 Pendapatan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA

(14x14m) selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ... 44 11 Biaya dan keuntungan per satuan produksi budidaya ikan mas dan nila

menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur. ... 45 12 Rasio R/C usahatani budidaya ikan mas dan nila selama satu tahun

menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur ... 46 13 Hasil Uji Beda Pendapatan Monokultur (Ikan Mas) dengan Polikultur

(Ikan Mas dan Nila) ... 47 14 Hasil Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk

Pemilihan Pola Usahatani... 48 Halaman No


(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 16 2 Satuan Wilayah Sungai Citarum ... 30 3 Petak Jaring Apung Setiap Satu Unit KJA ... 32 Halaman No


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian ... 58

2 Lokasi Penelitian ... 63

3 Analisis Regresi Logistik ... 64

4 Uji beda pendapatan atas biaya tunai budidaya ikan mas dan nila dalam per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ... 65

5 Uji beda pendapatan atas biaya total budidaya ikan mas dan nila dalam per unit KJA (14X14m) selama satu tahun ... 67

6 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Monokultur ... 69

7 Biaya penyusutan konstruksi KJA Pola Polikultur. ... 69

8 Data penerimaan total usahatani pola monokultur ... 70

9 Data penerimaan total usahatani pola polikultur. ... 71

10 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola monokultur ... 73

11 Pendapatan atas biaya tunai pola monokultur ... 75

12 Pendapatan atas biaya total pola monolikultur ... 77

13 Data biaya variabel dan biaya tetap tunai pola polikultur ... 79

14 Pendapatan atas biaya tunai pola polikultur ... 81

15 Pendapatan atas biaya total pola polikultur ... 83

16 Input Data Analisis Logit ... 84

17 Dokumentasi Penelitian ... 86


(13)

(14)

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan merupakan salah satu sektor alternatif yang diharapkan dapat mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Budidaya perikanan adalah salah satu paket teknologi perikanan yang juga berpeluang besar dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun pembangunan secara nasional. Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan waduk secara tidak langsung dapat merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi satu ekosistem yang berbeda dari ekosisitem asalnya. Pada hakekatnya pembangunan waduk merupakan usaha pembendungan aliran sungai yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, air minum dan pengendali banjir. Selain itu, pemanfaatan pembangunan waduk lebih luas lagi dapat dijadikan sebagai kawasan budidaya perikanan

Pembangunan perikanan di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu perikanan laut dan perikanan darat termasuk didalamnya kegiatan penangkapan tangkap dan kegiatan budidaya ikan. Peningkatan produksi perikanan diharapkan dapat meningkatkan penyediaan ikan bagi penduduk, pendapatan bagi nelayan dan petani ikan, memperluas kesempatan usaha kerja di sektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya serta meningkatkan devisa negara. Produksi perikanan tahun 2011 yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 12,39 juta ton, atau 101,05 persen dari target sebesar 12,26 juta ton. Dari total produksi tersebut, kontribusi perikanan budidaya sebesar 6,98 juta ton (56,33 persen), dan produksi perikanan tangkap menyumbang sebesar 5,41 juta ton (43,67 persen). Jika dilihat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional dalam kurun waktu 2007-2011 mencapai 10,76 persen per tahun, dimana pertumbuhan budidaya rata-rata per tahun sebesar 21,64 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun perikanan tangkap yang sebesar 1,78 persen. Kontribusi PDB sektor


(16)

perikanan terhadap PDB nasional mencapai 51,38 persen. (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Keanekaragaman jenis (plasma nutfah) ikan memberi peluang besar dalam kegiatan budidaya perikanan ikan air tawar, baik usaha perikanan tangkap diperairan umum (waduk, rawa, sungai, dan danau) maupun usaha budidaya ikan dikolam dan sawah (mina padi). Kegiatan perikanan di perairan umum diarahkan untuk budidaya ikan antara lain dalam keramba jaring bambu dan keramba jaring apung (KJA). Seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia, maka pemanfaatan sumberdaya perairan untuk budidaya ikan air tawar ini menjadi sangat penting. Walaupun dikatakan sebagai waduk multifungsi, waduk (Saguling, Cirata, dan Ir H Juanda) pada awalnya dibangun dengan tujuan utama yang sama yakni sebagai pembangkit listrik tenaga air. Namun pada akhirnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat maka waduk baik juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan umum dan kegiatan budidaya ikan air tawar.

Budidaya ikan air tawar dalam KJA merupakan metode akuakultur yang paling produktif saat ini. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor kelebihan dalam penerapan teknik KJA diantaranya padat penebaran benih yang tinggi, ketersediaan kuantitas air, tidak memerlukan pengolahan tanah, pengendalian gangguan predator relatif lebih mudah, pemanenan lebih mudah, dan dapat dipindahkan ke lokasi lain (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 1994). Waduk Jatiluhur yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu tempat usaha budidaya ikan dalam jaring terapung yang berkembang cukup pesat dari tahun ke tahun.

Badan Pusat Statistik mencatat, nilai produksi usaha keramba jaring apung (KJA) di Purwakarta mencapai Rp 730,7 miliar pada tahun 2009, sekitar 53,6 persen dari total nilai produksi KJA Jawa Barat yang mencapai Rp 1,36 triliun. Keberadaan KJA menjadikan Jawa Barat sebagai ”lumbung” ikan air tawar nasional, sedangkan untuk total produksi KJA di Kabupaten Purwakarta mencapai 73.897 ton. Angka ini mengalami peningkatan sekitar 108,68 persen dari produksi perikanan KJA tahun 2008 sebesar 67.996,08 ton. Bila ditelusuri lebih mendalam


(17)

ternyata produksi perikanan KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta menghasilkan nilai produksi KJA tertinggi.

Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi, maka sudah sepantasnya usahatani budidaya perikanan dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia. Didukung dengan iklim di Indonesia yang cocok untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan budidaya ikan. Usahatani merupakan tumpuan sebagian besar petani di Indonesia. Usahatani budidaya ikan adalah usaha yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas utamanya. Berikut jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah produksi ikan mas dan nila KJA di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2011 sampai tahun 2012

No Jenis ikan Jumlah produksi (ton) Laju Pertumbuhan (%)

Tahun 2011 Tahun 2012

1 Mas 50.375 50.022 99,30

2 Nila 35.460 40.089 113,05

Jumlah 85.835 90.111 212,35

Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta 2013

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat terlihat jumlah produksi ikan mas dan nila mengalami peningkatan produksi sebesar 212,35 persen dari tahun 2011 sampai tahun 2012. Selain itu, jumlah produksi ikan yang dihasilkan didominasi oleh ikan mas. Hal ini sesuai dengan hasil survei di lokasi penelitian bahwa komoditas utama dari budidaya KJA di Waduk Jatiluhur adalah ikan mas.

Sistem budidaya KJA dikenal lebih efektif dan efisien dalam pembudidayaan dibandingkan dengan sistem perikanan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Total produksi perjenis usaha perikanan budidaya KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2009 sampai tahun 2012

No

Produksi (ton/tahun)

Jenis Usaha 2009 2010 2011 2012

1 Kolam Air Tenang (KAT) 459,30 449,40 453,25 497,20

2 Sawah Perikanan 0 0 0 0

3 Kolam Air Deras (KAD) 134 135,90 112 0

4 KJA 73.897 88.629 110.095 110.631

Jumlah 74.490,3 89.214,3 110.660,25 111.128,2


(18)

Berdasarkan Tabel 2, KJA adalah sistem budidaya yang paling banyak menghasilkan produksi ikan dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Data penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012 dapat terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data Penggunaan areal KJA di Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta tahun 2012

No Jenis ikan Jumlah petak ukuran

7mx7m (petak)

1 Pembesaran ikan mas/nila (bagian atas mas/bagian bawah

nila) 9.564

2 Pembesaran patin/nila (bagian atas patin/bagian bawah nila) 2.352 3 Pembesaran ikan mas (bagian atas ikan mas) 2.375 4 Pendederan patin (bagian atas nila/bagian bawah patin) 588 5 Pendederan nila (bagian atas nila/ bagian bawah nila) 4.916 6 Aneka ikan (bagian atas aneka ikan/bagian bawah nila) 1.496

7 Tidak beroperasi 173

Sumber: UPTD Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2012

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa areal KJA di Waduk Jatiluhur di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2012 paling banyak digunakan untuk areal pembesaran ikan mas pada bagian atas dan ikan nila pada bagian bawah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah petak KJA yaitu sebanyak 9.564 petak KJA dengan ukuran per kolam adalah 7m x 7m sedangkan hanya sekitar 2.375 petak KJA yang masih melakukan budidaya dengan satu komoditas (ikan mas).

Melihat potensi Sumberdaya Ikan (SDI) di Waduk Jatiluhur menyebabkan masyarakat di luar maupun sekitar waduk terus membangun KJA. Peningkatan jumlah KJA di Waduk Jatiluhur sampai saat ini telah menempati posisi tengah danau namun kualitas produksi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada pencemaran lingkungan waduk akibat jumlah budidaya KJA yang berlebihan dan dapat mempengaruhi kelangsungan produksi perikanan budidaya tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap produksi usaha budidaya KJA tersebut pada satu unit luasan KJA melalui biaya yang dikeluarkan oleh petani tersebut serta pendapatan yang diperolehnya. Dengan demikian keberlanjutan usaha budidaya ikan di Waduk Jatiluhur diharapkan dapat terus diarahkan secara lestari.


(19)

1.2Rumusan Masalah

Sejak dirintis tahun 1974, usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, nyaris tidak pernah surut. Nilai produksi yang mencapai lebih dari 70.000 ton ikan per tahun, usaha ini menggerakkan ekonomi rakyat serta menghidupi 3.636 rumah tangga yang terlibat langsung di dalamnya. KJA mulai di sosialisasikan di Waduk Jatiluhur (Ir H Juanda) di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) II pada tahun 1988. Teknologi ini awalnya diperuntukkan bagi warga lokal yang tergusur proyek pembangunan waduk. Namun, KJA terus berkembang karena menguntungkan, bahkan menarik investor dari luar daerah.1 Usaha budidaya ikan dalam KJA memberikan harapan bagi masyarakat yang terkena proyek dan tinggal di sekitar Waduk Jatiluhur untuk memperoleh pendapatan.

Adanya usaha KJA memicu juga usaha pendukung seperti toko pakan, jasa pengangkutan, serta rumah pengolahan ikan. Semua saling menopang sehingga terjalin dalam sebuah rantai kehidupan. Pada tahap awal, kondisi perairan yang cukup baik dan jumlah jaring yang masih serasi dapat memberikan penghasilan yang cukup layak bagi masyarakat sehingga mendorong terjadinya peningkatan usaha KJA di Waduk Jatiluhur relatif cepat. Tahun 2002, jumlah KJA di waduk Jatiluhur seluas 8.300 hektar di aliran Sungai Citarum berjumlah 2.159 unit (petak). Kurun waktu 2005-2006 melonjak dari 5.141 unit menjadi 13.080 unit dan terus bertambah. Hasil pendataan tahun 2011, populasi KJA telah mencapai 19.630 unit (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2011).

Menurut Surat Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, jumlah KJA ideal adalah 2.100 unit. Kelompok Kerja Bidang Perikanan PJT II tahun 1996 merekomendasikan 5.480 unit, sedangkan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1996 merekomendasikan 3.637 unit. Namun kondisi yang terjadi saat ini semua batasan sudah terlampaui. Kondisi yang melebihi daya dukung dari batas ideal yang telah ditentukan jelas menjadi salah satu penyebab turunnya produktivitas usaha KJA. Padahal peraturan itu diharapkan menekan jumlah KJA secara alami. Jika KJA

1

http://regional.kompas.com/read/2012/07/23/04512694/Rantai.Hidup.Keramba.Jaring.Apung [diakses tanggal 21 Juni 2013]


(20)

berkurang mendekati batas ideal, mutu perairan diharapkan membaik dan terhindar dari kerugian besar akibat kematian ikan secara massal. Namun, dampaknya saat ini dapat berupa ancaman potensi pencemaran akibat pakan ikan yang berlebihan sehingga dapat mempengaruhi menurunnya kualitas air waduk, fluktuasi debit air yang semakin terbatas, dan serangan virus. Seiring dengan meningkatnya jumlah jaring apung yang semakin tidak terkontrol, terjadi juga peningkatan teknik penguasaan jaring apung yaitu teknik budidaya jaring susun atau lapis. Teknik KJA polikultur bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan produktivitas jenis usaha.

Pada saat ini usaha kegiatan budidaya ikan KJA di Waduk Jatiluhur yang dijalankan oleh Rumah Tangga Petani (RTP) ukurannya sangat beragam dilihat dari jumlah unit jaring yang diusahakan oleh setiap RTP. Selain itu pada masing-masing RTP memilih jenis usaha yang berbeda yaitu monokultur dan polikutur. Pemanfaatan waduk sebagai kegiatan budidaya ikan dalam KJA telah menyebabkan masuknya limbah padat berupa pakan ikan dan kotoran ikan yang mendangkal didasar waduk jatiluhur.

Penurunan kualitas air pada Waduk Jatiluhur antara lain adalah akibat dari kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah melampaui daya dukung perairan danau (Badan Pusat Penelitian Limnologi, 2009). Dari sekian banyak dampak positif maupun negatif usaha budidaya ikan dalam KJA tersebut terhadap perkembangan ekonomi sektor lainnya memungkinkan banyak peluang bagi masyarakat sekitar waduk untuk turut berperan serta memperoleh kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, baik sebagai tenaga kerja atau pengusaha budidaya ikan KJA (monokultur dan polikultur) secara langsung ataupun sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja disekitar Waduk dan kebutuhan para pendatang secara tidak langsung.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana tingkat pendapatan petani ikan jenis usaha monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan jenis usaha polikultur di Waduk Jatiluhur?


(21)

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada pemilihan pola usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengestimasi tingkat pendapatan petani ikan usaha monokultur dibandingkan dengan pendapatan petani ikan usaha polikultur di Waduk Jatiluhur.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani ikan dalam pemilihan budidaya ikan secara monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur.

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan hanya pada Waduk Jatiluhur wilayah Kabupaten Purwakarta.

2. Penelitian hanya mengkaji dan mengestimasi tingkat pendapatan dari usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola usahatani. 3. Responden dalam penelitian adalah petani ikan yang membudidayakan ikan

secara monokultur dan petani ikan yang membudidayakan ikan secara polikultur.


(22)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pengelolaan KJA

Permintaan dunia akan ikan berdaging putih (white meat) mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Hal ini menjadi dasar pemikiran dalam upaya pengembangan budidaya perikanan. Menurut beberapa peneliti, perhitungan ekonomi KJA adalah usaha agribisnis yang menguntungkan. Penerapan keramba jaring apung mini investasinya tidak terlalu besar sehingga diharapkan mampu dipraktekkan oleh petani dan pengusaha kecil (Hanafi A. et al. 1990). Keuntungan bisnis keramba memang menggiurkan. Tetapi budidaya ini juga memerlukan kesabaran dan keuletan. Diantaranya jika pergantian musim tiba, maka keberadaan ikan keramba terancam oleh berbagai jenis penyakit ikan yang menimbulkan kematian dalam jumlah besar.

Meskipun demikian pengembangan KJA masih menghadapi masalah antara lain (1) pemilihan lokasi budidaya yang setidaknya dapat berjalan sepanjang tahun, bebas dari pengaruh gelombang besar, sehingga menjamin penggunan kerambajaring apung secara optimal, (2) Ketersediaan benih sampai saat ini masih mengandalkan dari alam dan sedikit jumlahnya karena sangat dipengaruhi oleh musim. Penyediaan pakan berupa ikan rucah masih terbatas dan penyediaannya bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia, (3) Pengenalan kepada petani ikan dan nelayan yang mungkin saja masih dihadapkan pada kendala-kendala sosial budidaya karena sudah terpaku anggapan bahwa laut adalah tangkap menangkap bukan tempat budidaya (Anggawati, 1991).

Pengawasan dan perawatan rutin setiap hari merupakan faktor keberhasilan dari upaya pembesaran ikan dengan KJA. Pengotoran jaring (kurungan) baik yang disebabkan oleh sampah, pelumpuran maupun jasad pengganggu yang menempel pada jaring akan menjadi penyebab turunnya derajat pergantian air dalam kurungan (Abdulkadir, 2010). Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan pola pembesaran ikan mas dan nila yang banyak dilakukan di danau atau waduk. Jaring yang digunakan untuk pemeliharaan diapungkan di danau atau waduk dengan bantuan pelampung berupa drum plastic atau drum baja. Untuk mencegah KJA tidak berpindah tempat, petani biasanya menancapkan jangkar di dasar perairan.


(23)

Pada KJA yang jumlahnya banyak, petani umumnya membangun rumah ditasnya untuk tempat penampungan pakan dan tempat tinggal para pekerja.

Pada tebar pembesaran mas dan nila di KJA umumnya 10 ekor/ . Misalnya, luas KJA berukuran 7x7 meter dengan kedalaman 3 meter maka dapat diisi benih sebanyak 1.470 ekor. Namun, jika kondisi waduk atau danau memiliki kedalaman lebih dari 8 meter seperti di Jatiluhur, kedalaman KJA bisa ditambah hingga 7 meter. Semakin dalam KJA berguna untuk menambah populasi ikan nila di dalam KJA (Wiryanta et al, 2010).

Untuk pemberian pakan, pada bulan pertama pakan diberikan setiap hari sebanyak 5 persen dari biomassa. Setelah itu, pakan cukup diberikan sebanyak 3 persen dari biomassa. Periode pemberian pakan dalam sehari dibagi tiga kali, yakni pada pagi, siang, dan sore hari (Rachmatun, 2010). Operator (teknisi) Keramba Jaring Apung harus rajin memperhatikan perilaku ikan-ikan yang dipelihara. Aspek – aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut (a) Nafsu makan dan dosis pakan, (b) Tingkat kegesitan ikan. Bila ada ikan yang tampak lemah maka harus diambil contoh untuk diperiksa apakah ada sesuatu gejala penyakit atau tidak, (c) Kualitas air, (d) Tingkat kecerahan air waduk/danau apabila derajat kecerahan kurang dari 15 cm, berarti plankton terlalu lebat sehiongga kandungan oksigennya defisit pada malam hari yang dapat membahayakan ikan. Nilai kecerahan untuk waduk dan danau sebaiknya lebih dari 100 cm, (e) Luas keramba di waduk maksimum 2 persen dari luas perairan.

Batas maksimum ini biasanya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat, (f) Pembatasan kapasitas produksi keramba, (g) Kecepatan arus dilokasi keramba tidak kurang dari 5-10 m/detik, (h) Hama pemangsa ikan dan/atau perusak jaring yang dapat menyebabkan kerugian. Hama tersebut ialah burung pemasangsa, berang-berang, ular, belut, ikan-ikan buas dan kura-kura yang merusak jaring. Hama dapat dihalau dengan pemasangan perangkap, pembersihan tepi waduk dan pelaksanaan patrol secara periodik (Rachmatun, 2010).


(24)

2.2 Usaha Perikanan

Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan pemeliharaan ikan di kolam, di sungai, di danau, atau di laut, melainkan usaha yang mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati). Usaha perikanan di Indonesia dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Selain perikanan di laut, kita mempunyai perairan di darat berupa danau, sungai, dan rawa. Usaha perikanan dapat dibagi dua jenis, yaitu usaha perikanan darat dan perikanan laut. Usaha perikanan darat disebut juga usaha perikanan air tawar (Evy, 2008).

2.3 Pendapatan Usahatani

Usahatani sebagai satu kegiatan produksi pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara keduanya merupakan pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) mengartikan pendapatan usahatani sebagai balas jasa dari kerjasama antara faktor- faktor produksi dengan petani sebagai penanam modal dan sekaligus pengelola usahatani.

Analisis pendapatan memerlukan dua komponen utama, yaitu keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu dalam usahatani dan keadaan penerimaan pasca produksi dan pemasaran usahatani (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan adalah besaran output usaha, baik produk utama maupun produk sampingan yang dihasilkan. Sementara itu, pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumber daya yang terukur dalam satuan nominal uang (rupiah) yang dikeluarkan dalam mencapai tujuan usahatani.

Komponen pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran diperhitungkan. Beban biaya dalam pengeluaran tunai, meliputi: pembayaran tunai sarana produksi pertanian seperti pembelian benih, pupuk, obat-obatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar dimuka seperti sewa lahan garapan, sewa alat mesin pertanian (bila ada), dan biaya tenaga kerja. Beban biaya yang termasuk dalam pengeluaran diperhitungkan adalah nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan dan penyusutan peralatan pertanian.


(25)

Komponen penerimaan usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Pendapatan tunai bersumber dari penjualan tunai hasil produksi/panen (output) usahatani yang dilakukan, sedangkan penerimaan non tunai bersumber dari (1) produk/hasil panen (output) yang dikonsumsi keluarga petani dan (2) kenaikan nilai inventaris, yaitu nilai benda-benda investasi yang dimiliki rumah tangga petani berdasarkan selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun.

2.4 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Tunggal (Monokultur)

Menurut Maulana (2003), pembesaran ikan pada KJA tunggal biasanya dilakukan secara monokultur yaitu dalam satu jaring pada lapisan atas ditebarkan hanya satu jenis ikan tanpa ada jenis ikan lain, dimana ikan yang ditebar sebagai komoditas pokok. Pada sistem KJA tunggal, pakan tambahan mutlak diberikan karena jumlah pakan alami dalam waduk relatif sedikit, bahkan hampir tidak ada. Pakan tambahan berupa pelet diberikan setiap hari dengan dosis tiga persen dari berat ikan. Jaring apung yang telah terpasang di danau atau waduk biasanya dirakit menjadi satu unit. Satu unit rakit jaring terapung terdiri dari empat net kolam dan satu tempat jaga (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005).

2.5 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung Sistem Kolor (Polikultur)

Menurut penelitian Sukamto dan Maryam (2005), teknik budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor yaitu jaring terdiri atas bagian bawah satu buah jaring dan di bagian atas dua buah jaring dalam dua petakan. Ada lagi jaring kolor empat yang terdiri dari atas satu jaring di bagian bawah dan empat jaring di bagian atas di dalam empat petakan. Berdasarkan teknik budidaya sistem KJA kolor, petani ikan tidak harus membudidayakan ikan nila di jaring apung secara khusus akan tetapi dapat dibudidayakan bersama dengan ikan mas (budidaya ikan secara polikultur) serta produksi ikan dapat ditingkatkan yaitu dari ikan mas di jaring atas dan ikan nila di jaring bawah.

Pada awalnya sistem KJA kolor digunakan oleh para petani ikan di Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling untuk mengantisipasi kematian masal ikan yang


(26)

hampir terjadi setiap tahun. Hal ini disebabkan sisa pakan yang terbuang ke dasar perairan, sehingga menyebabkan mutu/kualitas air menurun. Efisiensi pakan pada sistem KJA kolor bisa ditingkatkan karena pakan atau debu pakan yang terbuang ke bawah atau ke pinggir bisa dimanfaatkan ikan lain yang dipelihara seperti ikan nila, sehingga pakan yang terbuang ke perairan juga semakin berkurang (Sukamto dan Maryam, 2005).

2.6 Penelitian Terdahulu

Hasil Penelitian Ridwan (2008) yang berjudul Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan membandingkan pendapatan, efisiensi, dan kelayakan serta sensitivitas usahatani padi ramah lingkungan dan anorganik. Berdasarkan analisis pendapatan, diketahui bahwa pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani padi anorganik. Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu.

Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung Kasus Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat oleh Dandan Hendayana (2002). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perbedaan keragaan usaha antara sebelum dan sesudah krisis dengan menggunakan alat ukur benefit cost

analisis yang menghitung komponen finansial, menjelaskan keragaan usaha KJA

dilihat dari kelayakan usaha berdasarkan analisis finansial anta sebelum krisis dan sesudahnya, menelusuri gambaran usaha berdasarkan hubungan fungsional antara kegiatan produksi dengan kegiatan pengadaan sarana produksi serta kegitan pemasaran hasil jaring apung sebagai sistem usaha yang berwawasan agribisnis. Hasil dari penelitian adalah berdasarkan nilai NPV dengan diskon faktor 20 persen menghasilkan nilai NPV yang positif sehingga dengan adanya krisis ini secara finansial usaha ini tidak mengalami tampilan perubahan yang merugikan, sistem pemasaran pakan yang selama ini terjadi tidak efisien.

Dampak Budidaya Ikan Jaring Apung di Waduk Cirata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur, oleh Maman Sudrajat (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


(27)

dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa rumah tangga sekitar lokasi yang menjadi petani budidaya KJA tingkat kesejahteraannya lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga bukan petani budidaya KJA. Lebih rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga non-petani budidaya karena pada umumnya mata pencaharian penduduk sekitar lokasi adalah petani padi sawah atau lahan darat dengan luas < 0,25 ha atau buruh tani yang upahnya di bawah upah minimum. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaan tersebut terletak pada lokasi dan bahasan penelitian.


(28)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Pertumbuhan produksi perikanan budidaya yang bernilai ekonomi tinggi, maka sudah sepantasnya usaha budidaya perikanan dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia. Pembangunan perikanan diperairan waduk kiranya sangat penting dan perlu untuk dikembangkan karena sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya hayati pengganti dari lahan daratan yang digenangi. Pengembangan perikanan budidaya yang umum diterapkan adalah teknologi budidaya dalam keramba jaring apung. Usahatani budidaya ikan ialah usaha yang menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai sumberdaya utamanya. Masalah klasik yang umumnya ditemui pada danau-danau atau waduk-waduk tempat dikembangkannya budidaya ikan dalam jaring adalah masalah daya dukung perairan (Carrying Capacity).

Faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan budidaya ikan ialah keragaan usahataninya. Salah satu wilayah perairan di Waduk Jatiluhur yang terdapat cukup banyak jumlah KJA adalah di Kecamatan Jatiluhur. Budidaya KJA secara monokultur juga masih tetap dipertahankan,dengan alasan masih ada petani setempat yang memiliki modal terbatas. Budidaya KJA secara polikultur dapat meningkatkan produksi ikan mas dan nila juga dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan waduk akibat sedimentasi yang ditimbulkan dari pengendapan sisa pakan. Petani budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJA monokultur dan polikultur khususnya di Kecamatan Jatiluhur melakukan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan yang maksimal.

Perbandingan manfaat ekonomi berupa pendapatan pada pola usaha tani yang membudidayakan ikan secara polikultur dengan pendapatan petani yang hanya melakukan usahatani budidaya ikan secara monokultur merupakan ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi mengenai faktor-faktor penentu pemilihan usaha budidaya ikan secara polikultur dan monokultur. Pendekatan yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada petani ikan dan dianalisis dengan metode regresi logistik. Secara rinci kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.


(29)

Keterangan : Metode Analisis alur berpikir

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional Upaya Peningkatan Produksi dan Pengembangan Budidaya Ikan dalam

KJA di Waduk Jatiluhur

Usaha Budidaya Ikan

Mas dan Nila dalam KJA Budidaya Ikan Mas

(Monokultur)

Budidaya Ikan Mas dan Nila (Polikultur)

Pendapatan Budidaya Ikan Mas (Monokultur)

Pendapatan Budidaya Ikan

Mas dan Nila (Polikultur) dibandingkan

Pendapatan Budidaya Ikan Monokultur

=, <, > Budidaya Polikultur

Analisis Pendapatan &

Uji Beda Faktor-faktor

Yang mempengaruhi pemilihan jenis usaha budidaya

Meningkatnya Kesejahteraan

Petani Analisis Regresi


(30)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan tempat ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa budidaya ikan sistem polikultur dan monokultur masih berjalan dan memiliki potensi pengembangan kawasan budidaya ikan air tawar terbesar di Jawa Barat. Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama tujuh bulan, dimulai pada bulan Februari hingga Agustus 2013.

Setelah tahapan pra penelitian maka dilanjutkan dengan proses pengambilan data primer. Pengambilan data primer dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai November 2013. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penulisan skripsi. Tahapan ini akan dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada minggu terakhir bulan Januari sampai dengan minggu kedua bulan Februari 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani ikan pemilik, buruh tani, dan informan lainnya di Waduk Jatiluhur melalui kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, buku-buku, internet, dan literatur yang mendukung, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, Perum Jasa Tirta II (PJT II), Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.


(31)

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian dalam menentukan cara untuk mengambil sejumlah responden sebagai sampel dari suatu populasi. Tujuan dari penarikan sampling adalah mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian namun peneliti harus memperoleh jumlah responden yang memenuhi kriteria dan representatif agar data yang diperoleh akurat. Salah satu jenis populasi adalah populasi yang bersifat homogen. Populasi yang bersifat homogen biasanya berada pada wilayah perairan. Karakter khusus dari populasi homogen terletak pada tidak adanya perbedaan pola dari hasil tes setelah melakukan wawancara kepada seluruh responden namun data yang dihasilkan tetap beragam, hanya pola saja yang sama antar petani (Bungin 2008).

Sampel merupakan sebagian data yang diambil dalam suatu populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani budidaya KJA monokultur dan polikultur di Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Penentuan lokasi dan objek penelitian dipilih dengan menggunakan metode purposive. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 60 responden yaitu yang terbagi atas 30 responden petani budidaya KJA monokultur dan 30 responden petani budidaya KJA polikultur yang melakukan budidaya pembesaran ikan mas dan nila di wilayah tersebut. Jumlah tersebut sudah mewakili karakteristik yang dibutuhkan yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama profesi, dan pendapatan.

Sampel ini diambil berdasarkan jumlah data sebaran normal statistik dan bersifat homogen. Sistem budidaya yeng terdapat di lokasi penelitian bersifat homogen dalam hal penggunaan ukuran luas unit KJA yang sama pada setiap petani sehingga dengan jumlah tersebut dapat mewakili jumlah responden pada penelitian. Penentuan responden pada penelitian ini berdasarkan informasi yang diberikan oleh Kepala UPTD kemudian wakil UPTD dan selanjutnya kepada pendamping sehingga dilakukan pendataan terhadap responden yaitu sebanyak 60 responden.


(32)

4.4 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Statistical Program and Service

Solution (SPSS) 16, Microsoft Office Excel 2007. Metode analisis data yang

digunakan dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini Tabel 4 Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

Mengestimasi Pendapatan Usahatani Budidaya Ikan Secara Monokultur

dibandingkan degan usahatani Polikultur

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam pemilihan budidaya ikan monokultur dan polikultur

Responden dengan menggunakan kuesioner

Analisis Regresi Logistik

Sumber : Penulis (2013)

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk membandingkan pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan secara polikultur dengan petani yang melakukan budidaya ikan secara monokultur yaitu melalui pendekatan analisis pendapatan. Pendapatan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Secara sistematis pendapatan usaha tani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006):

π = TR-TC ...……… (1) Di mana: π = pendapatan (benefit)

TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost)

Penerimaan usahatani budidaya ikan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (y) dengan harga jual (P). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

...………... (2)

Responden dengan menggunakan kuesioner

Analisis Pendapatan Usaha tani dan Uji Beda (Paired Sample Test) 1


(33)

Di mana: TR = penerimaan total (Rp)

y = produksi ikan yang diperoleh (ton) = harga jual ikan (Rp)

i = jenis ikan yang dibudidayakan

n = banyak ikan yang dibudidayakan (ekor)

Rumus diatas apabila digunakan dalam mengestimasi pendapatan usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur maka persamaan menjadi (Penulis, 2013) :

... (3) Di mana:

= pendapatan usahatani budidaya ikan secara monokultur dan polikultur

i = jenis ikan yang dibudidayakan (1= Mas, 2=Nila) j = jenis input (1=pakan, 2=benih, 3=Tenaga Kerja) v = jumlah input yang digunakan (Kg, orang)

= harga jual ikan yang berlaku (Rp)

= harga input yang berlaku (Rp)

Total biaya yang dikeluarkan baik untuk usahatani budidaya ikan monokultur dan budidaya ikan polikultur dibedakan atas biaya tunai dan non tunai. Estimasi perhitungan total penerimaan dan total biaya tersebut melihat pendapatan yang diperoleh.

Analisis dilakukan dengan cara menggunakan rasio penerimaan atas biaya

(R/C ratio). Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) merupakan salah

satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. R/C ratio menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani.

Apabila R/C >1 maka usaha tani tersebut dikatakan menguntungkan, R/C =1 maka usaha tani tersebut berada pada kondisi impas artinya tidak untung dan tidak rugi, R/C <1 maka usaha tani tersebut berada pada kondisi tidak menguntungkan. Analisis R/C ratio dapat dituliskan sebagai berikut:

R/C ratio =


(34)

4.4.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan

Analisis tingkat perbedaan pendapatan dilakukan untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas) dengan petani yang melakukan usahatani budidaya ikan mas dan nila secara polikultur (kolor) dalam satu unit jaring apung (empat kolam bagian atas dan satu kolam bagian bawah). Perbedaan ini diuji dengan uji t untuk mean dari dua sampel yang saling berhubungan (related). Tingkat pendapatan setiap strata tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur

Rata-rata tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya mas dan nila secara polikultur

Menurut Nazir (1985), pengujian dilakukan dengan cara berpasangan

(paired sample test) yaitu sebuah sampel dengan subjek yang sama namun

mengalami dua perilaku atau pengukuran yang berbeda. Adapun hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

: :

Hipotesis menunjukkan tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur dengan yang melakukan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur tidak berbeda nyata sedangkan menunjukkan tingkat pendapatan petani yang melakukan budidaya ikan mas secara monokultur dengan yang melakukan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur adalah berbeda nyata.

Daerah penolakan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Tolak , terima : jika t hitung > t tabel (df = ) Terima , tolak : jika t hitung < t tabel (df = ) Keterangan:

df = discount factor = jumlah sampel 1


(35)

Nilai t hitung didapatkan dari perhitungan rata-rata tingkat pendapatan dengan standarderror.

...………... (5)

Keterangan:

= standard error dari beda X1 dan X2

Standard error dari beda X1 dan X2 didapatkan dari rumus berikut ini:

...……… (6) Keterangan:

= sumsquare dari sampel 1

= sumsquare dari sampel 2

= jumlah sampel 1 = jumlah sampel 2

Nilai sumsquare didapatkan dari rumus berikut ini:

...………....(7) Keterangan:

= Pendapatan petani ke-i (Rp) = Jumlah sampel ke-i(responden)

4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Melakukan Pemilihan Budidaya Ikan Secara Monokultur dan Polikultur

Menurut Soekartawi (1988) pada proses pengambilan keputusan, seseorang menolak dan menerima suatu adopsi inovasi banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern individu tersebut (misalnya pendidikan, umur dan sebagainya) serta situasi ekstern atau situasi lingkungannya, misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan atas suatu hal yang dinilai baik atau buruk.


(36)

4.4.3.1 Model Regresi Logistik

Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur yaitu dengan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut (Juanda, 2009):

Pi = F (Zi) = F (α + βXi) = = …... (8)

Persamaan (8) dapat ditunjukkan menjadi:

Pi = ...………... (9)

Di mana:

Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan

Xi = variabel bebas

α = intersep

β = koefisien regresi

e = bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718) Zi = α + βXi

Kedua sisi dari persamaan (9) dikalikan dengan 1+ e-zi sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

(1+ e-Zi) Pi = 1

Dibagi dengan Pi dimana 1 disubstitusi dengan Pi/ Pi,

e-Zi = - =

, karena e

-Zi

= 1/ eZi maka menjadi, e Zi =

...

Persamaan (10) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln) yaitu:

Zi = ln ………. (11)

Atau dari persamaan (11) dapat dituliskan menjadi,

) = Zi= α+ βXi ...………. (12)

Persamaan (12) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik. (10)


(37)

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur diantaranya adalah tingkat pendidikan formal, luas areal KJA, umur, jumlah tanggungan keluarga dan lama usaha budidaya ikan2. Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhimya, maka model logit dapat dirumuskan sebagai berikut:

) = Zi =β0+ β1PDDK + β2LAKJA + β3UMR + β4JTK + β5LMUB + β6PDPT ...… (13) Di mana:

Zi = keputusan petani

Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan secara

polikultur

(1- Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan usaha budidaya ikan secara monokultur

β0 = intersep

βi = parameter peubah Xi

PDDK = tingkat pendidikan formal petani (tahun) LAKJA = luas areal KJA yang dimiliki petani ( ) UMR = umur petani (tahun)

JTK = jumlah tanggungan keluarga petani (orang)

LMUB = pengalaman melakukan usaha budidaya ikan (tahun) PDPT = pendapatan petani (Rp/tahun)

Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan pemilihan terhadap budidaya ikan secara polikultur dan monokultur adalah sebagai berikut:

1) Tingkat Pendidikan Formal (PDDK)

Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin mudah untuk memahami prospek pengembangan budidaya ikan dibandingkan dengan petani berpendidikan rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah melakukan pemilihan terhadap prospek budidaya ikan yang lebih baik.

2


(38)

2) Luas Areal KJA yang Dimiliki (LAKJA)

Luas areal KJA yang dimiliki diharapkan bernilai positif. Semakin besar areal KJA yang diusahakan maka semakin mudah untuk menambah volume produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.

3) Umur Petani (UMR)

Umur petani diharapkan bernilai negatif. Petani dengan golongan usia yang produktif akan memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan budidaya ikan.

4) Jumlah Tanggungan Keluarga (JTK)

Jumlah tanggungan keluarga diharapkan bernilai positif. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan menyebabkan semakin banyak kebutuhan hidup sehingga terdapat dorongan untuk meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah anggota keluarga akan mendorong petani untuk melakukan pengembangan budidaya ikan.

5) Lama Usaha Budidaya Ikan (LMUB)

Lama usaha budidaya ikan diharapkan bernilai positif. Semakin lama pengalaman dalam usaha budidaya ikan, maka akan mendorong petani ikan untuk membudidayakan ikan dengan teknik yang lebih baik.

6) Pendapatan Petani (PDPT)

Pendapatan petani ikan diharapkan bernilai positif. Semakin besar pendapatan yang diterima oleh petani maka kesejahteraan hidup petani akan semakin meningkat.

4.4.3.2 Pengujian Model Regresi Logistik

a) Uji Likelihood Ratio

Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif (Hosmer D.W, 2000). Hipotesis statistik yang duji dalam hal ini adalah:

H0 : β1 = β2 = β3 =…=βk = 0 (model tidak dapat menjelaskan)


(39)

Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio. Statistik uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran Chi-square dengan derajat bebas.

G = - 2log = -2log = -2 ...………… (14) Di mana :

: Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol : Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model dibawah hipotesis

alternatif

: Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis nol : Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model dibawah hipotesis

alternatif

Nilai -2 tersebut mengikuti distribusi Chi-square dengan df = p. Jika menggunakan taraf nyata sebesar α, maka kriteria ujinya adalah tolak H0 apabila

Nilai -2 ≥ atau p-value ≤ α.

b) Uji Wald

Untuk menguji faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap

pilihannya, diperlukan statistik uji Wald. Uji Wald dapat menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial yang serupa dengan uji-t dalam regresi linear biasa (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji adalah:

H0 : βi = 0 untuk 1,2,3,…k (peubah Xi tidak berpengaruh nyata)

H1 : βi ≠ 0 (peubah Xi berpengaruh nyata)

Statistik uji yang digunakan adalah: W = β

β ...……… (15) Di mana:

= koefisen regresi


(40)

c) Uji Odds Ratio

Odds Ratio merupakan rasio peluang peluang terjadi pilihan-1 (ya) terhadap peluang terjadi pilihan-0 (tidak) dari variabel respons. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Odds Ratio =

...……… (16) Di mana:

Pi = peluang kejadian yang terjadi


(41)

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Kondisi Umum Kecamatan Jatiluhur

Kecamatan Jatiluhur merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Jatiluhur ke Kabupaten Purwakarta sekitar 8 km yang dihubungkan oleh jalan kabupaten dan provinsi. Secara administratif, Kecamatan Jatiluhur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kecamatan Sukasari di sebelah Utara, Kecamatan Sukatani disebelah Barat, Kecamatan Pasawahan di sebelah Selatan, Kecamatan Babakancikao dan Kecamatan Purwakarta di sebelah Timur.

Luas Kecamatan Jatiluhur berdasarkan data pokok Kecamatan tahun 2012 – 2013 adalah 3.556.413 Ha yang terdiri dari 660.000 Ha Lahan Pertanian, Sawah, dan Kebun, 12.000 Ha Perairan Darat, 2.351.413 Ha Pemukiman, 543.000 Ha Zona Industri. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2013mencapai 63.197 jiwa yang terdiri dari 31.537 laki-laki (50 persen) dan 31.660 perempuan (50 persen). Berdasarkan usia jumlah penduduk Kecamatan Jatiluhur terbagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok usia (0 – 5) tahun sebesar 4.211 jiwa, kelompok usia (6 – 15) tahun sebesar 14.308 jiwa, kelompok usia (16 – 60) tahun sebesar 40.910 jiwa, kelompok usia (>61) tahun sebesar 3.426 jiwa (Data Kecamatan Jatiluhur 2013).

Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) masih dominan mencapai 9.040 jiwa (30,57 persen) dan 9.130 jiwa (30,87 persen) sedangkan yang berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) mencapai 7.760 jiwa (26,24 persen). Jumlah penduduk yang duduk dibangku Perguruan Tinggi seperti Program Diploma, Sarjana (S1), dan Pasca Sarjana (S2) hanya mencapai 1.785 jiwa (6,03 persen), 1.800 jiwa (6,08 persen), dan 60 jiwa (0,2 persen). Berkaitan dengan pengembangan usahatani budidaya ikan dalam KJA maka salah satu aspek yang penting dan perlu diperhatikan adalah sumberdaya manusianya dalam hal ini petani. Kualitas sumberdaya manusia (petani) yang rendah akan menjadi salah satu faktor pemicu yang menghambat jalannya usahatani budidaya ikan tersebut. Kegiatan yang dapat


(42)

dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM petani yaitu melalui kegiatan alih teknologi (Bappeda Kabupaten Purwakarta, 2009)

5.2 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur

Gagasan awal pembangunan bendungan Jatiluhur (Ir. H.Juanda) berawal dari tulisan Prof. Dr. Ir. W.J Blommenstein tahun 1948 yang menulis bahwa daerah aliran sungai Citarum sebagai sumber aliran air utama, dirancang untuk memadukan potensi sumberdaya air dari mulai sungai Ciujung di Provinsi Banten sampai dengan Kali Rambut di Pekalongan untuk mengairi areal sawah irigasi seluas 520.000 Ha. Tulisan tersebut kemudian dipelajari dan dikaji ulang oleh Ir. Van Schravendjik dan Ir. Abdoelah Angoedi di tahun 1950 yang kemudian menyederhanakan dengan mengintegrasikan potensi sumberdaya air dibagian Utara Jawa Barat dari Kali Bekasi di Ujung Barat sampai dengan Sungai Cilanang di Kabupaten Indramayu untuk mengairi lahan seluas 242.000 Ha.

Waduk Jatiluhur merupakan waduk cascade (series) yang terletak di aliran Sungai Citarum dan berada paling hilir dimana sebelumnya terdapat Waduk Cirata dan Waduk Saguling. Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari beberapa anak Sungai Citarum yang tersebar dibeberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 sub DAS yakni sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Perahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang,dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan Gunung Gede Pangrango. Luas daerah tangkapan air DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,4 yang mencakup Kabupaten Bandung, Cianjur, Sumedang, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi yakni muara Gembong, Bungin dan Muara Karawang di Laut Jawa (Gambar 2).


(43)

Sumber : Google Map (2012)3

Gambar 2 Satuan Wilayah Sungai (SWS) Citarum

Bendungan Ir.H. Juanda yang terletak lebih kurang 8 km sebelah Barat Purwakarta dibangun dengan tipe timbunan batu (rockfill dam) dengan inti tanah liat miring, mempunyai tinggi 105 m dan panjang 1220 m membentuk genangan seluas 83 dan menamupng air 3 milyar . Berbeda dengan Waduk Cirata dan Saguling yang berfungsi tunggal (Pembangkit tenaga listrik),Waduk Ir.H.Juanda merupakan Waduk serbaguna yang antara lain digunakan untuk :

a. Penyediaan air untuk pengairan di Jawa Barat bagian Utara yang meliputi areal sawah seluas 242.000 Ha.

b. Pembangkitan tenaga listrik yang berkapasitas 187,5 MW (Setelah di Uperating) dan dapat berproduksi 1000 juta kWh/tahun.

c. Pencegahan banjir didaerah Kabupaten Karawang dan sekitarnya.

d. Penyediaan air baku untuk air minum, air untuk kebutuhan industri, dan air penggelontoran.

e. Budidaya perikanan air tawar melalui teknik jaring apung f. Pengembangan pariwisata dan olahraga air.

g. Transportasi air.

3

https://www.google.com/search/citarum.org/knowledge_center/index list.php?id_categories=13# [diakses tanggal 26 Februari 2014]


(44)

5.3 Kondisi Umum Perikanan Budidaya di Waduk Jatiluhur

Secara umum ikan-ikan yang terdapat di Waduk Jatiluhur diklasifikasikan menjadi ikan yang tumbuh secara alami dan ikan yang dibudidayakan. Benih ikan yang tumbuh secara alami tidak sepenuhnya habitat asli tetapi telah dilakukan beberapa kali penebaran benih oleh pengelola waduk. Pemeliharaan ikan budidaya yang menggunakan jaring terbuat dari benang polyethilene dan secara umum dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA).

Sejak diresmikannya Perusahaan Negara Jatiluhur (PNJ) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 8 tahun 1967 tanggal 24 Juli 1967 salah satu fungsi dibangunnya waduk adalah penambahan produksi perikanan darat. Namun demikian pemanfaatan waduk untuk perikanan budidaya baru dimulai pada tahun1988 dan luasan yang direkomendasikan untuk pemanfaatan ini hanya satu persen dari luasan Waduk dengan jumlah KJA yang direkomendasikan sebesar 2.100 petak zonasi direkomendasikan pada satu lokasi yakni didaerah Ubrug.

Dalam pembinaan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur Pemda setempat melalui Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta berperan sebagai koordinator pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian yang diawali dengan penyusunan rencana induk tata ruang (master plan) yang kemudian ditetapkan melalui ketetapan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dan dijabarkan ke dalam zonasi penataan lokasi serta petunjuk teknis pelaksanaan. PJT II yang dalam hal ini sebagai pengelola waduk berkoordinasi dengan Pemda dalam pelaksanaan operasional pengelolaan KJA dilapangan.

Spesifikasi untuk ukuran setiap petak keramba jaring apung adalah luas petak 49 (7mx7m) dengan tinggi 2 meter dan umumnya setiap 4 petak jaring petani menggunakan lapisan jaring dibawahnya yang biasa disebut oleh petani sebagai jaring “kolor”. Satu unit KJA terdiri dari 4 Petak jaring yang dilengkapi dengan ruangan untuk gudang pakan dan rumah jaga. KJA ditempatkan dengan memperhatikan kedalaman air 10 meter (3 meter untuk bagian atas dan 7 meter untuk bagian bawah), arah gelombang yang dominan, jarak antar unit KJA (50 m) letak pemasangan jangkar dan batas antar balok. Luas permukaan satu unit jaring apung secara keseluruhan adalah 196 (14mx14m) yang terdiri dari empat petak (kolam) bagian atas. Jarak antar petakan kolam berselang satu meter dan jarak


(45)

antar unit keramba tidak boleh kurang dari satu meter. Jarak satu meter ini digunakan sebagai lalu lintas air. Spesifikasi untuk ukuran setiap petak dan unit keramba jaring apung sudah ditetapkan oleh Perda No 6 Tahun 2010 tentang izin usaha perikanan. Adapun tujuan ditetapkan perda ini adalah agar setiap pemilik usaha keramba secara teknis dapat mendirikan unit KJA dengan ukuran yang sama sehingga diharapkan dapat dengan mudah mematuhi aturan yang berlaku dan secara ekonomis pemilik usaha dalam hal ini petani dapat menghasilkan produksi ikan yang optimal.

a. Tampak Atas

b. Tampak Samping Sumber : Perdana, 2008


(46)

Keterangan :

: Pelampung dari drum : Bandul Pemberat/Jangkar

: Jaring Bawah untuk Pemeliharaan Ikan Nila : Jaring Atas untuk Pemeliharaan Ikan Mas : Lalu Lintas Air

Ikan mas memiliki lama pemeliharaan atau masa panen rata-rata selama tiga bulan sedangkan ikan nila memiliki masa panen rata-rata selama enam bulan. Setelah ikan mas dipanen pertama kemudian kolam dan jaring ikan mas dibersihkan dan kondisi jaring diperiksa. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian barulah dilakukan penebaran benih ikan mas kembali. Setelah itu, mulailah tahap pemeliharaan ikan dengan memberikan pakan sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan ikan diberikan dengan cara ditebar. Porsi pakan ikan pada umumnya disesuaikan dengan ukuran ikan, untuk ikan yang berukuran kecil satu hari bisa mencapai 21Kg sedangkan untuk ukuran yang sedang satu hari bisa mencapai 24 Kg.

Pemeliharan untuk ikan mas dilakukan terus menerus setiap hari selama tiga bulan kemudian. Setelah periode kedua barulah ikan mas dan nila sama-sama dipanen. Panen ikan dilakukan petani dengan berkoordinasi dengan tengkulak untuk datang ke lokasi pemanenan ikan. Panen ikan dalam KJA ini dilakukan dengan mengangkat jaring dari kedua sisi kolam dengan menggunakan bambu besar. Usahatani budidaya KJA di Waduk Jatiluhur ini tidak menggunakan obat-obatan. Petani budidaya hanya menggunakan pakan dan benih dalam pemeliharaan. Produksi ikan mas dapat dihitung dengan konversi bobot pakan yang diberikan terhadap berat hasil produksi yang dicapai. Konversi nilai pakan yang diketahui berdasarkan pengalaman petani adalah 45 sampai 50 persen dari berat hasil. Ilustrasinya bila petani memberikan pakan sebanyak 2 ton per unit dalam 1 musim tanam diperkirakan akan mendapatkan jumlah produksi yang maksimal sebanyak 1.000 Kg ditambah jumlah berat benih awal. Berbeda dengan ikan mas produksi ikan nila tidak dapat diperkirakan hasilnya hal ini dikarenakan pengeluaran biaya pakan tidak bertambah karena ikan nila tidak diberikan pakan


(47)

yang intensif. Ikan nila mendapatkan supply pakan dari sisa pakan ikan mas sehingga ikan nila dipelihara sebagai penyangga agar efisiensi produksi dapat ditingkatkan dengan menambah penerimaan usaha dari penjualan ikan nila.

5.4 Karakteristik Petani

Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan usaha keramba jaring apung. Selain dukungan kemampuan modal usaha, diperlukan juga kemampuan dalam pengelolaannya. Orang yang mempunyai kemampuan pendidikan yang lebih baik, dan lebih berpengalaman,serta mempunyai kemampuan teknis yang memadai, akan berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kondisi sebaliknya (Setianingsih, et al,1993). Karakteristik pemilik keramba yang dianggap penting adalah menyangkut aspek usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha.

Tabel 5 Pengelompokan responden petani jaring apung di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta berdasarkan kelompok usia, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan pola usahatani.

Keterangan

N = 60

Petani Monokultur Petani Polikultur

Jumlah (N) Persentase (%) Jumlah (N) Persentase (%) Kelompok Usia

20 - 30 Tahun 9 30 5 17

31 - 40 Tahun 7 23 12 40

41 - 50 Tahun 8 27 9 30

51 - 60 Tahun 6 20 4 13

Total 30 100 30 100

Tingkat Pendidikan

SD 20 67 15 50

SMP 5 17 8 27

SMA 4 13 6 20

Sarjana 1 3 1 3

Total 30 100 30 100

Pengalaman Usaha

1 - 5 tahun 6 20 1 3

6 - 10 tahun 7 24 7 24

11 - 15 tahun 10 33 9 30

16 - 20 tahun 3 10 6 20

21 - 25 tahun 3 10 6 20

26 - 30 tahun 1 3 1 3

Total 30 100 30 100


(48)

5.4.1 Usia

Kisaran Usia yang produktif untuk menjalankan usaha pertanian (perikanan) berada pada kisaran usia 15 tahun sampai 50 tahun (Suharjo & Patong, 1973). Faktor usia sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir petani dalam rangka pengambilan keputusan. Data responden petani keramba Waduk Jatiluhur pada Tabel 5 menunjukkan kisaran usia antara 20 tahun sampai dengan 60 tahun. Untuk pola usahatani polikultur kelompok usia menengah antara 31 tahun sampai 40 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 40 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 30 persen. Usia 20 tahun sampai 30 tahun 17 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 13 persen sedangkan untuk pola usahatani monokultur kelompok usia pemula antara 20 tahun sampai 30 tahun mempuyai jumlah terbesar yaitu 30 persen. Kelompok usia 41 tahun sampai 50 tahun sebesar 27 persen. Usia 31 tahun sampai 40 tahun 23 persen dan kelompok usia lanjut (> 50 tahun) hanya sekitar 20 persen. Dengan demikian kelompok usia responden yang mendominasi pemilikan usaha berada pada kelompok usia yang produktif.

5.4.2 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tabel 5 dari catatan tingkat pendidikan responden, rata-rata mendapatkan tingkat pendidikan formal yang relatif baik. Untuk pola usahatani polikultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 50 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 27 persen dan 20 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen. Untuk pola usahatani monokultur responden yang mendapatkan tingkat pendidikan SD mendominasi dan menunjukan tingkat pendidikan yang terbesar berada dikisaran 67 persen, diikuti selanjutnya oleh SMP dan SMA yang memiliki kisaran masing-masing sebesar 17 persen dan 13 persen, sedangkan sisanya hanya sebagian kecil yang duduk di Perguruan Tinggi yaitu sekitar 3 persen.

Implikasi dari kondisi ini diperlihatkan dengan pengelolaan usaha yang ditangani dengan baik. Hal ini ditandai dengan pengaturan administrasi dan pencatatan aktivitas produksi per unit melalui pembukuan yang teratur, pen


(49)

jadwalan tanam dan panen yang dilakukan berdasarkan variasi umur ikan. Selain itu pemberian pakan diperhitungkan dengan nilai konversi pakan terhadap berat dan hasil, juga kemampuan dalam memperkirakan harga jual ikan saat musim panen berdasarkan siklus permintaan.

5.4.3 Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha mempunyai kontribusi yang penting dalam penentuan hasil penerimaan usaha. Pengalaman akan memberikan kesempatan kepada petani untuk beradapatasi atau menyesuaikan diri, sehingga petani dapat menerapkan pola budidaya yang efisien. Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani polikultur keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 2 tahun. Responden memiliki rata-rata pengalaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 30 persen sedangkan Pengalaman usaha yang dimiliki oleh petani monokultur yang paling lama tercatat 30 tahun dan yang paling singkat 1 tahun. Responden memiliki rata-rata penglaman usaha yang cukup yaitu berada dikisaran 11 tahun sampai 15 tahun yaitu sebesar 33 persen

Pengalaman bagi petani cukup penting sebagai bekal dalam menjalankan usaha. Petani yang berpengalaman akan mengetahui kapan produksi harus dihentikan untuk sementara waktu, dan kapan harga panen akan melonjak, serta berapa ton produksi yang akan dicapai. Aspek pengalaman pengalaman yang berkaitan dengan penerimaan usaha dapat diilustrasikan dengan adanya kasus kematian massal ikan yang disebabkan oleh virus ikan dan Umbalan. Hal ini diperkirakan dapat merugikan petani hingga ratusan juta rupiah. Petani dituntut harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan agar kejadian ini dapat segera diatasi dan tidak terulang.

5.5 Karakteristik Usahatani

Pengelolaan dan pembesaran budidaya ikan mas dan nila secara monokultur dan polikultur umumnya tidak memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan luasan unit KJA yang sama antara petani satu sama lainnya yaitu berukuran 196 (14mx14m). Pola budidaya secara monokultur berarti membudidayakan ikan mas sebagai komoditas utama pada jaring lapisan atas saja sedangkan untuk pola


(50)

budidaya secara polikultur, ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila sebagai komoditas sampingan dengan pemeliharaan jaring dilapisan bawah. Pada sistem monokultur ikan mas dibudidayakan selama tiga bulan. Untuk pemberian pakan berupa pelet konsentrat dapat disesuaikan dengan musim tanam ikan. Pakan diberikan oleh petani setiap hari dengan manajemen waktu dari pagi, siang, hingga sore. Tidak ada pakan tambahan, oksigen dan obat selama masa pemeliharaan. Benih ikan mas yang umunya digunakan oleh petani adalah benih yang berukuran 10 sampai 12 cm dengan berat 15 sampai 25 gram per ekor atau sering disebut dengan gelondongan besar. Kebutuhan benih ikan mas untuk pola budidaya secara monokultur adalah 157 kg per unit per musim tanam sedangkan pola budidaya ikan secara polikultur adalah 144 kg per unit per musim tanam untuk pembesaran ikan mas sedangkan 153 kg per unit per musim tanam untuk ikan nila.

Usaha pembenihan ikan di Kabupaten Purwakarta disokong oleh Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) serta dukungan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Pertenakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta. Benih ikan mas dijual dengan harga Rp 25.000 per kg dengan ukuran yang seragam sedangkan benih ikan nila dijual dengan harga Rp 18.000 per kg. Dari budidaya ini dapat menghasilkan ikan konsumsi segar sebanyak 5 sampai 8 ekor. Ikan mas umumnya dipasarkan secara hidup dari tingkat petani hingga ke tingkat konsumen akhir sedangkan ikan nila dipasarkan dengan bantuan balok es agar kesegaran ikan tetap terjamin mutunya.

Pada sistem budidaya ikan secara polikultur ikan mas dibudidayakan selama 3 bulan dan ikan nila selama 6 bulan tanpa pakan tambahan. Pakan ikan nila berasal dari sisa pemberian pakan ikan mas yang tidak termakan atau dari kotoran ikan mas. Akibat pemberian pakan sisa ini dan tidak diberikan pakan tambahan secara khusus maka pertumbuhan ikan nila menjadi semakin lama dibandingkan dengan pertumbuhan ikan mas. Ukuran panen yang digunakan didaerah penelitian meliputi ukuran kecil (8 ekor per kg), sedang (5 ekor per kg), dan besar (1-2 ekor per kg). Pada umumnya ukuran panen ikan yang besar jarang sekali ditemukan, rata-rata petani memanen ikan berukuran kecil dan sedang. Ikan mas dapat


(1)

Aang 127.260.000 80.189.000 6.646.426 5.625.000 92.460.426 34.799.574

Dayat 123.780.000 75.444.000 6.646.426 0 82.090.426 41.689.574

Mustam 123.780.000 76.069.000 6.646.426 2.500.000 85.215.426 38.564.574

Didi 103.080.000 89.944.000 6.646.426 3.375.000 99.965.426 3.114.574

Hasim 167.310.000 81.309.000 6.646.426 3.375.000 91.330.426 75.979.574

Acim 157.200.000 81.269.000 6.646.426 2.825.000 90.740.426 66.459.574

Soleh 116.880.000 95.069.000 6.646.426 2.825.000 104.540.426 12.339.574

Endang 144.570.000 85.219.000 6.646.426 2.825.000 94.690.426 49.879.574

Mean 46.545.241

Max 87.614.574

Min 3.114.574


(2)

Lampiran 15 Pendapatan atas biaya tunai pola Polikultur (Rp/tahun)

Responden Total

Penerimaan

Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Variabel Tunai Total Biaya Tunai Pendapatan atas biaya tunai

Warisdi 150.300.000 1.119.000 88.825.000 89.944.000 60.356.000 Harun 116.910.000 1.119.000 77.225.000 78.344.000 38.566.000 Asmita 156.060.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 60.991.000 Kodir 142.020.000 1.119.000 80.320.000 81.439.000 60.581.000 Haryo 89.970.000 1.119.000 64.145.000 65.264.000 24.706.000 Ade 144.090.000 1.119.000 78.265.000 79.384.000 64.706.000 Dodeng 134.880.000 1.119.000 85.385.000 86.504.000 48.376.000 Tahim 171.000.000 1.119.000 88.825.000 89.944.000 81.056.000 Ijal 134.880.000 1.119.000 75.310.000 76.429.000 58.451.000 Matsur 168.720.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 73.651.000 Tukin 130.680.000 1.119.000 74.950.000 76.069.000 54.611.000 Wasta 105.840.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 10.771.000 Anang 140.400.000 1.119.000 85.385.000 86.504.000 53.896.000 Bambang 103.770.000 1.119.000 72.665.000 73.784.000 29.986.000 Usep 123.090.000 1.119.000 82.465.000 83.584.000 39.506.000 Ujang 172.140.000 1.119.000 86.825.000 87.944.000 84.196.000 Ajidin 192.840.000 1.119.000 92.710.000 93.829.000 99.011.000 Nano 189.420.000 1.119.000 90.665.000 91.784.000 97.636.000 Sardani 170.100.000 1.119.000 84.540.000 85.659.000 84.441.000 Dimas 162.720.000 1.119.000 87.360.000 88.479.000 74.241.000 Rahmat 151.680.000 1.119.000 92.710.000 93.829.000 57.851.000 Juhri 114.840.000 1.119.000 84.670.000 85.789.000 29.051.000 Aang 127.260.000 1.119.000 79.070.000 80.189.000 47.071.000 Dayat 123.780.000 1.119.000 74.325.000 75.444.000 48.336.000 Mustam 123.780.000 1.119.000 74.950.000 76.069.000 47.711.000 Didi 103.080.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 8.011.000 Hasim 167.310.000 1.119.000 80.190.000 81.309.000 86.001.000 Acim 157.200.000 1.119.000 80.150.000 81.269.000 75.931.000 Soleh 116.880.000 1.119.000 93.950.000 95.069.000 21.811.000 Endang 144.570.000 1.119.000 84.100.000 85.219.000 59.351.000

Mean 56.028.667

Max 99.011.000 Min 8.011.000


(3)

Lampiran 16 Input data analisis logistik

Z UMR PDDK LMUB JTK PDPT

1 30 6 10 4 503,34574

0 55 4 1 3 374,56

0 41 6 6 3 374,56

1 41 6 10 3 285,44574

1 59 6 18 2 509,69574

0 40 5 12 3 514,56

1 40 6 22 3 539,34574

1 56 6 5 4 146,84574

0 43 4 25 2 430,81

0 35 12 16 2 416,56

0 55 15 3 3 317,56

0 40 9 15 3 233,56

1 48 6 12 3 546,84574

1 36 9 6 3 383,54574

1 45 12 20 4 710,34574

1 34 9 15 3 461,79574

0 49 6 12 2 374,56

1 50 6 24 2 613,79574

1 32 9 13 5 448,39574

1 43 9 9 4 93,14574

0 50 6 1 2 475,31

0 52 12 15 1 457,31

0 48 1 12 3 112,56

1 36 9 10 3 438,74574

0 40 4 10 3 276,76

1 42 9 8 5 199,64574

1 31 6 18 3 294,84574

1 50 6 20 1 744,24574

0 25 7 21 1 343,56

1 48 6 21 2 867,39574

0 30 9 16 4 233,56

0 30 6 10 2 126,16

0 30 6 6 2 308,76

1 44 6 20 2 876,14574

1 63 6 13 1 744,19574

1 30 9 15 3 675,94574

0 63 7 3 1 504,31

1 28 9 10 1 483,79574

0 26 6 24 3 515,56

0 25 6 15 2 315,81

1 61 6 16 1 167,79574


(4)

0 45 6 20 3 515,81

0 30 6 30 2 222,31

1 40 6 24 3 416,89574

1 31 6 24 4 385,64574

1 32 12 12 3 31,14574

0 26 8 15 1 457,31

1 33 12 31 4 759,79574

1 25 12 14 4 664,59574

0 34 12 11 3 644,31

0 32 4 9 4 320,01

1 26 12 13 3 123,39574

1 35 12 12 3 498,79574

0 65 3 1 1 457,31

0 45 12 15 2 374,56

0 35 6 15 2 504,31

0 60 6 10 1 363,31

0 60 6 6 1 560,31


(5)

Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian

Wawancara Ketua Kelompok Petani Ikan

Petak KJA - Wawancara Petani Ikan Monokultur


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 29 Juli 1991. Penulis merupakan putra

kedua dari dua bersaudara dari pasangan Yusuf Asnawi dan Yeyet Sumiati.

Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri

Panaragan 2 Bogor lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah

Menengah Pertama Negeri 14 Bogor lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus

Sekolah Menengah Atas Kophri Dharma Wanita (KORNITA) IPB Bogor dan

pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi di kampus.

Penulis aktif sebagai staff divisi

Business Sharia and Fund Rising

FORMASI

(Forum Mahasiswa dan Studi Islam) pada tahun 2011-2012. Selain itu, selama

menjadi mahasiswa penulis juga aktif dalam kegiatan atau acara kampus baik

sebagai panitia maupun sebagai peserta.


Dokumen yang terkait

Analisis Perbedaan Pendapatan Usaha Keramba Jaring Apung di Perairan Danau Toba(Studi Kasus: Zona Bandar Saribu, Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun).

3 76 65

Analisis Usahatani Ikan Keramba Berdasarkan Skala Usaha (Studi Kasus: Desa Sibagandmg, Kecamatan Insang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun)

0 29 99

Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba

6 46 116

Strategi Pemasaran Ikan Nila Hasil Budidaya Keramba Jaring Apung (Floating Net) (Studi Kasus : Desa Tongging Dan Desa Sibolangit Kecamatan Merek, Kabupaten Karo)

28 234 101

Analisis Produktivitas Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung Di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Putwakarta, Propinsi Jawa Barat

0 7 99

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA.

0 13 42

ANALISIS PENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI KERAMBA JARING APUNG DENGAN DIVERSIFIKASI SPESIES IKAN BUDIDAYA DI WADUK CIRATA

0 0 9

AKTIVITAS KITINASE, LESITINASE, DAN HEMOLISIN ISOLAT DARI BAKTERI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Lin.) YANG DIKULTUR DALAM KERAMBA JARING APUNG WADUK JATILUHUR, PURWAKARTA

0 0 9

TUGAS AKHIR ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR)

0 0 16

ANALISIS KUALITAS AIR BAKU WADUK AKIBAT LIMBAH KERAMBA JARING APUNG (STUDI KASUS: WADUK JATILUHUR) - Unika Repository

0 0 35