mencapai ukuran besar jika diberi perlakuan yang intensif dalam pemberian pakan tambahan yang khusus dan lamanya mencapai 6 bulan.
Kondisi ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani juga permintaan dari konsumen yang rata-rata diminati oleh kalangan konsumen
rumah tangga. Keterbatasan modal dalam hal ini yaitu dalam hal lamanya masa budidaya ikan mas, umumnya dialami oleh petani yang membudidayakan ikan
secara monokultur. Sementara itu disisi lain petani sangat tergantung kepada perputaran uang yang lebih cepat agar usahataninya bisa terus berjalan sehingga
budidaya ikan dalam kurun waktu ini tidak memungkinkan untuk dilakukan. Secara umum, petani pembudidaya ikan di daerah Waduk Jatiluhur dapat
memperoleh modal dari dua sumber, yaitu modal sendiri dan pinjaman lembaga keuangan bank. Usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Purwakarta
merupakan salah satu contoh usaha lokal yang sudah mendapat akses pembiayaan dari perbankan.
Tabel 6 Akses Modal Pembiayaan Usaha Budidaya KJA di Waduk Jatiluhur
Sumber Modal N = 60
Petani Monokultur Petani Polikultur
Jumlah N
Persentase Jumlah
N Persentase
Lembaga Keuangan Perbankan
10 33
15 50
Modal Sendiri 18
60 14
47 Tengkulak, Pedagang
2 7
1 3
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Berdasarkan data responden petani monokultur pada Tabel 6 menunjukkan sebesar 60 persen sumber modal yang digunakan berasal dari modal sendiri
sedangkan sisanya sebesar 33 persen dan 7 persen yang berasal dari Bank dan Tengkulak. Kondisi ini jauh berbeda dengan data responden petani polikultur
yang sudah memanfaatkan akses permodalan dari Bank sekitar 50 persen. Namun tidak sedikit juga sumber modal yang digunakan berasal dari modal milik sendiri
yaitu sekitar 47 persen, biasanya mereka yang menggunakan modal pribadi adalah pemilik keramba yang memiliki skala usaha dalam jumlah yang besar dan usaha
KJA ini dijadikan sebagai ladang berinvestasi dalam prospek bisnisnya.
Bantuan permodalan dari lembaga keuangan perbankan bagi petani pembudidaya KJA di Waduk Jatiluhur Purwakarta sudah bekerjasama antara
Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan pihak perbankan antara lain Bank Jabar, BRI dan BNI. Bentuk skema yang digunakan adalah menggunakan
sistem plasma, dimana satu orang bapak plasma bersama-sama dengan puluhan petani binaannya mengajukan pinjaman kepada bank yang sudah bekerja sama
dengan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Bapak plasma biasanya adalah petani dengan skala usaha besar yang memiliki jaminan yang sudah dianggap layak oleh
bank. Umumnya seorang petani pembudidaya Keramba Jaring Apung perlu
menyediakan modal antara 30 – 100 juta rupiah untuk memulai usaha budidaya
Keramba Jaring Apung. Besarnya modal awal ini membuat tidak semua penduduk lokal di sekitar Waduk Jatiluhur mampu memulai usaha budidaya ikan Keramba
Jaring Apung. Sebagian penduduk yang memiliki modal cukup dapat menjadi pemilik budidaya, dan sisanya yang tidak memiliki kecukupan modal untuk
membuka usaha sendiri, harus cukup puas untuk menjadi tenaga upahan yang bertugas menjaga petak jaring apung.
Tenaga kerja dibutuhkan terutama untuk proses pemberian pakan dan penjagaan kolam. Setiap orang diberi tugas untuk mengelola satu unit empat
kolam. Tarif upah yang berlaku untuk setiap orang adalah Rp 750.000 per bulan. Tidak ada perbedaan antara status tenaga kerja yang digunakan berasal dari
keluarga atau dari tenaga kerja luar yang diupah, karena curahan waktu kerja yang mereka dapatkan sama yaitu 90 hari per musim tebar.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Usahatani
Analisis usahatani dilakukan dengan mengukur penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh dari usahatani yang dijalankan dalam periode tertentu.
Perhitungan ini memberikan gambaran dari kegiatan usahatani selama periode tersebut. Selain itu analisis ini memberikan penilaian apakah usahatani
pembesaran ikan mas dan nila di daerah penelitian memberikan tingkat keuntungan yang memungkinkan petani mengembangkan usahanya.
6.1.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan budidaya ikan mas dan nila yang ada didaerah penelitian dihitung dari jumlah output yang dihasilkan oleh budidaya jaring apung tersebut.
Perhitungan penerimaan ini dibedakan berdasarkan cara budidaya ikan yang yang dilakukan oleh masing-masing petani responden. Untuk perhitungan penerimaan
usahatani budidaya ikan dengan pola monokultur, komponen yang dihitung adalah penjualan ikan mas yang dilakukan selama satu tahun, sedangkan untuk
perhitungan penerimaan usahatani budidaya ikan dengan pola polikultur kolor yang dilakukan oleh petani adalah dengan menghitung penjualan ikan mas dan
ikan nila yang dilakukan selama satu tahun. Penjualan ikan mas hasil budidaya ikan secara monokultur yang dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun
karena panen yang dilakukan untuk ikan mas yang dibudidayakan dengan sistem ini adalah tiga bulan sekali dalam satu tahun. Penjualan yang dilakukan dari hasil
budidaya ikan secara polikultur terdiri dari dua jenis penjualan yaitu penjualan ikan mas sebagai komoditas utama yang dilakukan sebanyak empat kali dalam
satu tahun dan penjualan ikan nila yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun.
Jumlah produksi ikan mas yang dihasilkan dari budidaya ikan mas secara monokultur mencapai 407 Kgkolammusim tebar. Hal ini berarti dalam satu
Musim Tebar MT satu unit KJA menghasilkan ikan mas sebanyak 1.628 Kg. Setiap satu unit jaring apung yang terdiri dari empat kolam selama satu tahun
dapat dihasilkan ikan mas sebanyak 6.512 Kg, sedangkan untuk produk yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan secara sistem polikultur terbagi atas dua
produk yaitu produksi ikan mas dan ikan nila. Jumlah produksi ikan mas yang dihasilkan dari budidaya ikan mas secara polikultur mencapai 394
Kgkolammusim tebar sehingga dalam satu musim tanam satu unit KJA menghasilkan ikan mas sebanyak 1.576 Kg.
Produksi ikan mas dalam empat kolam bagian atas selama satu tahun sebanyak 6.304 Kg dan untuk jumlah produksi ikan nila dalam satu kolam bagian
bawah mencapai 1.097 Kgkolammusim tebar sehingga dalam satu tahun menghasilkan 2.194 Kg. Harga ikan mas dan ikan nila dihitung berdasarkan harga
yang berlaku didaerah penelitian untuk tingkat petani yaitu Rp 18.000Kg dan untuk ikan nila yaitu Rp 11.500Kg. Penerimaan usahatani dari petani sebagai
responden dihitung berdasarkan dua jenis usahatani yaitu budidaya ikan mas secara monokultur untuk satu unit keramba, budidaya ikan mas dan nila secara
polikultur untuk satu unit keramba. Tabel 7 Penerimaan usahatani budidaya ikan mas dan nila per unit KJA 14x14m
selama satu tahun menurut pola usahatani di Waduk Jatiluhur
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penerimaan usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dalam satu unit keramba menghasilkan penerimaan sebesar
Rp 117.216.000unittahun selama satu tahun, sedangkan untuk budidaya ikan mas dan nila secara polikultur kolor untuk satu unit keramba jaring apung
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 138.703.000unittahun.
Pola Usahatani Jumlah
Produksi MT
Kg Periode
MT dalam satu tahun
Jumlah ProduksiTahun
Kg Harga Jual
di Tingkat Petani
Rpkg Penerimaan
Rp
Monokultur : Ikan Mas
1.628 4
6.512 18.000
117.216.000 Polikultur :
- Ikan Mas - Ikan Nila
Total 1.576
1.097 4
2 6.304
2.194 18.000
11.500 113.472.000
25.231.000 138.703.000
6.1.2 Biaya Usahatani
Biaya usahatani untuk budidaya ikan mas dan ikan nila baik secara monokultur maupun polikultur terbagi atas tiga komponen biaya yaitu biaya
variabel, biaya tetap dan biaya yang diperhitungkan tidak tunai. Biaya variabel terdiri atas pembelian benih, pakan, dan upah tenaga kerja,sedangkan untuk biaya
tetap terdiri atas biaya SIUP Surat Izin Usaha Perikanan, biaya perawatan, dan retribusi ke PJT II. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga TKDK dan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK
.
Tenaga kerja luar keluarga termasuk ke dalam komponen biaya variabel tunai sedangkan TKDK
termasuk komponen biaya non tunai. Usahatani budidaya ikan mas secara monokultur dan budidaya ikan mas dan nila secara polikultur yang dilakukan di
Waduk Jatiluhur menggunakan beberapa TKLK dan TKDK. Tenaga kerja yang digunakan adalah sama dari penebaran benih sampai panen. Sistem biaya pada
tenaga kerja yang dilakukan oleh petani budidaya adalah dengan memberikan upah atau bayaran kepada pekerja. Bayaran yang diberikan oleh pemilik kepada
pekerja dilihat secara keseluruhan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan pekerja yaitu dimulai dari penebaran benih, pemeliharaan, perawatan jaring, sampai waktu
panen. Setiap jenis kegiatan pekerjaan dilakukan oleh tenaga kerja yang sama.
Penebaran benih ikan dilakukan petani sesuai dengan musim tanam dari masing- masing ikan. Kegiatan penebaran benih ini dilakukan selama satu hari.
Pemeliharaan ikan mas dan nila dengan memberikan pakan ikan setiap hari sebanyak tiga kali yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Perawatan jaring dan
pembersihan kolam ikan dilakukan setiap habis panen. Sistem upah atau bayaran tenaga kerja pada usahatani budidaya ikan mas dan nila pada KJA secara
monokultur dan polikultur di Waduk Jatiluhur ini tidak dilakukan pembayaran disetiap kegiatan melainkan sistem yang diterapkan adalah pembayaran gaji
pekerja yang dibayar setiap bulan. Selain itu untuk biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja
dalam keluarga dan penyusutan. Biaya penyusutan pada kontruksi KJA atau alat- alat yang digunakan pada usaha tersebut. Biaya penyusutan yang dihitung
berdasarkan banyaknya jumlah masing-masing barang atau kontruksi KJA