12 Peranan swasta sebagai pelaku ekonomi kota, yang bergerak di sektor
formal maupun informal, tidak secara mutlak berkewajiban, untuk melaksanakan, pengadaan RTH kota. Melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu serta
pengkajian dari sudut pandang swasta, dapat disediakan RTH yang memungkinkan untuk dikelola swasta, yaitu RTH untuk keindahan atau swasta;
RTH untuk rekreasi; RTH hijau lainnya yang dapat dikomersialkan. c. Masyarakat
Peran serta masyarakat, baik secara individual maupun kelembagaan terhadap RTH lebih teratas pada pemanfaatan dan pemliharaan. Dari segi
perencanaan maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan keberadaan RTH biasanya terbentuk oleh adanya tanah kosong
yang belum atau tidak dimanfaatkan. Kelangsungan keberadaannya tidak dapat dijamin, sehubungan dengan sifat penguasaan tanhnya yang lebih banyak bersifat
individu bukan tanah negara. d. Media Massa
Media massa, baik media elektronik maupun media cetak, ikut berperan sebagai pelaku dalm pengelolaan RTH, khususnya dalam menciptakan opini
publik terhadap pentingnya keberadaan RTH di perkotaan. Di samping hal tersebut, fungsi media massa juga bermanfaat untuk ikut mengawasi
perkembangan RTH. Penataan RTH secara tepat mampu berperan dalam meningkatakan kualitas atmosfer, penyegaran udara, menurunkan suhu, menyapu
debu permukaan wilayah yang terkena imbas RTH, menurunkan kadar polisi
udara, dan meredam kebisingan. 2.7
Ekowisata
Menurut Nugroho 2011, ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari
ekosiwata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan pariwisata secara umum, meliputi wisata bahari beach and sun tourism, wisata pedesaan rural
and agro tourism, wisata alam natural tourism, wisata budaya cultural tourism, atau perjalanan bisnis business travel.
13
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang dampak wisata alam terhadap analisis ekonomi dan Metode Biaya Perjalanan pernah dilakukan oleh Firandari 2009 yang
menganalisis permintaan dan nilai ekonomi wisata PS-3 Pulau Situ Gintung-3 dengan menggunakan metode TCM Travel Cost Method. Berdasarkan metode
tersebut akan diketahui surplus konsumen dari pengunjung yang wisata merefleksikan bahwa sebenarnya pengunjung masih menerima surplus kelebihan
manfaat dari tingkat harga tiket wisata yang ditetapkan, sehingga sebenarnya harga tiket wisata masih dapat ditingkatkan untuk pemeliharaan dan
pengembangan lebih lanjut tempat. Pengunjung sebagai pihak yang akan menanggung beban biaya tiket masuk wisata merupakan pihak yang akan
merasakan dampak langsung jika terjadinya perubahan kenaikan biaya tiket diperlukan analisis persepsi pengunjung mengenai seberapa besar kesediaan
mereka membayar Willingness to Pay untuk biaya tiket masuk tempat wisata terjadi kenaikan harga. Analisis Willingness to Pay pengunjung terhadap harga
tiket PSG-3 dilakukan dengan pendekatan CVM Contingent Valuation Method. Surplus konsumen pengnunjung PSG-3 sebesar Rp 28 985 per kunjungna dan
nilai manfaat atau nilai ekonomi PSG-3 sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp 3 373 130 755.
Penelitian lain yang menggunakan metode biaya perjalanan atau TCM adalah Pertiwi 2014. Penelitian ini menganalisis dampak ekonomi dan strategi
pengelolaan wisata Goa Pawon di Kawasan Karst Cipata, Kabupaten Bandung Barat. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengestimasi nilai ekonomi dan
keberadaan kawasan wisata, menghitung dampak ekonomi kegiatan wisata, dan menganalisis strategi pengelolaan objek wisata Goa Pawon. Nilai ekonomi wisata
Goa Pawon tersebut adalah sebesar Rp 102 604 000. Strategi pengelolaan yang dapat diterapkan pada objek wisata Goa Pawon dengan melakukan analisis SWOT
antara lain melanjutkan master plan serta memberikan dukungan terhadap pembangunan dengan potensi alam sekitar, meningkatkan sumber daya manusia,
mengembangkan sarana dan prasarana penunjang yang sesuai, meningkatkan kekhasan wisata dengan daya tarik wisatanya, dan melakukan promosi wisata
melalui berbagai media. Kawasan wisata Goa Pawon memberikan dampak
14 ekonomi secara langsung bagi perekonomian lokal, ditunjukan dengan nilai
Keynesian Income Multiplier yang didapatkan melalui multiplier effect sebesar 1.18. Dampak ekonomi yang cukup baik, walaupun berskala kecil secara tidak
langsung indirect dan lanjutan induced ditandai dengan nilai Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1.30, dan nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar
1.51. Khoirunnisaa 2014 melakukan penelitian yang berjudul Estimasi Nilai dan
Dampak Ekonomi serta Prospek Pengembangan Wisata Gunung Bunder Pasca Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian ini menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi wisata dan nilai ekonomi di estimasi dengan menggunakan Individual Travel Cost Method ITCM. Berdasarkan hasil analisis
regresi didapatkan 3 faktor yang mempengaruhi minat wisata, antara lain lama mengetahui objek wisata, umur, dan jarak. Nilai ekonomi Gunung Bunder yang
diperoleh dari hasil perhitungan yaitu sebesar Rp 3 163 231 383
. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata tersebut berupa dampak langsung,
dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan yang diukur dengan metode nilai efek pengganda. Hasil perhitungan nilai efek pengganda menunjukkan nilai
keynesian income multiplier sebesar 1.77, ratio income multiplier tipe 1 sebesar 1.91, dan ratio income multiplier tipe 2 sebesar 2.43. Namun dari total
pengeluaran wisatawan terjadi kebocoran ekonomi economic leakages sebesar 53.23
. Prospek pengembangan keberlanjutan wisata diidentifikasi berdasarkan aspek fisik, sosial-ekonomi dan spasial yang menunjukkan bahwa kawasan wisata
Gunung Bunder memiliki potensi untuk dijadikan kawasan wisata alam yang harus dijaga keberlanjutannya karena dapat memberikan manfaat yang positif bagi
masyarakat sekitar. Mahesi 2008 mengestimasi nilai biaya perjalan wisata Kebun Raya
Cibodas. Nilai Ekonomi wisata dari sisi permintaan wisata yang didekati dari biaya perjalanan atau dengan menggunakan metode TCM adalah sebesar Rp. 109
326 386 400tahun per tahun. Surplus konsumen wisata dengan metode biaya perjalanan sebesar Rp 22 727 per individu, sedangkan berdasarkan kesediaan
membayar sebesar Rp 12 218 per individu. Adanya surplus konsumen, baik