Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

(1)

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM

CURUG CIGAMEA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK

FERNANDO SINAGA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM

CURUG CIGAMEA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL


(2)

(3)

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan merupakan bagian dari penelitian yang berada di bawah penelitian BOPTN dengan judul “Pembayaran Jasa Lingkungan Wisata Alam sebagai Alternatif Solusi Trade Off Kepentingan Ekologi dan Ekonomi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak” dengan sumber dana dari BOPTN-DIKTI 2013. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fernando Sinaga


(4)

ABSTRAK

FERNANDO SINAGA. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.

Kawasan wisata Curug Cigamea yang masuk ke dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Keberadaan wisata Curug Cigamea di TNGHS dapat memberi dampak positif berupa lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat lokal. Dampak positif dapat terus dirasakan oleh masyarakat lokal jika kelestarian sumber daya alam di TNGHS tetap terjaga. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan mau turut menjaga kelestarian sumber daya alam sebagai penunjang keberadaan wisata Curug Cigamea. Estimasi mengenai nilai dan dampak ekonomi wisata Curug Cigamea diperlukan untuk mengetahui seberapa besar dampak keberadaan wisata terhadap perekonomian masyarakat lokal. Berdasarkan hasil estimasi dengan metode Individual Travel Cost Method,

diperoleh nilai ekonomi Curug Cigamea sebesar Rp 3 886 099 200. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata diukur dengan nilai efek pengganda (multiplier effect) dan diperoleh nilai keynesian income multiplier

sebesar 2.9, ratio Income multiplier tipe 1 sebesar 1.5, dan ratio income multiplier

tipe 2 sebesar 1.7. Hasil tersebut menunjukan bahwa wisata Curug Cigamea memiliki arti penting bagi perekonomian masyarakat lokal. Selain dapat memberi dampak positif, keberadaan wisata Curug Cigamea juga dapat memberi dampak negatif, seperti adanya ancaman kerusakan sumber daya alam dan lingkungan akibat besarnya jumlah pengunjung. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengontrol jumlah kunjungan tersebut adalah penerapan tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum Curug Cigamea diestimasi dari Willingnes to Pay

responden pengunjung jika pengelola meningkatkan tarif masuk di objek wisata Curug Cigamea untuk biaya pelestarian sumber daya alam dan pengembangan objek wisata. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai rataan WTP pengunjung terhadap tarif masuk Curug Cigamea adalah sebesar Rp 10 122. Penerapan tarif masuk sesuai WTP pengunjung tersebut dapat mengurangi jumlah kunjungan, namun disisi lain dapat meningkatkan penerimaan pengelola yang dapat dialokasikan sebagai dana konservasi.

Kata kunci : Multiplier effect, TNGHS, Individual Travel Cost Method, Wisata Alam, Willingnes to Pay


(5)

ABSTRACT

FERNANDO SINAGA. Estimating Value and Economic Impact of Cigamea Waterfall Natural Tourism at Halimun Salak National Park. Supervised by METI EKAYANI and NUVA

Cigamea waterfall tourism area is currently included to the expansions of Gunung Halimun Salak National Park (TNGHS) is famous among who come to TNGHS. Cigamea Waterfall at TNGHS can give a positive impact such as opportunity job and income for the local society. The local society can get positive impact if the preservation of natural resources in TNGHS can be maintained due to the important of natural resources to support natural tourism activities. Therefore the local society expected to support the natural resources sustainability for the existence of Cigamea Waterfall. The value and economic impact of Cigamea Waterfall need to be estimated to know how much the economic impact to the local society. Based on the estimation using individual travel cost method showed that the economic value of Cigamea Waterfall was Rp 3 886 099 200. The Economic impact generated from tourism activities measured by multiplier effect and the value of multiplier effect was 2.9 for the keynesian income multiplier, 1.5 for ratio income multiplier type 1, and 1.7 for ratio income multiplier type 2. The result showed that Cigamea Waterfall has an important part to the economic impact of local society. On the other hand, the existence of Cigamea waterfall not only can give positive impact but also can give negative impact such as threaten damage to natural resources and the environment from the large number of visitors. One of the tools that can be used to control the number of visitors is the application of the optimum entrance fee. The optimum entrance fee in Cigamea Waterfall estimated by using willingnes to pay of visitors. If the managers increasing the entrance fee in Cigamea Waterfall for the conservation fund of natural resource and developing tourism area. Based on the calculation, the average values of visitor’s WTP for the entrance fee in Cigamea Waterfall was Rp 10 122. The entrace tariff that adapted from visitor’s WTP can decrease visitor’s number, but in another part can increase Manager’s income which can be allocated for conservation cost.

Keywords : Multiplier Effect, Natural Tourism, TNGHS, Travel Cost Method, WTP


(6)

(7)

FERNANDO SINAGA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

CURUG CIGAMEA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK


(8)

(9)

Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Nama : Fernando Sinaga NIM : H44090060

Disetujui oleh

Dr. Meti Ekayani, S. Hut, M.Sc Pembimbing I

Nuva, S.P, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(10)

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ekonomi wisata, dengan judul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1 Kedua orang tua tercinta yaitu Ayah Elyas Sinaga dan Ibu Maria Turnip, serta saudara-saudara saya tersayang Yohanes, Jonser, Merika, Ferdinan, dan Mawar, yang selalu memberikan motivasi. 2 Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3 Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

4 Ibu Asti Isiqomah, SP, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

5 Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaadmaja sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah memberi arahan dan masukan selama penulis menjalani kuliah.

6 Kantor Disbudpar Kabupaten Bogor, Balai TNGHS, Kepala RT/RW, dan masyarakat Gunung Sari yang telah banyak memberikan saran dan informasi selama pengumpulan data. 7 Keluarga besar Departemen ESL FEM IPB, para dosen beserta

staf atas semua dukungan dan bantuan.

8 Keluarga Komisi Kesenian IPB; Fredy, Yoshi, Yeni, Nesvi, Julian, Sule, Kak Vera, dan semua keluarga komkes yang telah memberi doa dan bantuannya.


(12)

9 Rekan-rekan sebimbingan skripsi; Rifki, Iin, Rere, Pipit dan Isti yang telah bekerjasama selama masa bimbingan skripsi.

10 Sahabat terbaik; Angga, Febri, Yasmin, Nita, Abe, Dear, Gugat, Romil, Charra, Adinna, Reyna dan seluruh keluarga ESL 46. Semoga skripsi ini bermanfaat sebagai panduan penelitian dan berbagai pihak dalam mengembangkan suatu kawasan wisata.

Bogor, Februari 2014


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pariwisata ... 6

2.2 Nilai Ekonomi Wisata Alam ... 7

2.3 Dampak Ekonomi Wisata ... 8

2.4 Willingness to Pay (WTP) ... 9

2.5 Penelitian Terdahulu ... 10

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

IV METODE PENELITIAN... 15

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 15

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 15

4.4 Metode Analisis Data ... 16

4.4.1 Analisis Persepsi Pengunjung Terhadap Curug Cigamea ... 17

4.4.2 Valuasi Ekonomi Wisata... 17

4.4.3 Analisis Dampak Ekonomi Kawasan Wisata Curug Cigamea... 23

4.4.4 Estimasi Tarif Optimum Masuk Objek Wisata Curug Cigamea... 24

V GAMBARAN UMUM ... 26

5.1 Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea ... 26

5.2 Karaktersitik Responden Pengunjung Curug Cigamea ... 27

5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Responden Pengunjung ... 27

5.2.2 Karakteristik Faktor Responden Pengunjung dalam Berwisata ... 28

5.3 Karakteristik Unit Usaha di Objek Wisata Curug Cigamea ... 29

5.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal di Objek Wisata Curug Cigamea ... 30

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

6.1 Persepsi Responden Pengunjung terhadap Objek Wisata Curug Cigamea ... 32


(14)

6.1.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kondisi Alam di Objek

Wisata Curug Cigamea ... 32

6.1.2 Persepsi Pengunjung terhadap Fasilitas di Objek Wisata Curug Cigamea ... 33

6.1.3 Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengembangan Wisata Curug Cigamea ... 34

6.2 Nilai Ekonomi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata Curug Cigamea ... 35

6.2.1 Fungsi Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata ... 35

6.2.2 Nilai Ekonomi Objek Wisata Curug Cigamea ... 38

6.3 Dampak Ekonomi di Objek Wisata Curug Cigamea ... 39

6.3.1 Dampak Ekonomi Langsung ... 40

6.3.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung ... 42

6.3.3 Dampak Ekonomi Lanjutan ... 44

6.3.4 Nilai Efek Pengganda ... 45

6.4 Estimasi Tarif Masuk Optimum Curug Cigamea ... 46

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1 Simpulan ... 49

7.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah pengunjung objek wisata di GSE tahun 2011-2012 ... 2 2 Jumlah pengunjung per lokasi objek wisata di GSE tahun

2011-2012 ... 2 3 Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan

wisata ... 11 4 Matriks metode analisis data ... 17 5 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap kondisi

alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea ... 17 6 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap fasilitas

dan aksesbilitas di wisata Curug Cigamea ... 18 7 Estimasi penerimaan pengelola dari harga tiket ... 25 8 Karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea

berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) tahun 2013... 28 9 Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di objek

wisata Curug Cigamea ... 29 10 Karakteristik unit usaha di objek wisata Curug Cigamea tahun

2013... 30 11 Karakteristik tenaga kerja lokal di objek wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 31 12 Persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di

objek wisata Curug Cigamea ... 32 13 Persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesbilitas di objek

wisata Curug Cigamea ... 33 14 Harapan responden pengunjung terhadap objek wisata Curug

Cigamea ... 34 15 Hasil regresi fungsi permintaan wisata Curug Cigamea ... 35 16 Perhitungan nilai ekonomi Curug Cigamea ... 38 17 Proporsi pengeluaran pengunjung dan kebocoran yang terjadi di


(16)

18 Proporsi rata-rata pendapatan pemilik usaha per bulan di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 41 19 Dampak ekonomi langsung di objek wisata Curug Cigamea

pada tahun 2013 ... 41 20 Pengeluaran unit usaha di dalam kawasan wisata Curug

Cigamea tahun 2013 ... 42 21 Pengeluaran unit usaha di luar kawasan wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 43 22 Dampak ekonomi tidak langsung di wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 43 23 Proporsi rata-rata pengeluaran responden tenaga kerja lokal per

bulan di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 44 24 Dampak ekonomi lanjutan di objek wisata Curug Cigamea tahun

2013 ... 45 25 Nilai efek pengganda dari pengeluaran pengunjung di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... ...45 26 Keinginan pengunjung meningkatkan tarif masuk di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 47 27 Distribusi besaran WTP pengunjung terhadap tarif optimum

masuk di objek wisata Curug Cigamea ... 47 28 Penerimaan pengelola dengan tarif optimum masuk di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 48

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil model regresi frekuensi kunjungan dengan biaya perjalanan, pendapatan total, lama pendidikan, umur, lama

mengetahui objek wisata, waktu yang dihabiskan di lokasi ... 54

2 Uji normalitas... 54

3 Uji F ... 55

4 Uji multikolinearitas ... 55

5 Uji autokorelasi ... 56

6 Uji heteroskedastisitas... 56

7 Hasil regresi frekuensi ke TNGHS dengan biaya perjalanan ... 56

8 Jumlah kunjungan responden pengunjung satu tahu terakhir ... 57

9 Rata-rata pengeluaran pengunjung per individu ... 58

10 Rata-rata pengeluaran unit usaha ... 62

11 Rata-rata pendapatan tenaga kerja lokal per bulan ... 64

12 Pengeluaran tenaga kerja lokal ... 64

13 Perhitungan efek pengganda ... 65


(18)

(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik keragaman satwa maupun tumbuhan. Kekayaan sumber daya alam tersebut perlu dijaga dan dilestarikan, dimana salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan kawasan konservasi sebagai taman nasional. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan taman nasional dikelola berdasarkan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, dan zona lainnya menurut keperluan. Zona pemanfaatan merupakan zona di taman nasional yang dapat difungsikan sebagai kawasan wisata, seperti yang terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Keindahan panorama alam serta kekayaan flora dan fauna di TNGHS merupakan modal penting dalam pengembangan wisata alam. Keberadaan wisata alam di TNGHS dapat memberi dampak positif bagi masyarakat lokal, seperti adanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan. Dampak positif tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat turut serta menjaga kelestarian alam sebagai penunjang keberadaan wisata alam. Hal ini dikarenakan, dampak positif tersebut akan terus dapat dirasakan masyarakat apabila wisata alam di TNGHS berjalan secara berkelanjutan dengan menjaga kelestarian sumber daya alam. Pengembangan wisata alam didukung dalam “Rencana Pengelolaan TNGHS tahun 2008 sampai dengan 2026” yang mengarahkan salah satu sasaran dan keluaran yang harus didorong adalah berkembangnya wisata alam yang memberi manfaat bagi konservasi alam dan masyarakat lokal (Suparmo et al 2008).

Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak di tiga kabupaten yaitu Sukabumi, Lebak, dan Bogor. Gunung Salak Endah (GSE) merupakan salah satu lokasi dari TNGHS di Kabupaten Bogor yang memiliki potensi sumber daya alam untuk kegiatan wisata alam. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa rata-rata jumlah kunjungan pada dua tahun terakhir cukup besar, yaitu mencapai 28 650 kunjungan per tahun. Jumlah tersebut diperoleh dari jumlah kunjungan yang


(20)

masuk melalui gerbang utama GSE. Besarnya jumlah kunjungan tersebut, dikhawatirkan dapat menjadi ancaman kerusakan bagi sumber daya alam dan lingkungan, sehingga perlu adanya dan pengelolaan yang tepat pada wisata alam di GSE agar sumber daya alam di TNGHS tetap terjaga.

Tabel 1 Jumlah pengunjung objek wisata di GSE tahun 2011-2012

No Bulan Jumlah Pengunjung (orang/tahun)

2011 2012

1 Januari 3 950 4 000

2 Februari 1 200 1 100

3 Maret 2 000 1 500

4 April 2 150 1 500

5 Mei 2 000 2 000

6 Juni 2 300 2 000

7 Juli 2 350 2 500

8 Agustus 1 200 6 000

9 September 6 500 1 500

10 Oktober 2 000 2 000

11 November 2 150 1 850

12 Desember 2 000 1 550

Total 29 800 27 500

Rata- rata per tahun 28 650

Sumber : Resort Gunung Salak II 2013

Gunung Salak Endah (GSE) memiliki beberapa jenis wisata yaitu camping ground, kawah, curug (air terjun), dan pemandian air panas. Objek-objek wisata tersebut dikelola oleh dua pihak yaitu pengelola GSE dan Disbudpar Kabupaten Bogor. Beberapa objek wisata yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Bogor sampai tahun 2012 adalah Curug Ngumpet, Curug Cigamea, Curug Seribu, dan Pemandian Air Panas. Berdasarkan data Disbudpar Kabupaten Bogor (2013), objek wisata yang paling banyak dikunjungi per tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di GSE adalah Curug Cigamea. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan rata-rata jumlah pengunjung di Curug Cigamea dari tahun 2009 sampai dengan 2012 sebanyak 19 375 pengunjung per tahun.

Tabel 2 Jumlah pengunjung per lokasi objek wisata di GSE tahun 2009-2012

Tahun

Jumlah pengunjung (orang)

Curug Ngumpet Curug Cigamea Curug Seribu Pemandian Air

Panas

2009 8 910 19 446 9 409 16 670

2010 8 910 19 446 9 409 16 670

2011 9 801 21 407 10 369 18 373

2012 5 200 17 200 0 17 600

Rata-rata pertahun 8 206 19 375 7 297 17 329


(21)

Jumlah kunjungan di objek wisata Curug Cigamea yang besar secara tidak langsung memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang paling dirasakan adalah adanya peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang membuka unit usaha di sekitar lokasi, sedangkan dampak negatif yang muncul adalah ancaman kerusakan sumber daya alam di TNGHS. Menurut Liu dalam Pitana dan Diarta (2009), carrying capacity pada pengembangan kawasan wisata merupakan kemampuan suatu kawasan wisata untuk menampung pengunjung dan kegiatan wisata. Pemanfaatan kawasan yang melebihi daya dukung fisiknya dapat menyebabkan degradasi sumber daya alam. Penelitian tentang nilai, dampak ekonomi, serta tarif masuk optimum lokasi wisata Curug Cigamea penting dilakukan untuk memberi pertimbangan bagi stakeholder dalam mengambil kebijakan pengelolaan wisata yang tetap menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

1.2 Perumusan Masalah

Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata di GSE yang memiliki beragam daya tarik yang ditawarkan bagi pengunjung. Keindahan air terjun, vegetasi alam, dan udara yang masih sejuk merupakan daya tarik utama yang terdapat di lokasi wisata. Objek wisata ini merupakan salah satu alternatif wisata alam di Bogor bagi pengunjung yang senang menikmati pemandangan alam, selain kawasan puncak.

Objek wisata Curug Cigamea merupakan objek wisata yang memiliki rata-rata kunjungan terbesar di GSE (Tabel 2). Jumlah kunjungan tersebut mengalami

fluktuasi dalam empat tahun terakhir (2009-2012). Pada tahun 2011, jumlah pengunjung meningkat dalam jumlah yang besar dibanding tahun sebelumnya. Hal ini salah satunya dikarenakan terdapat program visit to Bogor pada tahun 2011, sehingga banyak pengunjung yang datang ke objek-objek wisata di Bogor termasuk ke Curug Cigamea (Disbudpar Kabupaten Bogor 2013).

Lokasi wisata Curug Cigamea yang sering dikunjungi oleh pengunjung memiliki potensi nilai ekonomi yang cukup besar. Nilai ekonomi perlu diketahui untuk melihat seberapa penting keberadaan wisata Curug Cigamea di TNGHS, dikarenakan nilai ekonomi tersebut menunjukkan nilai jasa sumber daya alam dan


(22)

lingkungan Curug Cigamea yang berfungsi sebagai wisata alam. Selain itu, jumlah pengunjung yang cukup besar juga secara tidak langsung dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Jumlah pengunjung yang besar dapat membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk membuka unit usaha di lokasi wisata. Masyarakat lokal di sekitar lokasi wisata akan terus mendapatkan pendapatan dari unit usahanya apabila wisata alam di TNGHS dapat berkelanjutan. Keberlanjutan wisata alam tergantung kelestarian sumber daya alam. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata Curug Cigamea untuk menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Perhitungan dampak ekonomi objek wisata Curug Cigamea perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh pengeluaran pengunjung selama berwisata terhadap perekonomian lokal.

Jumlah pengunjung yang cukup besar di objek wisata Curug Cigamea dikhawatirkan berpotensi menimbulkan over carrying capacity dalam jangka waktu panjang. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelestarian sumber daya alam yang terdapat di TNGHS. Oleh karena itu, tarif masuk optimum perlu diestimasi sebagai upaya untuk mengontrol jumlah kunjungan dan dapat berkontribusi untuk dana konservasi (Vanhove 2005). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai dan dampak ekonomi dari wisata Curug Cigamea, dimana hasilnya dapat membantu para stakeholder untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam di TNGHS. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1 Bagaimana persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea?

2 Berapa estimasi nilai dan dampak ekonomi pengembangan kawasan wisata Curug Cigamea?

3 Berapa tarif masuk optimum kawasan wisata Curug Cigamea? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menunjukan bahwa wisata Curug Cigamea memiliki arti penting bagi perekonomian masyarakat lokal dan dapat mendukung konservasi di TNGHS. Adapun, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:


(23)

1 Mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea.

2 Mengestimasi besarnya nilai dan dampak ekonomi kawasan wisata Curug Cigamea.

3 Mengestimasi besarnya tarif masuk optimum kawasan wisata Curug Cigamea.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Curug Cigamea yang berlokasi di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dampak ekonomi terhadap unit usaha dan tenaga kerja yang diteliti dilihat dari sisi pengeluaran pengunjung. Unit usaha dan tenaga kerja yang menjadi responden merupakan unit usaha dan tenaga kerja yang bekerja di objek wisata Curug Cigamea. Kebocoran yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pengeluaran dari responden yang dilakukan di luar Kecamatan Pamijahan. Penelitian ini hanya mengestimasi nilai ekonomi, dampak ekonomi, dan tarif masuk optimum tanpa mengukur carrying capacity di objek wisata Curug Cigamea. Kekhawatiran terjadinya over carrying capacity merupakan dasar perlunya dikaji tarif masuk optimum yang nantinya dapat digunakan sebagai alat kontrol jumlah pengunjung. Selain itu, penerapan tarif masuk optimum juga dapat mengoptimalkan penerimaan pengelola dari tarif masuk kawasan wisata. Tarif masuk optimum dalam penelitan ini, merupakan tarif masuk sesuai rataan kemauan pengunjung untuk meningkatkan harga tarif masuk guna membantu dana pelestarian sumber daya alam dan pengembangan fasilitas wisata.


(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Menurut Suwantoro (2004) pada hakikatnya berpariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Pariwisata juga merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Wahab 1992).

Menurut Fandeli (2000), konsep wisata berdasarkan pemanfaatannya dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, antara lain:

1 Wisata alam (natural tourism) merupakan aktifitas wisata yang ditunjukkan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. Kriteria suatu wilayah dalam penunjukan dan penetapan sebagai kawasan wisata alam, yaitu:

a Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam.

b Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi, potensi, dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. c Kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

2 Wisata budaya (cultural tourism) merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai objek wisata dengan pendekatan aspek pendidikan.

3 Ekowisata (ecotourism, green tourism, atau alternative tourism) merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumber daya alam atau lingkungan dan industri kepariwisataan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka Curug Cigamea dapat dikategorikan sebagai wisata alam. Keberadaan Curug Cigamea sebagai wisata alam di TNGHS diperbolehkan sesuai UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menyatakan kegiatan yang diperbolehkan di kawasan taman nasional mencakup: penelitian, pendidikan, menunjang budi daya,


(25)

budaya, dan wisata alam. Pengelolaan dan pengembangan wisata alam di TNGHS diharapkan mampu mewujudkan kegiatan wisata alam yang dapat mempertahankan kelestarian ekosistem hutan TNGHS dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Hal ini juga perlu dilakukan melihat fungsi TNGHS sebagai salah satu kawasan konservasi in situ, artinya daerah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di habitat alaminya (Widada et al 2003).

2.2 Nilai Ekonomi Wisata Alam

Nilai ekonomi didefenisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa yang diinginkan. Hal ini sulit jika diterapkan pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak memiliki harga pasar seperti wisata alam. Salah satu cara yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu adalah pemberian harga pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi 2010).

Valuasi nilai ekonomi wisata alam perlu dilakukan untuk melihat nilai dari keberadaan sebuah wisata alam yang terkadang dinilai under value. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu kawasan wisata adalah Travel Cost Method (TCM). Menurut Fauzi (2010) TCM merupakan metode yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi sumber daya alam secara tidak langsung. Metode ini pada umumnya digunakan untuk menganalisis atau mengkaji biaya yang digunakan oleh setiap inidvidu pada saat melakukan kegiatan rekreasi di suatu daerah wisata dan mengkaji nilai yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Metode ini digunakan untuk menghitung seberapa besar nilai ekonomi dari wisata Curug Cigamea yang berada di kawasan TNGHS.

Tujuan dasar dari TCM adalah untuk mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumber daya alam melalui biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumber daya alam digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan harga dari sumber daya alam tersebut. Asumsi dasar dari TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktifitas misalnya rekreasi bersifat dapat dipisahkan (Fauzi 2010).


(26)

Menurut Turner et al. (1994), metode biaya perjalanan memiliki dua teknik pendekatan, yaitu:

1 Metode biaya perjalanan zonal, yaitu dengan membagi lokasi asal pengunjung untuk melihat jumlah populasi per zona, yang digunakan untuk mengestimasi tingkat kunjungan per seribu orang.

2 Metode biaya perjalanan individu, yaitu dengan mengukur tingkat kunjungan individu ke tempat rekreasi dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengukur frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi tersebut.

Pada prinsipnya pendekatan individual sama dengan pendekatan zonal, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survey. Oleh karena itu, metode biaya perjalanan untuk menghitung nilai tempat rekreasi menggunakan pendekatan individual lebih sering digunakan.

2.3 Dampak Ekonomi Wisata

Pariwisata merupakan kegiatan wisatawan yang secara langsung melibatkan masyarakat sehingga memberi dampak bagi masyarakat setempat (Ismayanti 2010). Salah satu dampak yang yang dihasilkan dari adanya kegiatan wisata adalah dampak ekonomi. Belanja pengunjung di daerah wisata akan meningkatkan pendapatan pada masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui dampak berganda (multiflier effect) (Suwantoro 2004). Manfaat ini juga dirasakan oleh masyarakat sekitar Curug Cigamea dari keberadaan objek wisata tersebut.

Menurut Stynes and Sun (2000), dampak ekonomi adanya wisata terhadap suatu wilayah terdiri dari dampak langsung (direct effects), dampak tidak langsung (indirect effects) dan dampak ikutan (induced effects). Dampak langsung lebih dikenal sebagai dampak primer, sedangkan dampak tidak langsung dan ikutan disebut dengan dampak sekunder. Dampak primer adalah perubahan jumlah penjualan, pendapatan, pekerjaan, dan penerimaan pada usaha akibat pembelanjaan pengunjung. Terdapat dua jenis dampak sekunder, yaitu dampak tidak langsung dan dampak ikutan. Dampak tidak langsung adalah perubahan


(27)

jumlah pengeluaran unit usaha dan upah tenaga kerja di sekitar lokasi wisata. Dampak lanjutan adalah sejumlah pengeluaran dari beberapa tenaga kerja yang terlibat kegiatan wisata.

Pengeluaran wisatawan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal, namun terdapat sebagian pengeluaran wisatawan yang tidak berdampak pada perekonomian lokal, hal ini dinamakan kebocoran. Pada dasarnya, kebocoran terjadi karena uang tersebut dibelanjakan di luar kegiatan perekonomian daerah tujuan wisata sehingga uang tersebut tidak memberi pengaruh terhadap perekonomian daerah wisata yang dikunjungi wisatawan (Yoeti 2008).

2.4 Tarif Masuk Optimum

Tarif masuk kawasan wisata alam merupakan penerimaan yang diterima pengelola dari adanya kegiatan wisata. Peneriman tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki/mengembangkan fasilitas wisata dan menjaga kelestarian sumber daya alam yang terdapat pada wisata alam. Besarnya penerimaan dari tarif masuk tersebut dapat dioptimalkan dengan penerapan tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum dalam penelitan ini, merupakan tarif masuk sesuai rataan kemauan pengunjung untuk meningkatkan harga tarif masuk guna membantu dana pelestarian sumber daya alam dan pengembangan fasilitas wisata. Selain itu, tarif masuk optimum juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengontrol besarnya jumlah kunjungan di objek wisata. Tarif masuk optimum dapat diestimasi dengan pendekatan Willingness to Pay (WTP) pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata.

Willingness to Pay (WTP) merupakan keinginan membayar maksimum pengunjung untuk memperoleh barang dan jasa yang diinginkan. Willingness To Pay (WTP) juga diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi 2010). Metode ini merupakan metode untuk menanyakan langsung pada pengunjung mengenai nilai atau harga yang bersedia mereka berikan terhadap barang dan jasa yang tidak memiliki harga pasar seperti sumber daya alam.


(28)

Metode WTP biasanya dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tentang kesediaan seseorang untuk membayar pihak lain sebagai kompensasi untuk tetap memelihara sumber daya alam tersebut (Yakin 1997). Metode WTP digunakan sebagai dasar dalam penetapan tarif masuk optimum wisata karena besarnya tarif masuk yang sebenarnya bersedia dibayarkan oleh pengunjung tidak selalu sama dengan harga tiket saat ini.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi serta estimasi tarif masuk optimum suatu kawasan wisata telah banyak dilakukan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Beberapa hasil dari penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan wisata telah dilakukan oleh Wijayanti et al. (2008), Milasari (2010), dan Hakim et al. (2011), sedangkan penelitian mengenai estimasi tarif masuk optimum kawasan wisata telah dilakukan oleh Prayoga (2013).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Wijayanti et al. (2008) adalah waktu penelitian dan tujuan penelitian, dimana penelitian ini juga bertujuan untuk mengestimasi tarif masuk optimum di Curug Cigamea. Tarif masuk optimum merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengontrol jumlah pengunjung jika terjadi over carrying capacity. Kekhawatiran terjadi over carrying capacity tersebut dikarenakan jumlah pengunjung Curug Cigamea yang cukup besar dibandingkan wisata lain di GSE (Tabel 2). Penelitian ini hanya mengukur nilai ekonomi, dampak ekonomi serta mengestimasi besarnya tarif masuk optimum tanpa mengukur carrying capacity di kawasan wisata Curug Cigamea. Hasil dari penelitian terdahulu mengenai nilai dan dampak ekonomi dapat dilihat pada Tabel 3.


(29)

Tabel 3 Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan wisata

No Penulis Judul Hasil dan metode

1 Wijayanti

et al

2008 Analisis Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor)

Nilai surplus ekonomi yang diterima pengunjung di Cigamea sebesar Rp 970 206 per individu per kunjungan dan nilai ekonomi Curug Cigamea

adalah Rp 21 480 366 692. Nilai Keynesian

Income Multiplier adalah 1.63, Ratio Income

Multiplier Tipe 1 adalah 1.42 dan Ratio Income

Multiplier Tipe 2 adalah 1.71. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah TCM dan

Keynesian multiplier.

2 Milasari

2010

Analisis Dampak

Ekonomi Kegiatan Wisata Alam (Studi Kasus:Taman Wisata Tirta Sanita)

Dampak ekonomi langsung berupa pendapatan pemilik unit usaha sebesar 54%. Dampak tidak langsung berupa pendapatan tenaga sebesar 2%. Dampak lanjutan berupa pengeluaran tenaga kerja

sebesar 59%. Nilai Keynesian Income Multiplier

adalah 1.07, Ratio Income Multiplier Tipe 1

adalah 1.22 dan Ratio Income Multiplier Tipe 2

adalah 1.37. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah TCM dan Keynesian

multiplier.

3 Prayoga

2013 Estimasi Nilai Ekonomi dan Kontribusi Wisata terhadap Konservasi di TNUK Kab.Pandeglang Provinsi Banten

Nilai WTP pengunjung wisata TNUK adalah Rp 15 666.7, sehingga nilai ini dapat menjadi peluang bagi pengelola untuk menetapkan tiket optimum yang saat ini masih dianggap terlalu murah oleh pengunjung yaitu sebesar Rp 2 500.

4 Hakim et

al 2011

Valuasi Ekonomi Obyek Wisata Alam di Rawapening, Indonesia: Sebuah Aplikasi Biaya Perjalanan dan Penilaian Metode Kontinjensi

Nilai ekonomi dari ekowisata dari surplus konsumen diperkirakan Rp 7 410 000 000. Nilai ekonomi dari wisata alam akan hilang bila terjadi penurunkan kondisi lingkungan alam.


(30)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Gunung Salak Endah (GSE) merupakan salah satu bagian dari kawasan konservasi TNGHS yang memiliki beberapa atraksi wisata alam yang merupakan salah satu dari fungsi ekonomis yang dilakukan TNGHS. Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata di GSE. Kelestarian sumber daya alam di sekitar kawasan objek wisata menghasilkan udara yang sejuk dan panorama alam yang indah. Besarnya jumlah kunjungan di objek wisata Curug Cigamea berpotensi menjadi ancaman bagi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan di TNGHS. Ancaman kelestarian sumber daya alam tersebut dapat mengurangi fungsi ekologis dari TNGHS. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata Curug Cigamea untuk menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

Setiap lokasi wisata berhubungan erat dengan pengunjung tidak terkecuali Curug Cigamea, sehingga penting untuk mengetahui bagaimana persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan fasilitas wisata di Curug Cigamea. Persepsi pengunjung mengenai kondisi alam digunakan untuk mengetahui dampak keberadaan wisata terhadap kondisi sumber daya alam di TNGHS saat ini sudah mengalami kerusakan atau belum. Persepsi pengunjung mengenai fasilitas wisata juga perlu diketahui agar pengelola dapat meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung tanpa merusak kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

Setiap lokasi wisata memiliki potensi nilai ekonomi, tidak terkecuali objek wisata Curug Cigamea. Nilai ekonomi tersebut diestimasi berdasarkan pendekatan besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung dalam berwisata. Biaya perjalanan yang dikeluarkan tersebut merupakan besarnya nilai yang diberikan pengunjung kepada sumber daya alam dan lingkungan di lokasi wisata (Fauzi 2010). Oleh karena itu, nilai ekonomi perlu diketahui untuk melihat seberapa besar manfaat keberadaan objek wisata Curug Cigamea di TNGHS.

Kegiatan wisata di Curug Cigamea memberikan dampak ekonomi baik langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian daerah setempat, seperti


(31)

peningkatan pendapatan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pengeluaran para pengunjung selama berwisata. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi yang lainnya. Estimasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata tersebut merupakan indikator penting mengenai seberapa besar wisata Curug Cigamea berdampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Besarnya jumlah pengunjung di objek wisata Curug Cigamea dikhawatirkan akan menimbulkan over carrying capacity dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu, perlu diestimasi tarif masuk optimum yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengontrol jumlah pengunjung. Tarif masuk optimum diestimasi melalui pendekatan Willingness to Pay (WTP) pengunjung terhadap harga tiket masuk karena tarif masuk lokasi wisata tidak selalu sama dengan harga sebenarnya yang bersedia dibayarkan. Penerapan tarif masuk optimum tersebut juga dapat mengestimasi besarnya jumlah pengunjung dan penerimaan pengelola dengan harga tiket optimum.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan wisata alam yang dapat menjaga kelestarian SDAL dan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Selain dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, keberadaan wisata ini juga tidak mengganggu atau merusak sumber daya alam di TNGHS. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan: batasan penelitian

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Fungsi Ekologis Fungsi Ekonomi

Persepsi Wisatawan terhadap Objek Wisata Dampak Ekonomi Wisata terhadap Pendapatan Masyarakat Nilai Ekonomi Wisata Analisis Deskriptif Kualitatif Harapan wisatawan terhadap Pengembangan Wisata Tiket Masuk Kawasan Wisata Harga Tiket Optimum

Pengembangan Wisata Alam yang dapat Menjaga Kelestarian SDAL dan Memberi Dampak Ekonomi bagi Masyarakat Lokal

WTP

Wisata Curug Cigamea Ancaman Kerusakan

SDAL di GSE

Jumlah Pengunjung yang Cenderung Meningkat di

Curug Cigamea

Travel Cost Method

Analisis Regresi Linier Berganda Nilai Dampak Ekonomi Wisata Keynesian Multiplier

Direct Indirect Induce

Nilai Ekonomi Wisata Estimasi Jumlah Pengunjung dan Penerimaan Pengelola Gunung Salak Endah


(33)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Curug Cigamea yang terletak di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata alam di TNGHS dengan jumlah kunjungan yang tinggi. Keberadaan objek wisata Curug Cigamea dapat mendorong masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari wisata tersebut untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer merupakan data cross section yang diperoleh dari wawancara terstruktur menggunakan kuesioner secara langsung kepada responden. Responden merupakan pengunjung, unit usaha, serta tenaga kerja lokal objek wisata Curug Cigamea. Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah persepsi responden terhadap objek wisata Curug Cigamea, pengeluaran pengunjung, pengeluaran dan pendapatan unit usaha, pengeluaran dan pendapatan tenaga kerja lokal, serta kesediaan pengunjung membayar tarif masuk optimum. Data sekunder mengenai TNGHS diperoleh dari pihak Balai TNGHS, sedangkan data sekunder mengenai objek wisata Curug Cigamea diperoleh dari Disbudpar Kabupaten Bogor. Selain itu, berbagai data pendukung diperoleh melalui skripsi terdahulu yang relevan, buku, jaringan internet, dan jurnal terkait.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode non-probability sampling yaitu metode pengambilan contoh dimana semua objek penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai


(34)

responden (Juanda 2007). Responden pengunjung dipilih dengan teknik purposive sampling, dimana pengunjung dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu keterwakilan dari aspek demografi, cara kedatangan, dan tujuan wisata. Responden pengunjung adalah responden dengan usia minimal 17 tahun agar dapat memahami pertanyaan pada kuesioner. Jumlah responden yang digunakan untuk penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin (Prasetyo dan Lina 2007) yaitu :

n= N/ (1+Ne²)... (1) Keterangan :

n = Jumlah responden N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh yang masih bisa ditolerir.

Jumlah pengunjung tahun 2012 sebesar 17 200 digunakan sebagai ukuran populasi dengan galat sebesar 10%, maka diperoleh jumlah responden pengunjung yang diambil sebanyak seratus responden.

n = N/ (1+Ne²)

= 17 200/(1+17 200 (0.1)²) = 100 responden.

Pengambilan contoh dari responden unit usaha dan tenaga kerja juga dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana unit usaha yang dipilih dapat mewakili setiap tipe dan karakteristik unit usaha. Responden untuk unit usaha dan tenaga kerja dipilih sebanyak 35 unit usaha dan 12 tenaga kerja di objek wisata Curug Cigamea.

4.4 Metode Analisis Data

Tujuan dari analisis data adalah menyederhanakan data yang dikumpulkan oleh peneliti ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Metode analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk matriks pada Tabel 4.


(35)

Tabel 4 Matriks metode analisis data

No Tujuan penelitian Sumber dan data yang dibutuhkan Metode

analisis data

1 Mengetahui persepsi wisatawan

terhadap kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung mengenai persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea

Analisis deskriptif

2 Mengestimasi besarnya nilai dan

dampak ekonomi kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung mengenai biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung

Wawancara dengan unit usaha

mengenai pendapatan dan

pengeluaran unit usaha

Wawancara dengan tenaga kerja

mengenai pendapatan dan

pengeluaran tenaga kerja

Travel Cost Method Keynesian

Multiplier

3 Mengestimasi besarnya tarif masuk

optimum kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung

mengenai besarnya WTP

pengunjung terhadap tarif masuk optimum

Willingness to Pay

4.4.1 Analisis Persepsi Pengunjung Terhadap Curug Cigamea

Persepsi pengunjung merupakan hal yang penting diketahui untuk lebih mengembangkan pengelolaan objek wisata. Persepsi dari pengunjung dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Beberapa kategori dan indikator dalam menganalisis persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea

No Kategori Indikator Keterangan

1 Keindahan Alam Baik Sedang

Pemandangan alam yang ada indah, dan menarik minat pengunjung untuk datang kembali.

Pemandangan alam yang ada biasa saja, tetapi menarik minat pengunjung untuk datang kembali.

Buruk Pemandangan alam yang tersedia biasa saja, dan

pengunjung kurang tertarik untuk kembali.

2 Kualitas udara Baik Terasa sangat segar, sangat sejuk, dan tidak berbau. Sedang

Buruk

Terasa segar, sejuk, dan tidak berbau. Kotor dan berpolusi.

3 Kualitas Air Baik Sedang Buruk

Sangat jernih, bersih, dan tidak berbau. Jernih, bersih, dan tidak berbau. Kotor, berwarna, dan berbau.

4 Kebersihan Baik Tidak terdapat sampah yang beserakan, dan semua fasilitas serta kios makanan tertata rapi.

Sedang Masih terdapat sampah yang berserakan namun

jumlahnya sedikit, dan fasilitas serta kios makanan kurang tertata rapi.

Buruk Banyak sampah yang berserakan, dan fasilitas serta


(36)

Selain persepsi pengunjung terhadap kondisi alam, persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesibilitas juga dilakukan dalam penelitian ini. Beberapa kategori dan indikator dalam menganalisis persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesibilitas di wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksebilitas di wisata Curug Cigamea

No Kategori Indikator Keterangan

1 Kondisi

fasilitas wisata

Baik Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya sangat terawat.

Sedang Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya dapat memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya tidak terawat.

Buruk Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya tidak memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya tidak terawat. Tidak

tersedia

Fasilitas wisata tersebut tidak ada, sehingga kebetuhan pengunjung tidak terpenuhi.

2 Aksesibilitas Baik Informasi mengenai lokasi wisata mudah diperoleh dan

kondisi jalan baik.

Sedang Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia dan kondisi

jalan kurang baik.

Buruk Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia dan kondisi

jalan sangat buruk.

Selain persepsi pengunjung, pengembangan objek wisata perlu memberikan perhatian khusus terhadap harapan pengunjung pada pengembangan lokasi obyek wisata. Harapan pengunjung tersebut dijadikan sebagai dasar bagi pengelola untuk meningkatkan kualitas fasilitas wisata. Identifikasi harapan pengunjung diperoleh dengan wawancara langsung pada responden pengunjung melalui kuesioner. 4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata dan Valuasi Ekonomi

Wisata

Nilai ekonomi wisata Curug Cigamea diestimasi menggunakan metode

Travel Cost Method (TCM). Menurut Fauzi (2010), nilai ekonomi kawasan wisata dapat diperoleh dengan membentuk fungsi permintaan terlebih dahulu. Fungsi permintaan diestimasi dengan pendekatan Individual Travel Cost Method (ITCM). Metode yang digunakan dalam pengelolaan data adalah metode regresi linier berganda. Adapun fungsi permintaan wisata tiap individu per tahun kunjungan adalah sebagai berikut:


(37)

Keterangan :

Y = Jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea (kali) X1 = Biaya perjalanan individu ke Curug Cigamea (Rp) X2 = Pendapatan total (Rp)

X3 = Lama pendidikan (tahun) X4 = Usia (tahun)

X5 = Lama mengetahui objek wisata (tahun)

X6 = Waktu yang dihabiskan di kawasan wisata (jam) e = error term

Hasil regresi tersebut dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea. Hipotesis yang digunakan adalah X1 (biaya perjalanan) dan X4 (usia) berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan pengunjung, sedangkan X2 (pendapatan total), X3 (lama pendidikan), X5 (lama mengetahui objek wisata), dan X6 (waktu yang dihabiskan di kawasan wisata) berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan pengunjung. Tanda positif dari suatu variabel menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai dari variabel tersebut akan meningkatkan jumlah kunjungan. Sebaliknya tanda negatif menunjukkan bahwa semakin meningkatnya nilai dari suatu variabel akan menurunkan jumlah kunjungan pengunjung.

Dalam regresi linier berganda perlu dilakukan uji parameter untuk mengetahui apakah fungsi permintaan tersebut layak atau tidak. Uji parameter tersebut antara lain adalah:

1 Uji R2

Menurut Gujarati (2007), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kecocokan dan kesesuaian dari suatu garis regresi. Secara verbal, R2 mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Besaran selang nilai R2 adalah 0 < R2 < 1. Nilai R2 sebesar 1 berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2 sebesar 0 berarti tidak ada hubungannya sama sekali antara Y dan X. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai R2 yang tinggi karena variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen.


(38)

2 Uji Statistik F

Menurut Juanda (2009), uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fhitung = Keterangan:

n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel bebas Hipotesis yang digunakan, yaitu: H0 : data dari sampel yang sama H1 : data dari sampel yang berbeda

dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut: Fhitung > Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0

Fhitung < Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0

Jika tolak H0 maka model tersebut memiliki variabel-variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

3 Uji t

Menurut Juanda (2009), uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan satu per satu berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

thitung = Keterangan:

bi = nilai koefisien regresi dugaan

Sbi = simpangan baku koefisien dugaan

d = batasan yang diharapkan Hipotesis yang digunakan, yaitu:

thitung > ttabel(α; n-k) atau Sig.< α maka tolak H0 thitung < ttabel(α; n-k) atau Sig.> α maka terima H0


(39)

Jika tolak H0 maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sedangkan jika terima H0 maka variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

4 Uji Normalitas

Menurut Gujarati (2007), uji normalitas digunakan untuk mengetahui data menyebar normal secara statistik. Model regresi linear pada uji normalitas ini harus memenuhi asumsi bahwa faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol dan dinotasikan dengan ei~ N(0, σ2).

5 Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (2007), multikolinearitas merupakan hubungan linear yang sempurna diantara variabel-variabel independen. Kolinearitas seringkali terjadi pada model yang memiliki R2 yang tinggi tetapi sedikit rasio t yang signifikan. Pendeteksian multikolinearitas pada suatu model dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Model memiliki masalah multikolinearitas jika nilai VIF lebih besar dari 10.

6 Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas berarti varians variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Model persamaan yang diperoleh dari suatu penelitian terkadang mengalami masalah heteroskedastisitas. Konsekuensi dari heteroskedastisitas salah satunya yaitu penduga OLS tidak lagi efisien (Gujarati 2007). Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat pola titik-titik pada grafik regresi, apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.

7 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian terhadap model regresi linear untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar nilai sisaan (error). Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW) (Gujarati 2007).

Biaya perjalanan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan individu pengunjung dalam satu kali perjalanan rekreasi meliputi biaya konsumsi selama


(40)

rekreasi, biaya transportasi, dan biaya dokumentasi. Biaya perjalanan dapat dirumuskan sebagai berikut:

BP = TR + DC + KR + LL... (3) Keterangan :

BP = Biaya perjalanan rata-rata (Rp per orang per hari) TR = Biaya transportasi (Rp per orang per hari)

DC = Biaya dokumentasi (Rp)

KR = Biaya konsumsi selama rekreasi (Rp per orang per hari) LL = Biaya lain-lain (Rp)

Koefisien variabel biaya perjalanan diperoleh dari hasil regresi antara variabel jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea dengan variabel biaya perjalanan. Analisis regresi diformulasikan sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1... (4) Keterangan:

Y = Jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea satu tahun terakhir (kali) X1 = Biaya perjalanan individu (Rp)

Nilai surplus konsumen digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dari wisata Curug Cigamea. Surplus konsumen diukur melalui formula sebagai berikut (Fauzi 2010):

SK =

... (5) Keterangan:

SK = Surplus konsumen (Rp per orang)

N = Jumlah kali kunjungan yang dilakukan oleh individu i (kali) b1 = Koefisien dari variabel biaya perjalanan

Nilai ekonomi wisata dari kawasan wisata Curug Cigamea merupakan total surplus konsumen pengunjung dalam suatu periode waktu. Nilai ekonomi wisata Curug Cigamea diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:

NE = SK x TP... (6) Keterangan:

NE = Nilai ekonomi kawasan wisata dalam satu tahun (Rp)


(41)

TP = Total jumlah pengunjung dalam satu tahun (orang)

4.4.3 Analisis Dampak Ekonomi Kawasan Wisata Curug Cigamea

Pengeluaran pengunjung di lokasi wisata mengakibatkan timbulnya

multiplier effect pada perekonomian daerah tujuan wisata. Pengeluaran pengunjung tersebut akan menjadi penerimaan bagi unit usaha lokal, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Informasi yang didapat dari unit usaha, pengelola, dan pengunjung digunakan untuk memperoleh dampak langsung (direct effect), dampak tidak langsung (indirect effect), dan dampak lanjutan (induced effect).

Menurut Marine Ecoutourism for Atlantic Area (META 2001), mengukur dampak ekonomi pariwisata terhadap perekonomian masyarakat lokal terdapat dua tipe pengganda, yaitu:

1 Keynesian Local Income Multiplier merupakan nilai yang menunjukkan berapa besar pengaruh dari pengeluaran pengunjung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

2 Ratio Income Multiplier merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran pengunjung berdampak terhadap perekonomian lokal. Metode ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Secara matematis dapat dirumuskan:

Keynesian Income Multiplier = ... (7)

Ratio Income Multiplier, Tipe I = ... (8)

Ratio Income Multiplier, Tipe II = ... (9) Keterangan:

E = Tambahan pengeluaran pengunjung (Rp)

D = Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp) N = Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp) U = Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp)


(42)

4.4.4 Estimasi Tarif Optimum Masuk Objek Wisata Curug Cigamea

Tarif masuk lokasi wisata tidak selalu sama dengan harga yang sebenarnya mampu dibayarkan oleh para pengunjung untuk memperoleh kepuasan dari wisata tersebut. Tarif masuk sesuai keinginan pengunjung dapat diestimasi melalui pendekatan WTP pengunjung terhadap besar tarif masuk lokasi wisata. Langkah pertama yang dilakukan untuk memperoleh nilai WTP adalah membuat pasar hipotetik berdasar skenario sebagai berikut:

“Curug Cigamea merupakan salah satu wisata alam yang terdapat di TNGHS yang ramai dikunjungi oleh pengunjung. Keindahan air terjun dan udara yang masih sejuk merupakan daya tarik utama yang ditawarkan bagi para wisatawan. Oleh karena itu, pelestarian sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) di lokasi wisata tersebut perlu dilakukan agar keindahan alam di Curug Cigamea tetap terjaga. Upaya pelestarian SDAL dan pengembangan fasilitas di lokasi wisata Curug Cigamea membutuhkan dana yang cukup besar. Peningkatan tarif masuk lokasi wisata dapat membantu pendanaan pengembangan dan pelestarian ekosistem di objek wisata Curug Cigamea. Dana tersebut dapat digunakan pengelola untuk melakukan kegiatan pelestarian alam seperti penanaman pohon dan juga dapat digunakan untuk perbaikan fasilitas wisata yang sudah rusak.”

Langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai dari penawaran. Nilai penawaran tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara yang bertujuan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari pengunjung menggunakan teknik open ended question. Langkah terakhir adalah memperkirakan nilai rataan WTP menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan total nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Nilai rataan WTP diestimasi menggunakan rumus (Hanley dan Spash 1993):

EWTP =

∑ ... (10) Keterangan:

EWTP = Nilai rataan WTP (Rp) Wi = Nilai WTP ke-i (Rp)


(43)

n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia membayar tarif masuk lokasi wisata (i= 1,2,…,n)

Hasil estimasi rataan WTP tersebut digunakan untuk mengestimasi besarnya tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum tersebut digunakan untuk mengestimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola saat menggunakan tarif masuk optimum. Estimasi jumlah pengunjug diperoleh dari presentase jumlah pengunjung yang bersedia membayar harga lebih dari tiket awal dikalikan dengan populasi kunjungan wisata tersebut. Estimasi penerimaan pengelola diestimasi dengan mengalikan jumlah kunjungan saat tarif optimum dikalikan dengan besarnya tiket masuk optimum. Estimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola saat tarif masuk optimum dapat dihitung sesuai Tabel 7. Tabel 7 Estimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola dari harga tiket

Harga tiket (Rp) (a)

Jumlah kunjungan per tahun (orang) (b)

Estimasi penerimaan pengelola Rp) (c= a x b)

T0 JK0 P0

T1 JK1 P1

Keterangan:

T0 = Tarif awal T1 = Tarif optimum

JK0 = Jumlah kunjungan saat tarif awal JK1 = Jumlah kunjungan saat tarif optimum P0 = Penerimaan saat tarif awal


(44)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea

Curug Cigamea terletak di kawasan Gunung Salak Endah (GSE) di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan. Pada awalnya, pengelolaan kawasan wisata Curug Cigamea dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor. Sejak tahun 2003, kawasan GSE menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003. Berdasarkan hasil tersebut maka semua pengelolaan wisata di kawasan GSE dikelola oleh pihak taman nasional, namun untuk sementara wisata Curug Cigamea masih dikelola oleh masyarakat sekitar.

Curug Cigamea berasal dari mata air Gunung Salak dan mengalir ke Sungai Cigamea. Kondisi air pada Curug Cigamea tergantung pada intensitas air dari hulu Sungai Cigamea. Curug Cigamea terdiri dari dua air terjun utama. Air terjun pertama yang dijumpai dari pintu masuk memiliki tebing curam menyerupai dinding dan didominasi bebatuan hitam. Kolam limpahan air yang berada dibawahnya tidak terlalu dalam dan luas sehingga tidak dapat digunakan untuk berenang. Air terjun kedua memiliki ketinggian sekitar 50 meter dengan tumpahan air yang cukup deras dibandingkan air terjun yang pertama. Kolam limpahan air yang ada di bawah air terjun kedua ini cukup luas dan dalam sehingga dapat digunakan untuk berenang (Lampiran 14).

Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata di GSE yang jumlah pengunjungnya banyak. Hal ini disebabkan oleh keindahan alam dan akses yang mudah dicapai dengan hanya menelusuri jalan setapak sekitar 300 meter. Harga tiket masuk Curug Cigamea adalah Rp 5 000 per orang. Curug Cigamea juga menyediakan lahan parkir yang cukup luas dengan harga tiket parkir Rp 3 000 per motor dan Rp 10 000 per mobil. Pengunjung yang datang umumnya menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau motor karena jarang ditemukan kendaraan umum menuju lokasi. Objek wisata ini lebih ramai dikunjungi saat akhir pekan atau libur nasional terutama saat libur lebaran dan tahun baru.


(45)

5.2 Karaktersitik Responden Pengunjung Curug Cigamea

Karakteristik responden pengunjung dibedakan berdasarkan faktor sosial ekonomi dan faktor berwisata. Faktor sosial ekonomi (demografi) terdiri dari jenis kelamin, umur, asal daerah, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Karateristik responden pegunjung berdasarkan faktor berwisata terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, cara kedatangan, dan jenis kendaraan.

5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Responden Pengunjung

Pengunjung yang datang ke objek wisata Curug Cigamea berasal dari berbagai kota yaitu Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar responden pengunjung (67.0%) berasal dari luar Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa Curug Cigamea memiliki daya tarik tersendiri sehingga banyak responden pengunjung yang berasal dari luar Bogor. Apabila dilihat secara spesifikasi asal kotanya, Bogor merupakan daerah asal responden pengunjung terbesar dengan proporsi sebesar 33.0%. Rata-rata umur responden pengunjung berkisar 21 sampai dengan 30 tahun dengan proporsi sebesar 55.0% dan umur dibawah 20 tahun dengan proporsi sebesar 21.0%. Hal ini dipengaruhi kondisi lokasi wisata yang harus ditempuh dengan berjalan kaki beberapa ratus meter, sehingga diperlukan kondisi fisik prima yang umumnya dimiliki oleh pengunjung yang usianya masih muda.

Sebagian besar responden pengunjung adalah karyawan swasta dengan proporsi sebesar 41.0% dengan tingkat pendapatan responden berkisar antara Rp 1 500 001 sampai dengan Rp 2 500 000. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bahwa sebagian besar pendapatan responden pengunjung sama dengan rata-rata UMR daerah sekitar Jakarta dan Bogor, yaitu sebesar Rp 2 200 000. Tingkat pendidikan sebagian besar responden pengunjung adalah SMA dengan proporsi sebesar 75.0%. Hal ini disebabkan pada umumnya responden pengunjung memiliki pendidikan terakhir SMA. Data mengenai karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) dapat dilihat pada Tabel 8.


(46)

Tabel 8 Karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Proporsi (%)

1 Jenis kelamin

Laki-laki 62.0 62.0

Perempuan 38.0 38.0

Jumlah 100.0 100.0

2 Umur (Tahun)

17-20 21.0 21.0

21-30 55.0 55.0

31- 40 16.0 16.0

> 40 8.0 8.0

Jumlah 100.0 100.0

3 Asal daerah (umum)

Bogor 33.0 33.0

Luar Bogor 67.0 67.0

- Depok 18.0 18.0

- Jakarta 27.0 27.0

- Tangerang 21.0 21.0

- Bekasi 1.0 1.0

Jumlah 100.0 100.0

4 Pendidikan terakhir

SMP 7.0 7.0

SMA 75.0 75.0

Perguruan tinggi 18.0 18.0

Jumlah 100.0 100.0

5 Pekerjaan pokok

PNS 1.0 1.0

Karyawan swasta 41.0 41.0

Pelajar/mahasiswa 16.0 16.0

Wiraswasta 13.0 13.0

Buruh 1.0 1.0

Guru 7.0 7.0

Lainnya 21.0 21.0

Jumlah 100.0 100.0

6 Tingkat pendapatan (Rupiah per bulan)

< 500 000 8 8

500 001 – 1.500 000 20 20

1 500 001 – 2.500 000 33 33

2 500 001 – 3.500 000 15 15

3 500 001 – 4.500 000 8 8

> 4 500 000 16 16

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

5.2.2 Karakteristik Faktor Responden Pengunjung dalam Berwisata

Karakteristik berwisata responden pengunjung di Curug Cigamea dapat diidentifikasi berdasarkan frekuensi kunjungan pengunjung selama satu tahun terakhir, motivasi wisata, agenda kedatangan, dan jenis kendaraan yang digunakan oleh responden pengunjung. Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata ke Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 9.


(47)

Tabel 9 Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Frekuensi kunjungan (kali/tahun)

1 – 2 77.0 77.0

3 – 4 20.0 20.0

> 4 3.0 3.0

Jumlah 100.0 100.0

2 Motivasi wisata

Rekreasi 100.0 100.0

Penelitian 0.0 0.0

Bekerja 0.0 0.0

Jumlah 100.0 100.0

3 Agenda kedatangan

Keinginan sendiri 62.0 62.0

Acara keluarga 24.0 24.0

Acara kantor 9.0 9.0

Acara sekolah 5.0 5.0

Jumlah 100.0 100.0

4 Jenis kendaraan

Kendaraan pribadi 93.0 93.0

Kendaraan sewa 7.0 7.0

Jumlah 100.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Tabel 9 memperlihatkan sebagian besar pengunjung melakukan kunjungan sebanyak satu sampai dengan dua kali per tahun dengan proporsi sebesar 77.0%. Semua responden pengunjung mengatakan tujuan mereka datang ke objek wisata Curug Cigamea adalah rekreasi. Hal ini menunjukkan, bahwa Curug Cigamea merupakan wisata alam yang menarik bagi para pengunjung yang memiliki tujuan utama untuk melakukan rekreasi. Menurut jenis kendaraan yang digunakan, sebagian besar responden menggunakan kendaraan pribadi berupa motor atau mobil karena jarang ditemukan angkutan umum yang langsung sampai ke lokasi.

5.3 Karakteristik Unit Usaha di Objek Wisata Curug Cigamea

Pengembangan wisata di objek wisata Curug Cigamea membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk memanfaatkan aktivitas wisata. Hal ini dilihat dari banyaknya jumlah unit usaha yang didirikan oleh masyarakat di objek wisata Curug Cigamea. Sebanyak 60.0% unit usaha didirikan oleh masyarakat asli, sedangkan sisanya adalah bukan masyarakat asli. Sebagian besar jenis usaha yang didirikan di objek wisata Curug Cigamea adalah kios makanan dengan proporsi sebesar 65.7% dari 35 total unit usaha. Hal ini terjadi karena, pada umumnya pengunjung akan lebih tertarik untuk membelajakan uangnya di kios makanan.


(48)

Proporsi terbesar lama mendirikan unit usaha adalah 4 sampai 6 tahun. Hal ini menunjukkan banyak unit usaha yang sudah lama mendirikan usahanya di sekitar lokasi wisata. Rata-rata lama membuka unit usaha setiap minggunya adalah tujuh hari. Hal ini disebabkan jumlah pengunjung yang tetap ada meskipun hari kerja. Unit usaha paling ramai dikunjungi oleh pengunjung saat libur lebaran dan tahun baru karena jumlah pengunjung yang datang ke Curug Cigamea lebih banyak. Karakteristik unit usaha dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik unit usaha di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (unit) Proporsi (%)

1 Pendiri unit usaha

Masyarakat asli 21.0 60.0

Bukan masyarakat asli (pendatang) 14.0 40.0

Jumlah 35.0 100.0

2 Lama mendirikan unit usaha

1-3 tahun 10.0 28.6

4-6 tahun 13.0 37.1

7-9 tahun 4.0 11.4

> 9 tahun 8.0 22.9

Jumlah 35.0 100.0

3 Jenis unit usaha

Kios makanan 24.0 65.7

Kios makanan dan toilet 1.0 2.9

Cir eng 1.0 2.9

Cenderamata 3.0 5.7

Toilet umum 2.0 5.7

Foto keliling 3.0 8.6

Fish spa 1.0 2.9

Jumlah 35.0 100.0

4 Waktu Membuka Unit Usaha (per minggu)

2 hari 13.0 37.1

7 hari 22.0 62.9

Jumlah 35.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

5.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal di Objek Wisata Curug Cigamea

Keberadaan wisata Curug Cigamea memberi peluang bagi masyarakat untuk bekerja di sektor wisata. Sebagian besar tenaga kerja di objek wisata Curug Cigamea merupakan penduduk asli dengan proporsi sebesar 83.3% dari 12 responden tenaga kerja. Sisanya sebanyak 16.7% tenaga kerja di objek wisata ini merupakan penduduk pendatang. Data mengenai karakteristik tenaga kerja lokal di objek wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 11.


(49)

Tabel 11 Karakteristik tenaga kerja lokal di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Proporsi (%)

1 Status kependudukan

Masyarakat asli 10.0 83.3

Bukan masyarakat asli 2.0 16.7

Jumlah 12.0 100.0

2 Status pekerjaan di bidang pariwisata

Pekerjaan utama 12.0 100.0

Pekerjaan sampingan 0.0 0.0

Jumlah 12.0 100.0

3 Jenis pekerjaan

Penjaga fish spa 1.0 8.3

Karyawan jagung bakar 1.0 8.3

Karyawan penjual cireng Juru parkir Penjaga tiket Safety guard 1.0 2.0 5.0 2.0 18.3 16.7 41.7 16.7

Jumlah 12.0 100.0

4 Lama bekerja

1 tahun 7.0 58.3

2 tahun 2.0 16.7

> 2 tahun 3.0 25.0

Jumlah 12.0 100.0

5 Tingkat pendapatan

< 1 000 000 4.0 33.3

1 000 001 – 2 000 000 3.0 25.0

2 000 001 – 3 000 000 2.0 16.7

> 3 000 000 3.0 25.0

Jumlah 12.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Tabel 11 memperlihatkan, semua responden menyatakan bahwa pekerjaan di objek wisata Curug Cigamea merupakan pekerjaan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa, keberadaan Curug Cigamea memberikan dampak positif yaitu berupa penyerapan tenaga kerja lokal untuk bekerja di objek wisata tersebut. Tingkat pendapatan setiap tenaga kerja lokal berbeda-beda sesuai dengan jenis

pekerjaan masing-masing tenaga kerja. Tingkat pendapatan kurang dari Rp 1 000 000 memiliki proporsi nilai lebih tinggi dibandingkan tingkat

pendapatan lainnya, yaitu sebesar 33.3%. Lama bekerja responden tenaga kerja paling besar baru satu tahun dengan proporsi sebesar 58.3%. Hal ini karena, sebagian penjaga tiket dan safety guard baru bekerja di wisata Curug Cigamea sekitar satu tahun terakhir semenjak dikelola oleh masyarakat. Pada saat dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Bogor, pengelola hanya mempekerjakan beberapa orang saja sebagai penjaga tiket dan safety guard.


(50)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden Pengunjung terhadap Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui guna pengembangan kawasan wisata tersebut. Persepsi pengunjung dapat dijadikan sebagai informasi dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam melakukan pengelolaan wisata yang diinginkan oleh pengunjung, tanpa merusak sumber daya alam di TNGHS. Persepsi pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea dibedakan menjadi persepsi terhadap kondisi alam, fasilitas wisata, dan harapan pengunjung terhadap pengembangan objek wisata.

6.1.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kondisi Alam di Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui untuk melihat dampak keberadaan wisata terhadap kondisi alam di TNGHS sampai saat ini. Tabel 12 menyajikan persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata Curug Cigamea. Tabel 12 Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata

Curug Cigamea tahun 2013

Keterangan Proporsi (%)

Baik Sedang Buruk Total

Panorama alam 92.0 8.0 0.0 100.0

Kualitas udara 95.0 4.0 1.0 100.0

Kualitas air 95.0 3.0 2.0 100.0

Kebersihan 30.0 40.0 30.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Rata-rata responden pengunjung (> 80.0%) memberi penilaian baik terhadap keindahan alam, kondisi kualitas udara dan kualitas air di objek wisata Curug Cigamea. Hal ini menunjukan bahwa, sumber daya alam di objek wisata Curug Cigamea saat ini belum mengalami kerusakan. Proporsi penilaian sedang dan buruk responden pengunjung terhadap kebersihan di objek wisata Curug Cigamea adalah 40% dan 30%. Hal ini disebabkan masih banyak sampah berserakan di lokasi wisata. Sampah yang berserakan tersebut, jika dibiarkan terus menerus dapat merusak lingkungan dan keberlanjutan objek wisata Curug Cigamea. Oleh karena itu, harus adanya upaya dari setiap pihak yang terlibat dalam pengelolahan


(51)

wisata untuk tetap menjaga kebersihan sebagai penunjang dari keberlanjutan wisata Curug Cigamea.

6.1.2 Persepsi Pengunjung terhadap Fasilitas di Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas di objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui agar dalam pengembangan wisata Curug Cigamea ketersediaan fasilitas dapat sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Pembangunan fasilitas wisata tersebut tetap harus memperhatikan kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Tabel 13 menyajikan persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas dan aksesbilitas di objek wisata Curug Cigamea.

Tabel 13 Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas dan aksebilitas di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Kategori

Proporsi (%)

Baik Sedang Buruk Tidak Tersedia/

Tidak Tahu

Total - Fasilitas Umum

Telekomunikasi (sinyal handphone)

24.0 31.0 45.0 0.0 100.0

Tempat sampah 18.0 31.0 51.0 0.0 100.0

Tempat ibadah 21.0 62.0 11.0 6.0 100.0

Tempat duduk 20.0 50.0 30.0 0.0 100.0

Shelter/pos 43.0 50.0 7.0 0.0 100.0

Papan informasi 18.0 30.0 48.0 4.0 100.0

- Fasilitas Berbayar

Kios makanan dan minuman 59.0 37.0 4.0 0.0 100.0

Toilet 24.0 58.0 18.0 0.0 100.0

Tempat parker 41.0 44.0 15.0 0.0 100.0

Penginapan 2.0 0.0 0.0 98.0 100.0

Toko cendramata 10.0 74.0 11.0 5.0 100.0

Penyewaan peralatan/jasa 8.0 26.0 6.0 60.0 100.0

Papan informasi 18.0 30.0 48.0 4.0 100.0

- Aksesibilitas 48.0 37.0 15.0 0.0 100.0

Rata-rata 26.0 40.7 20.0 13.3 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Secara umum kondisi fasilitas wisata di objek wisata Curug Cigamea dinilai sedang oleh responden pengunjung dengan proporsi sebesar 40.7%. Jika dilihat pada masing-masing fasilitas hanya penginapan, penyewaan peralatan/jasa, dan papan informasi yang dinilai tidak tersedia/tidak tahu oleh sebagian responden pengunjung. Sebanyak 98% responden pengunjung tidak mengetahui kondisi


(1)

62

Lampiran 10 Rata-rata pengeluaran unit usaha (dalam rupiah)

Keterangan Res I (a) C1 (b) C2 (c) C3 (d) C4 (e) C5 (f) C6 (g)

Total pengeluaran (j) (j=b+c+d+e+f+g)

Pendapatan (k) (k=a-j)

Kios Makanan 1 3 400 000 0 1 060 000 0 0 0 0 1 060 000 2 340 000

2 3 400 000 0 1 480 000 0 0 0 0 1 480 000 1 920 000

3 4 400 000 0 1 480 000 0 20 000 0 0 1 500 000 2 900 000

4 2 600 000 0 560 000 0 0 0 0 560 000 2 040 000

5 3 400 000 0 1 080 000 0 60 000 0 0 1 140 000 2 260 000

6 4 400 000 0 1 280 000 0 50 000 0 0 1 330 000 3 070 000

7 2 400 000 0 1 060 000 0 100 000 0 0 1 160 000 1 240 000

8 2 000 000 0 1 040 000 0 50 000 0 0 1 090 000 910 000

9 2 400 000 0 400 000 0 0 0 0 400 000 2 000 000

10 3 000 000 0 1 040 000 0 30 000 150 000 0 1 220 000 1 780 000 11 3 400 000 0 1 240 000 0 10 000 150 000 0 1 400 000 2 000 000

12 3 200 000 0 1 200 000 0 0 20 000 0 1 220 000 1 980 000

13 2 400 000 0 840 000 0 10 000 70 000 0 920 000 1 480 000

14 3 400 000 0 1 280 000 0 25 000 70 000 0 1 375 000 2 025 000

15 1 800 000 0 580 000 0 30 000 0 0 610 000 1 190 000

16 1 400 000 0 560 000 0 30 000 0 0 590 000 810 000

17 1 400 000 0 520 000 0 50 000 0 0 570 000 830 000

18 2 400 000 0 1 020 000 0 0 0 0 1 020 000 1 380 000

19 1 400 000 0 440 000 0 0 0 0 440 000 960 000

20 2 000 000 0 420 000 0 0 150 000 0 570 000 1 430 000

21 1 600 000 0 580 000 0 80 000 0 0 660 000 940 000

22 1 800 000 0 680 000 0 50 000 0 0 730 000 1 070 000

23 1 800 000 0 440 000 0 80 000 0 0 520 000 1 280 000

24 5 000 000 0 1 600 000 0 80 000 240 000 0 1 920 000 3 080 000 Jumlah 24 64 400 000 0 21 880 000 0 755 000 850 000 0 23 485 000 40 915 000 Rata-rata 2 683 333 0 911 667 0 31 458 35 417 0 978 541.6667 1 704 792 Foto keliling 25

26 27

4 600 000 3 600 000 2 600 000

0 0 0

1 000 000 1 000 000 1 000 000

0 0 0 0 0 0 240 000 240 000 240 000 0 0 0

1 240 000 1 240 000 1 240 000

3 360 000 2 360 000 1 560 000

6


(2)

Keterangan Res I (a) C1 (b) C2 © C3 (d) C4 (e) C5 (f) C6 (g)

Total pengeluaran (j) (j=b+c+d+e+f+g+h+i)

Pendapatan (k) (k=a-j)

Jumlah 3 11 000 000 0 3 000 000 0 0 720 000 0 3 720 000 7 280 000

Rata-rata 3 666 667 0 1 000 000 0 0 240 000 0 1 240 000 2 426 667

Toilet 28 29

1 400 000 3 600 000

0 320000 0 0 30 000 50 000 0 0 0 0 0 0 30 000 370 000

1 370 000 3 230 000

Jumlah 2 5 000 000 320000 0 80 000 0 0 0 400 000 4 600 000

Rata-rata 2 500 000 160000 0 40 000 0 0 0 200 000 2 300 000

Cenderamata 30 31 32 280 000 340 000 240000 0 0 0 300 000 1 000 000 1 500 000

0 0 0 0 100 000 0 72 000 100 000 0 0 0 0 372 000 1 200 000 1 500 000

2 428 000 2 200 000 900 000

Jumlah 3 8 600 000 0 2 800 000 0 100 000 172 000 0 3 072 000 5 528 000

Rata-rata 3 100 000 0 933 333 0 33 333 57 333 0 1 024 000 2076 000

Warung dan toilet 33 4 800 000 0 1 220 000 50 000 40 000 0 0 1 310 000 3 490 000

Jumlah 1 4 800 000 0 1 220 000 50 000 40 000 0 0 1 310 000 3 490 000

Rata-rata 4 800 000 0 1 220 000 50 000 40 000 0 0 1 310 000 3 490 000

Fish spa 34 3 000 000 800000 100 000 30 000 0 30 000 0 960 000 2 040 000

Jumlah 1 3 000 000 800000 100 000 30 000 0 30 000 0 960 000 2 040 000

Rata-rata 3 000 000 800000 100 000 30 000 0 30 000 0 960 000 2 040 000

Gorengan cireng 35 1 500 000 500000 540 000 0 0 0 0 1 040 000 460 000

Jumlah 1 1 500 000 500000 540 000 0 0 0 0 1 040 000 460 000

Rata-rata 1 500 000 500000 540 000 0 0 0 0 1 040 000 460 000

Keterangan:

I : Penerimaan C1 : Upah karyawan C2 : Pembelian Bahan baku C3 : Pemeliharaan alat C4 : Listrik

C5 : Transportasi lokal C6 : Pajak


(3)

64

Lampiran 11 Rata-rata pendapatan tenaga kerja perbulan (dalam rupiah)

Pekerjaan Pendapatan Perbulan Rata-rata Pendapatan

Safety Guard 1 500 000

Safety Guard 1 500 000 1 500 000

Penjaga Tiket 1 500 000

Penjaga Tiket 1 500 000

Penjaga Tiket 1 000 000

Penjaga Tiket 800 000

Penjaga Tiket 1 200 000 1 200 000

Parkir 1 100 000

Parkir 800 000 950 000

Unit Usaha Cireng 500 000 500 000

Unit Usaha FISH SPA 800 000 800 000

Unit Usaha Toilet 320 000 320 000

Lampiran 12 Pengeluaran Tenaga kerja

Tenaga Kerja

Biaya Pangan/Bulan

(a)

Biaya Transportasi/B

ulan (b)

Biaya Sekolah

Anak/Bulan (c) Total

Safety Guard 300 000 0 0 300 000

Safety Guard 1 500 000 150 000 1 200 000 2 850 000 Rata-rata 900 000 75 000 600 000 1 575 000

Proporsi 0.5714 0.0476 0.3810 1

Penjaga Tiket 1 500 000 105 000 450 000 2 055 000 Penjaga Tiket 300 000 75 000 150 000 525 000 Penjaga Tiket 1 500 000 105 000 450 000 2 055 000 Penjaga Tiket 1 500 000 105 000 900 000 2 505 000

Penjaga Tiket 900 000 0 1 050 000 1 950 000

Rata-rata 1 140 000 78 000 600 000 1 818 000

Proporsi 0.6271 0.0429 0.3 300 1

Parkir 600 000 105 000 750 000 1 455 000

Parkir 900 000 0 600 000 1 500 000

Rata-rata 750 000 52 500 675 000 1 477 500

Proporsi 0.5076 0.0355 0.4 569 1

Toilet 300 000 0 150 000 450 000

Rata-rata 300 000 0 150 000 450 000

Proporsi 0.6667 0 0.3333 1

Unit Usaha Fish Spa 750 000 450 000 150 000 1 350 000 Rata-rata 750 000 450 000 150 000 1 350 000

Proporsi 0.5556 0.3333 0.1111 1

Unit Usaha Cireng 300 000 80 000 150 000 530 000

Rata-rata 300 000 80 000 150 000 530 000

Proporsi 0.5660 0.1509 0.2830 1

Keterangan :

a

:

Biaya pangan/bulan

b

:

Biaya transportasi/bulan


(4)

Lampiran 13 Perhitungan efek pengganda

E

= Rp 55 449 410

D

= Rp 92 337 095

N

= Rp 44 052 170

U

= Rp 24 797 000

Keynesian Income Multiplier

=

= 2

.9

Ratio Income Multiplier Tipe I

=

=

1.5

Ratio Income Multiplier Tipe II

=


(5)

66

Lampiran 14

Gambar air terjun yang pertama

dijumpai dari gerbang utama

Lampiran

Gambar air terjun yang kedua

dijumpai dari gerbang utama


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Poncowarno, Lampung Tengah

pada tanggal 29 Juli 1991 dari Ayah Elyas Sinaga dan

Ibu Maria Turnip. Penulis adalah putra kelima dari enam

bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari Sekolah

Menengah Atas Negeri (SMAN) Kalirejo dan pada tahun

2009 penulis diterima melalui Undangan Seleksi Masuk

IPB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif dalam kegiatan keaagamaan

dan kemahasiswaan yaitu Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada tahun

2009-2012, serta anggota dari Himpunan Profesi REESA, Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan. Penulis juga pernah meraih penghargaan dalam

kegiatan pertandingan olahraga yaitu Juara I Tim Voli Putra Greenstation ESL tahun

2012. Penulis ikut aktif dalam kegiatan kepanitiaan REESA.