Hasil Penilaian Konsekuensi Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian Influenza ke Indonesia Melalui Importasi Anak Ayam Bibit Asal Belanda

24 telur nasional, karena pola peternakan petelur komersil yang memiliki waktu lebih lama dibandingkan pola peternakan broiler, sehingga efek kekurangan pasokan telur akan berlangsung lebih lama. Untuk mengatasi hal ini pemerintah kemungkinan harus membuka kebijakan impor PS, mengeluarkan biaya pengendalian dan pemberantasan serta surveilans dan pemantauan yang tinggi sehingga dampak akan bersifat sangat signifikan secara nasional. Pengaruh terhadap lingkungan bersifat signifikan di tingkat provinsi namun kurang signifikan di tingkat nasional karena tidak terjadi penurunan pariwisata. Rasa resah, khawatir dan rasa takut hanya terjadi di wilayah lokasi GPS berada hingga tingkat provinsi. Hasil penilaian konsekuensi secara keseluruhan didapatkan dengan menggunakan Tabel 6 yaitu ekstrim.

4.7 Hasil Estimasi Risiko

Tahap terakhir dari proses penilaian risiko ialah estimasi risiko. Hasil estimasi risiko dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil estimasi risiko menunjukkan bahwa risiko pemasukan virus AI ke Indonesia melalui anak ayam bibit asal Belanda adalah rendah dengan ketidakpastian sedang. Tabel 16 Hasil estimasi risiko pemasukan virus AI melalui anak ayam bibit asal Belanda Likelihood Penilaian Pelepasan Likelihood Penilaian Pendedahan Likelihood Pelepasan x Pendedahan Hasil Penilaian Konsekuensi Hasil Estimasi Risiko Amat sangat rendah Sangat rendah Amat sangat rendah Ekstrim Rendah

4.8 Manajemen Risiko

Likelihood pada tiap tahapan dapat diturunkan dengan melakukan suatu manajemen risiko. Manajemen risiko yang dapat dilakukan pada penilaian pelepasan antara lain pada tahapan karantina Indonesia L6 dengan melakukan pemeriksaan terhadap AI subtipe H7 atau pemeriksaan secara serologis pada saat kedatangan sehingga akan terdeteksi saat masa karantina. Lokasi IKH sebaiknya berada di area bandara dan tidak satu area dengan peternakan. Selain itu, dapat juga dilakukan manajemen risiko terhadap tahapan hatchery Belanda atau karantina Belanda L4 atau L5 dengan menambahkan point health requirement bagi negara Belanda berupa pemeriksaan AI terhadap anak ayam bibit yang akan diberangkatkan. Manajemen risiko yang dapat dilakukan pada penilaian pendedahan antara lain pada tahapan GPS farm L1 sebaiknya ada regulasi mengenai ayam afkir hidup yang dikeluarkan, serta perlakuan terhadap pupuk manure dengan menggunakan desinfektan sebelum pupuk dijual agar tidak terjadi kontaminasi virus AI ke hewan rentan, manusia dan lingkungan. 25 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penilaian risiko keseluruhan secara kualitatif terhadap pemasukan virus AI ke Indonesia melalui importasi anak ayam bibit asal Belanda dinilai rendah dengan uncertainty sedang, sehingga perlu dilakukan manajemen risiko pada tahapan alur tapak risiko untuk mengurangi risiko.

5.2 Saran

Pemeriksaan laboratorium yang lebih luas terhadap AI subtipe H7 di karantina Indonesia diperlukan untuk menurunkan likelihood penilaian pelepasan. Penambahan point health requirement bagi Belanda berupa pemeriksaan AI terhadap anak ayam bibit yang akan diberangkatkan sebaiknya dilakukan dan sebaiknya health requirement dibedakan untuk tiap negara berdasarkan status penyakit negara tersebut. Lokasi IKH sebaiknya berada di area bandara dan tidak satu area dengan peternakan untuk menurunkan likelihood penilaian pendedahan. Harus ada regulasi khusus terutama untuk ayam afkir dari GPS farm pada umur enam minggu, serta perlakuan terhadap pupuk dengan menggunakan desinfektan sebelum pupuk dijual agar tidak terjadi kontaminasi virus AI ke lingkungan. Kunjungan langsung site visit peternakan pure line dan hatchery di Belanda untuk mendapatkan informasi dan melengkapi data sebaiknya dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian. Penelitian lanjutan berupa penilaian risiko secara kuantitatif disertai dengan penilaian knowledge, attitude dan practice KAP terhadap tiap tahapan alur tapak risiko sebaiknya dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Ayaz M, Sajid M, Khan S, Qureshi MS, Rehman A, Khwaja N, Rafiq M, Maqbool M. 2010. Prevalence of avian influenza and its economic impact on poultry population of Hazara region Pakistan. Sarhad J Agric. 264:629-633. [BA] Biosecurity Australia. 2001. Guidelines for Import Risk Analysis. Canberra AUS: Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. Basuno E. 2008. Review dampak wabah dan kebijakan pengendalian avian influenza di Indonesia. J Anal Kebijakan Pert. 64:314-334. Copper DF, Beckett SD. 2005. Broadleaf Review of Methodology for Consequences Assessment. Canberra AUS: Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. Desvaux S, Marx N, Ong S, Gaidet N, Hunt M, Manuguerra JC, Sorn S, Peiris M, Werf SV, Reynes JM. 2009. Highly pathogenic avian influenza virus H5N1 outbreak in captive wild birds and cats, Cambodia. Emerg Infect Dis. 153:475-478. 26 [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2014. Perkembangan Kasus Avian Influenza AI pada Unggas. Jakarta ID: Dirjennak. [EFSA] European Food Safety Authority. 2006. Scientific report on migratory birds and their possible role in the spread of highly pathogenic avian influenza. EFSA J. 357:1-46. [EFSA] European Food Safety Authority. 2014. Scientific report of EFSA highly pathogenic avian influenza A subtype H5N8. EFSA J. 123941:1-32. [GN] Government of Netherlands. 2014a. Agricutural Exports Reach Record Levels. [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 4]. http:www.government.nlnews20140117agricultural-exports-reach-reco rd-levels.html [GN] Government of Netherlands. 2014b. Serious Form of Bird Flu in Hekendorp, the Netherlands. [Internet]. [Diunduh 2014 November 18]. [dokuments- and-publicationparliamentary-documents20141117letter-to-the- parliame nt-about- avian-influenze-in-hekendorp.html]. Harder TC, Werner O. 2006. Avian Influenza. Di dalam: Bernd SK, Hoffmann C, Preisser W, editor. Influenza Report. Paris FR: Flying. Hewajuli DA, Dharmayanti NLPI. 2008. Karakterisasi dan identifikasi virus avian infuenza AI. Wartazoa. 182:86-100. Horimoto T, Kawaoka Y. 2001. Pandemic threat posed by avian influenza A viruses. J Clin Microbiol Rev. 14:129-149. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2008. Flu Burung. Jakarta ID: Kemenkes. [Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2013. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026Kpts.OT.14032013 Tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis. Jakarta ID: Kementan. Noroozian H, Marandi MV, Razazian M. 2007. Detection of avian influenza virus of H9 subtype in the faeces of eperimentally and naturally infected chickens by reverse transcriptase-polymerase chain reaction. Acta Vet Brno. 76:405-413. [OIE] Office International des Epizooties. 2004. Handbook on Import Risk Analysis for Animal and Animal Products. Paris FR: World Organization for Animal Health. [OIE] Office International des Epizooties. 2013. Terrestrial Animal Health Code – Avian Influenza. Paris FR: World Organization for Animal Health. [OIE] Office International des Epizooties. 2014. Animal Health Information. Paris FR: World Organization for Animal Health. Perez DR, Nazarian SH, McFadden G, Gillmore MS. 2005. Biodefense: Principles and Pathogens. Di dalam: Bronze MS, Greenfield RA, editor. Bab 21 “Miscellaneous Threats: Highly Pathogenic Avian Influenza, and Novel Bio-Engineered Organisms. England UK: Horizon Bioscience. Setyawati S, Soejoedono RD, Handharyani E, Sumiarto B. 2010. Deteksi virus avian influenza H5N1 pada anak ayam umur satu hari dengan teknik imunohistokimia. J Vet. 114:203-209. Shahid MA, Abubakar M, Hameed S, Hassan S. 2009. Avian influenza virus H5N1; effects of physico-chemical factors on its survival. J Virol. 6:1-6. Sidamukti L. 2010. Avian Influenza Flu Burung dan Bahaya Penularannya ke Manusia. Jakarta ID.