13
III. METODE PENELITIAN 3.1 . Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, dimulai pada bulan Juni dan berakhir pada bulan November 2012. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan,
Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plant dan Laboratorium Evaluasi Sensori di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan adalah beras Oryza sativa jenis semipera dari varietas IR64 yang didapatkan dari Pusat Penelitian Padi Departemen Pertanian di Sukamandi,
sedangkan tepung putih telur dan margarin didapatkan dari Toko Kue Yolk di Bogor. Bahan kimia yang digunakan meliputi bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat
kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, antara lain terdiri dari: K
2
SO
4
, HgO, larutan H
2
SO
4
pekat, larutan H
3
BO
3
, indikator metal merah 0.2, metilen biru 0.2, larutan NaOH- Na
2
SO
3
, larutan HCl 0.02 N, heksan, NaOH, etanol 96, asam asetat 1 N, larutan iod, DNS, NaK-tartarat, dan akuades
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pengolahan dan alat untuk analisis. Alat pengolahan yang digunakan antara lain: kompor gas, panci kukus, wajan,
waring blender, dan pengaduk kayu, sedangkan alat-alat analisis termal dan kimia meliputi: retort, exhauster, termokopel, desikator, neraca analitik, oven vakum, labu kjeldahl, alat
destilasi, cawan aluminium, cawan proselen, spektrofotometer, buret, alat soxhlet, water bath, texture analyzer, chromameter, refluks, kertas saring, dan alat-alat gelas lainnya.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan formula terpilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan pengujian umur simpan. Secara rinci kegiatan
penelitian meliputi 1 tahap penentuan formula produk nasi dalam kemasan kaleng, 2 penentuan karakteristik proses termal untuk pengalengan, 3 analisis produk akhir nasi dalam
kemasan kaleng yang terbagi dalam analisis proksimat, analisis fisik dan uji rating hedonik untuk memilih formula terbaik, selanjutnya dilakukan 4 karakterisasi formula yang terpilih
untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing ASLT. Bagan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Margarin
Analisis proksimat bahan baku Karbohidrat, Lemak, Protein, Abu dan Air Formulasi berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku
Formula I, II, III, IV
Penentuan karakteristik proses termal produk distribusi panas, penetrasi panas dan nilai Fo
Nasi dalam kemasan kaleng Formula I, II, III, IV
Analisis proksimat Uji rating hedonik dan analisis fisik warna
dan tekstur
Penentuan formula terpilih
Pengujian umur simpan dengan metode ASLT
Analisis sensori dan fisik produk interval 7 hari, selama 6 minggu
Gambar 1 . Diagram Alir Tahapan Penelitian
Beras Tepung Putih Telur
Pengalengan formula terpilih Proses pengalengan pada satu waktu proses
Penentuan umur simpan produk
15
3.3.1 Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Target formulasi produk adalah nilai kalori yang cukup yaitu 700 kkalsaji untuk memenuhi kecukupan 2100 kkalhari, dengan asumsi setiap orang mengonsumsi produk tiga kali
makan dalam sehari. Selain itu, formulasi juga dirancang untuk memenuhi kontribusi kalori seimbang 40-50 karbohidrat, 10-15 protein dan 35-45 lemak serta karakteristik mutu
yang dapat diterima acceptable. Bahan baku yang digunakan adalah beras IR-64 sebagai sumber karbohidrat, tepung putih telur sebagai sumber protein dan margarin sebagai sumber
lemak. Bumbu-bumbu seperti garam, gula, dan kaldu blok digunakan sebagai pencitarasa khas untuk meningkatkan penerimaan produk. Tahap formulasi ini diawali dengan analisis proksimat
bahan baku beras, tepung putih telur dan margarin untuk dapat menghitung komposisi gizi dan kontribusi kalori seimbang dari masing-masing formulasi secara teroritis. Perhitungan total
energi dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa mass balance. Kandungan gizi diatur sedemikian rupa agar memenuhi regulasi pangan darurat sesuai rekomendasi Institute of
Medicine IOM. Setelah itu dilakukan perhitungan teoritis komposisi bahan baku dan penyusunan empat formula utama berdasarkan perhitungan awal yang dihipotesiskan mampu
memenuhi standar gizi untuk pangan darurat sesuai rekomendasi IOM. Rancangan formula yang sudah disusun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng Berdasarkan Kontribusi Sebaran Gizi Makro
Komposisi Gizi Formula I
Formula II Formula III
Formula IV Karbohidrat
40 50
50 45
Lemak 45
35 40
40 Protein
15 15
10 15
Total 100
100 100
100 Serat pectin
5 5
5 5
Keterangan: Formulasi disusun berdasarkan standar IOM 2002 dengan sebaran energi dari karbohidrat 40-50,
lemak 35-45 dan protein 10-15.
3.3.2 Penentuan Karakteristik Proses Termal untuk Pengalengan Pengukuran distribusi panas Kusnandar
et al. 2009
Pengukuran distribusi panas bertujuan menentukan bagian terdingin dalam retort, waktu venting, dan menentukan come up time CUT. Keranjang dalam retort diisi penuh dengan retort
pouch yang berisi air. Sepuluh termokopel dipasang pada sepuluh titik tertentu dalam retort dan dihubungkan dengan alat pencatat recorder yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap
waktu. Titik-titik pemasangan termokopel dilakukan menyebar dalam retort Gambar 2.
16
Gambar 2. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas
Pengukuran penetrasi panas Kusnandar et al. 2009
Penetrasi panas dilakukan pada produk dengan memasang termokopel pada bagian tengah kemasan. Pengukuran penetrasi panas ke dalam produk menggunakan empat termokopel tiga
termokopel untuk mengukur suhu dalam produk dan satu termokopel untuk mengukur suhu retort. Produk disusun dalam satu tumpukan dalam keranjang retort paling atas dan retort diisi
penuh dengan kaleng lain yang berisi air. Alat recorder mencatat perubahan suhu produk di dalam kemasan terhadap produk setiap satu menit. Data hasil pengukuran penetrasi panas ini,
dibuat grafik pada semilogaritma. Suhu ditempatkan pada skala logaritmis sumbu y, sedangkan waktu pada skala linier sumbu x.
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode umum improved general formula
Kusnandar et al. 2009
Untuk mencegah terjadinya overprocess maupun underprocess pada penelitian ini dilakukan perhitungan waktu sterilisasi. Nilai sterilitas proses dihitung dari luasan daerah di
bawah kurva pada semilogaritma. Bentuk luasan di bawah kurva tersebut dianggap trapesium. Untuk menghitung luas trapesium tersebut, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah
pararelogram pada interval waktu ∆t tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya dengan rumus luas trapesium sehingga didapat nilai letal rate LR dan sterilitas parsial Fo
parsial pada ∆t tersebut Gambar 3. Masing-masing Fo parsial dijumlahkan. Hasilnya menunjukkan nilai sterilitas total dari proses yang telah dilakukan.
10
1 2
3 4
5 6
7 8
9
17
Gambar 3. Hubungan antara letal rate LR dan waktu ∆t
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode formula Ball Kusnandar et al.
2009
Metode formula dilakukan menggunakan berbagai parameter yang diperoleh dari grafik penetrasi panas. Plot data hasil pengukuran penetrasi panas diolah dengan prosedur matematis
untuk mengintregasikan efek letalitas yang terjadi sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang diproses. Dicari persamaan garis kurva penetrasi panas yang dapat
menghasilkan nilai Fo paling mendekati nilai Fo dari metode umum agar diperoleh parameter karakteristik penetrasi panas, seperti fh dan jh, yang nilainya akan digunakan untuk
mendapatkan formula proses yang terjadi Gambar 4. Persamaan kurva penetrasi panas yang digunakan dalam metode Ball adalah sebagai berikut:
Log Tr – T = Log [jh Tr – To] – t
B
fh dimana; Tr = suhu medium pemanas, To = suhu awal produk, T = suhu maksimum produk pada
akhir proses, dan t
B
= waktu proses Ball. Rumus yang digunakan sebagai berikut: t
B
= fh log jh . ih – log g
t
P
= t
B
– 0.4 CUT
18
Gambar 4. Kurva pemanasan metode formula Ball
Pengalengan formula nasi dalam kemasan kaleng pada satu waktu proses
Berdasarkan hasil dari uji penetrasi panas, nilai kecukupan panas Fo dari masing-masing formula dapat dihitung, selanjutnya dilakukan pengalengan keempat formula pada satu waktu
proses berdasarkan nilai Fo dari masing-masing formula. Sebelum dikalengkan, produk terlebih dahulu diletakkan pada alat exhauster selama 10 menit yang bertujuan untuk mengeluarkan uap
yang masih berada pada daerah kepala kaleng headspace sehingga keadaan kaleng saat disterilisasi menjadi vakum. Kaleng berisi produk yang sudah dalam keadaan vakum kemudian
dikelim dengan menggunakan alat pengelim double seammer. Alat bekerja dengan mengelim kaleng sebanyak dua kali agar kemungkinan terjadinya kaleng bocor dapat diminimalkan.
Diagaram alir tahap pengalengan dapat dilihat pada Gambar 5.
19
3.3.3 Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahap analisis produk nasi dalam kemasan kaleng bertujuan untuk memilih satu formula terbaik melalui analisis proksimat produk meliputi, analisis kadar karbohidrat, lemak, protein,
air dan abu, serta perhitungan nilai sebaran energi dari masing-masing formula. Selanjutnya dilakukan analisis fisik, meliputi pengukuran derajat warna menggunakan chromameter dan
tekstur dengan Texture Profile Analyzer TPA dan analisis sensori yang dilakukan dengan uji rating hedonik untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa, warna,
aroma, tekstur dan overall dari produk.
3.3.4 Pendugaan Umur Simpan Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng
Pendugaan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng dilakukan pada formula terpilih dengan metode Accelerated Shelf Life Testing ASLT. Produk disimpan pada 3 jenis
suhu ekstrem, yaitu 35 C, 45
C, dan 55 C selama 6 minggu dengan pengamatan dilakukan
setiap 7 hari untuk setiap suhu penyimpanan. Parameter yang diamati pada setiap pengamatan meliputi analisis sensori untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur dengan menggunakan 6
orang panelis terlatih. Untuk mendukung hasil analisis sensori yang bersifat subjektif, dilakukan analisis fisik terhadap parameter warna dengan menggunakan alat chromameter dan kekerasan
dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer TPA.
3.4. Metode Analisis Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Biasa AOAC 1995
Pertama-tama cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan kemudian ditimbang dengan neraca
analitik. Sebanyak 5 gram sampel di timbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian berat cawan beserta sampel ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Cawan yang berisi
sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 6 jam dan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Setelah itu, cawan kembali dikeringkan dalam oven selama 15-30
Formula pangan darurat Formula I, II, III, IV
Dimasukkan ke dalam kaleng Proses exhausting selama 10 menit
Pengeliman dengan alat double seammer
Sterilisasi dalam retort pada satu waktu proses Gambar 5. Diagram alir tahap pengalengan
20
menit dan ditimbang kembali. Pengeringan kembali diulangi sampai memperoleh bobot konstan selisih bobot kurang dari 0.0003 gram.
Perhitungan: Kadar air = Keterangan : x = bobot cawan awal g
y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan a = bobot cawan kosong
Analisis Kadar Protein dengan Metode Mikro-Kjeldahl AOAC 1995
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel ±0,2 gram ditempatkan dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 K
2
SO
4
, 40 ± 10 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H
2
SO
4
dan beberapa batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih, lalu cairan yang dihasilkan didinginkan untuk kemudian
ditambahkan 8-10 ml NaOH - Na
2
S
2
O
3
dan dimasukkan ke alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer bersisi 5 ml larutan H
3
BO
3
dan beberapa tetes indikator merah metal. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil
destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0,02 M sampai terjadi warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko yang tidak mengandung
sampel. Kadar N = a-b x N HCL x 14,007 x 100
mg sampel Kadar protein = N x 6,25
Keterangan: a = ml titrasi HCL pada sampel
b = ml titrasi HCL pada blanko
Analisis Kadar Gula Total dengan Metode Anthrone AOAC 1995
Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan 80 ml aquades, lalu dididihkan selama 30 menit dan didinginkan. Ke dalam larutan ditambahkan 1 ml Pb-asetat jenuh perlahan-lahan sampai
larutan menjadi jernih, lalu ditambah 0.5 g Na-Oksalat sampai larutan mengendap dan di tambah akuades sampai tanda tera di dalam labu takar 100 ml, kemudian larutan disaring
dengan kertas whatman nomor 1. Tahap selanjutnya adalah pembuatan blanko untuk kurva standar. Sebanyak 0.0 blanko,
0.2 , 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan glukosa standar dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan air destilata sampai total volume masing-masing tabung 1.0 ml. Dengan cepat
ditambahkan 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam tabung reaksi, lalu ditutup dan di vortex. Tabung reaksi lalu direndam dalam air mendidih selama 12 menit, lalu didinginkan dalam air
mengalir, dan diukur absorbansinya pada 630 nm. Dari hasil pengukuran dibuat kurva hubungan antara kadar gula dan nilai absorbansi. Konsentrasi gula dapat ditentukan dari kurva
standar. Total gula = Gr x Fp x 100
Berat sampel gr Gr = gram glukosa dari kurva
Fp = Faktor Pengenceran. X 100
21
Analisis Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet AOAC 1995
Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxhlet. Labu takar dikeringkan dalam oven. Sebanyak 5 g sampel dalam bentuk tepung ditimbang, dibungkus
dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi sokhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut petroleum
eter dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai bening. Labu takar yang berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk
menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Perhitungan kadar lemak dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar Lemak = Berat lemak x 100 Berat sampel
Analisis Kadar Abu dengan Metode Tanur AOAC 1995
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g
sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu diabukan dalam tanur bersuhu minimal 550
o
C sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu dan berat konstan. Setelah itu, cawan
dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar abu = Berat abu x 100 Berat sampel
Analisis Kadar Karbohidrat AOAC 1995
Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu diketahui dengan cara 100 dikurangkan dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.
Analisis Tekstur dengan Texture Profile Analyzer Faridah et al. 2006
Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer TPA. Setiap formula nasi dalam kemasan kaleng 4 formula diuji profil teksturnya dengan alat.
Prinsip kerja dari alat ini adalah sampel akan ditekan dengan menggunakan compression anvil. Jenis probe yang digunakan untuk menekan bahan tergantung dari karakteristik bahan yang
akan diuji. Pengukuran dilakukan dengan memberikan dua kali gaya tekan terhadap sampel.
Tabel 2 menunjukkan spesifikasi pengukuran alat yang digunakan, sedangkan kurva contoh hasil pengukuran dengan TPA dapat dilihat pada Gambar 6. Dari kurva tersebut, dapat
diperoleh informasi seperti nilai kekerasan objektif H1, daya kohesif A2A1, elastisitas D2D1, kelengketan A3, kekenyalan A2A1 x H1, dan daya kunyah D2D1 x A2A1 x
H1 produk.
22
Tabel 2. Spesifikasi Pengukuran dengan Texture Profile AnalyzerTPA Test Mode and Option
TPA Parameter :
Pre test speed 5.00 mms
Test speed 2.00 mms
Post test speed 10.000 mms
Rupture test dist 1.0 mm
Distance 5.00 mm
Force 100 g
Time 5.00 sec
Count 5
\
Gambar 6. Kurva profil tekstur dengan TPA Sumber : http:www.tessuk.org.ukarticle [29 April 2012]
Analisis Warna dengan Chromameter Faridah et al. 2006
Analsis warna dilakukan dengan Chromameter Minolta CR-200 dengan menggunakan skala Yxy pada sistem CIE. Nilai ini kemudian dikonversi ke sistem Hunter dengan skala L, a,
dan b. Standar warna yang digunakan adalah warna putih dengan nilai L = 97.01, a= -169.18, dan b = 2.53. Cara perhitungan untuk mengonversi skala sistem CIE ke sistem Hunter adalah
sebagai berikut: L = 10 √Y
a = 17.5 √Y b = 5.929 √Y
- 1
23
Analisis Sensori dengan Metode Uji Rating Hedonik Adawiyah et al. 2006
Analisis dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap karakteristik sensori produk nasi dalam kemasan kaleng yang telah dibuat. Pada uji rating hedonik, 70 orang panelis
tidak terlatih diminta untuk mencicipi masing-masing sampel, dan di antara pencicipan sampel diharuskan untuk menetralisasi indera perasa dengan air putih, kemudian panelis akan diminta
memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap parameter tekstur, warna, rasa dan overall dari produk dengan menggunakan tujuh tingkat skala kesukaan di mulai dari 1 sangat
tidak suka sampai 7 sangat suka, tanpa membandingkan antar sampel.
Penentuan Umur Simpan dengan Metode ASLT Pradono 2007
Metode yang digunakan dalam penentuan umur simpan produk nasi dalam kemasan kaleng ini adalah metode Arrhenius k = Ko.e
-EaRT
, pada tempat penyimpanan dengan 3 kondisi suhu yang berbeda 37
o
C, 45
o
C, dan 55
o
C. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali selama 6 minggu untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan,
dengan menggunakan uji fisik warna dan tekstur, uji mikrobiologi, dan perubahan pH. Reaksi kehilangan mutu pada pangan pada umumnya dapat dijelaskan oleh persamaan reaksi kimia
orde nol dan satu, namun beberapa tipe kerusakan pada pangan dapat mengikuti kinetika kimia dengan orde 1. Perhitungan umur simpan dimulai dengan memplotkan rataan nilai parameter
tertentu skor terhadap waktu penyimpanan per suhu penyimpanan. Plot nilai di atas dilakukan pada orde nol dan satu. Pada orde nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan sumbu y
dengan waktu penyimpanan sumbu x, sedangkan orde satu plot dilakukan antara ln skor pengamatan sumbu y dengan waktu penyimpanan sumbu x.
Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menentukan orde reaksi kerusakan pangan yang
disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar r
2
. Ketika orde reaksi kerusakan pangan telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan plot
Arrhenius, dengan sumbe x menyatakan nilai 1T K
-1
dan sumbu y menyatakan nilai ln k dari masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai
k, intersep, dan koefisien korelai. Persamaan garis linier hasil pemlotan akan mengikuti persamaan ln K = ln ko + -EaR 1T dengan EaR = gradient dari plot. Dari rumus di atas
akan diperoleh nilai ko. Sedangkan umur simpan dapat diperoleh dengan rumus: T =
dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 0 T =
dengan nilai T adalah dugaan umur simpan untuk ordo 1. Parameter yang dipakai dalam penentuan umur simpan ini adalah parameter sensori
meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur serta parameter fisik berupa warna Nilai L,a dan b dan tekstur TPA. Batas nilai kegunaan usable quality untuk parameter sensori dilakukan
dengan menggunakan penilaian panelis yang dibandingkan dari awal sampai ketika panelis menilai bahwa parameter tertentu dari produk sudah tidak dapat diterima, sedangkan untuk
parameter fisik nilai batas kegunaan ditentukan berdasarkan literatur.
24
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu Rancangan Acak Lengkap RAL untuk tahapan penyusunan formula. Rancangan Acak Lengkap RAL dapat
didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara acak untuk seluruh unit percobaan. Tidak ada pembatasan yang dikenakan dalam menyusun perlakuan
untuk setiap unit percobaan. Namun, pada uji rating hedonik rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap RAKL karena sampel
dikelompokkan untuk melihat interaksi antarparameter uji serta meminimalisasi bias antarpanelis. Tahap penentuan umur simpan tidak menggunakan rancangan percobaan, tetapi
menggunakan pemodelan linear karena hasil pengukuran parameter-parameter penurunan kualitas produk akan diplotkan dengan lama masa penyimpanan dalam suatu kurva regresi
linear untuk dapat menghitung umur simpan produk.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tahap Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng
Tahap formulasi bertujuan untuk merancang produk nasi dalam kemasan kaleng yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Institute of Medicine 2002, yaitu produk
harus memiliki sebaran kontribusi energi dari makromolekul kabohidrat sebesar 40-50, protein 10-15 dan lemak 35-45. Dalam hal ini, kontribusi zat gizi mikro dan mineral tidak wajib
diperhitungkan karena komponen mikro tidak menyumbang secara signifikan terhadap kalori produk. Komponen karbohidrat diharapkan menjadi komponen utama pada pangan darurat,
karena energi dari karbohidrat bersifat siap pakai dan cepat diurai oleh metabolisme tubuh Muchtadi 2002. Hal ini penting bagi masyarakat yang berada pada kondisi darurat yang asupan
energi cepat sangat dibutuhkan. Selain karbohidrat, produk pangan darurat juga membutuhkan kandungan lemak yang cukup. Hal ini disebabkan oleh lemak yang memiliki kontribusi sangat
besar terhadap pemenuhan energi. Kontribusi 1 gram lemak setara dengan 9.2-9.3 kkal atau 2 kali lipat lebih besar daripada karbohidrat Astawan 2004. Pada tahap formulasi dilakukan
analisis proksimat bahan baku, tahap perhitungan komposisi bahan baku dan tahap formulasi utama.
4.1.1 Analisis Prokimat Bahan Baku
Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui profil nutrisi dari setiap bahan baku yang digunakan. Profil nutrisi ini penting untuk melakukan perhitungan komposisi
bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan IOM. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa setiap bahan baku memiliki komponen nutrisi dominan yang berbeda. Beras yang
digunakan pada penelitian ini adalah beras semi pera dan memiliki komponen karbohidrat yang tinggi yaitu sekitar 79-80. Putih telur yang digunakan pada penelitian ini adalah putih telur
instan berbentuk bubuk yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi mencapai 78-79. Bahan baku lainnya adalah margarin yang kaya akan lemak. Kandungan lemak margarin yang
teruji mencapai 80. Margarin dipilih sebagai sumber lemak karena harganya yang lebih murah daripada mentega. Hasil analisis proksimat bahan baku secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku
Bahan Komposisi bb
Air Abu
Lemak Protein
Karbohidrat Beras
a
12.51 ± 0.023 0.25 ± 0,001
0.71 ± 0,001 6.76 ± 0,012
79.77 ± 0,009 Tepung Putih
Telur
b
13.35 ± 0,001 5.51 ± 0,001
0.22 ± 0,001 78.87 ± 0,100
2.05 ± 0,002 Margarin
a
17.24 ± 0,041 2.41 ± 0,001
79.79 ± 0,091 0.16 ±0,001
0.40 ± 0,001 Keterangan:
Hasil adalah nilai rata-rata n=2 dalam persen berat basah bb
Seluruh data dikategorikan teliti karena nilai RSD
analisis
RSD
hitung
a
= Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.25
b
= Faktor Konversi Perhitungan Kadar Protein = 6.68 Berdasarkan hasil analisis proksimat bahan baku, terlihat bahwa setiap bahan memiliki
keunggulan spesifik pada kandungan makromolekul tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan beras, tepung putih telur dan margarin sebagai bahan baku utama pembuatan nasi
dalam kemasan kaleng sudah tepat dan dapat mempermudah melakukan perhitungan kontribusi