Beras dan Nasi TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan Darurat

4 Kebutuhan energi lainnnya akan dipenuhi dari protein dan karbohidrat. Saat proses pembuatan pangan darurat tidak boleh dilakukan suplementasi asam amino, karena dapat mengakibatkan perubahan rasa, meningkatkan biaya produksi, dan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan jumlah akibat salah perhitungan sebelum pencampuran, karena kadar protein di dalam pangan darurat minimal 10 dari total keseluruhan sumber energi Zoumas et al. 2002 . Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama pada produk pangan darurat selain lemak dan protein. Karbohidrat memiliki beberapa fungsi dalam penyusunan pangan darurat, yaitu sebagai sumber energi, pemberi rasa manis, menghasilkan sifat-sifat fisik yang diinginkan pada produk, dan juga berperan dalam penyerapan natrium Na untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh. Zoumas et al. 2002 merekomendasikan agar komposisi gizi dalam pembuatan pangan darurat idea dari segi gizi makro, maka: 1. Karbohidrat menyumbangkan 40-50 atau sekitar 800-1000 kkal dari total kalori yang dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari berbagai sumber, seperti tepung terigu, jagung, beras, dan otas, sedangkan sumber gula didapat dari high fructose corn syrup, sukrosa, atau maltodekstrin; 2. Protein menyumbangkan 10-15 atau sekitar 200-300 kkal dari total kalori yang dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari susu bubuk, seperti kasein dan turunannya atau campuran dari bahan dasar legume dan serealia yang memiliki skor asam amino ≥ 1.0; 3. Lemak menyumbangkan 35-45 atau sekitar 700-900 kkal dari total kalori yang dibutuhkan dan dapat dipenuhi dari sumber hidrogenisasi parsial dari kacang kedelai, minyak kanola, minyak kedelai, atau minyak bunga matahari; dan 4. Vitamin dan mineral dari sayur-sayuran juga dapat ditambahkan jika diperlukan untuk meningkatkan profil produk, demikian pula dengan bahan pengembang.

2.2. Beras dan Nasi

Beras merupakan hasil dari penggilingan gabah yang terdiri dari dua punyusun utama, yaitu 72-82 bagian yang dapat dimakan atau kariopsis disebut juga beras pecak kulit atau brown rice dan 18-28 kulit gabah atau sekam. Bagian kariopsis tersusun dari 1-2 perikarp, 4-6 aleuron dan testa, 2-3 lemma dan 89-94 endosperm. Perbedaan komposisi beras dapat disebabkan oleh perbedaan varietas gabah, keadaan daerah penanaman dan perbedaan perlakuan saat budi daya Hariyadi 2008. Beras memiliki pH netral dan kandungan karbohidrat yang tinggi sekitar 70-80. Beras juga mengandung protein sebesar 6-7 dan kandungan lemak yang sangat rendah 1-2. Komponen terbesar pada beras adalah pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula polyhedral berukuran 3-5 µm. Pati beras terdiri dari rangkaian satuan- satuan α-D-glukosa, yang terdiri atas amilosa fraksi berantai lurus dan amilopektin fraksi dengan rantai cabang. Ikatan antarsatuan glukosa yang utama adalah 1,4- α-glikosidik, sedangkan pada molekul amilopektin terdapat percabangan dengan ikatan 1,6- α-glikosidik Hariyadi 2008. Berdasarkan panjang bulirnya, beras dikategorikan menjadi long grain rice yang memiliki panjang bulir 6-7 mm, medium grain dengan panjang bulir 5-5.9 mm dan short grain dengan panjang bulir kurang dari 5 mm. Beras jenis long grain memiliki kandungan amilosa lebih tinggi dari kedua tipe lainnya. Amilosa menyerap air lebih sedikit daripada amilopektin sehingga long grain rice akan lebih pera dari kedua tipe lainnya McWilliams 2001. 5 Berdasarkan kadar amilosanya, beras dapat dikelompokkan menjadi beras ketan yang mengandung amilosa 0-2 dari berat kering, serta beras dengan kandungan amilosa rendah 9-20, menengah 20-25 dan tinggi lebih dari 25 Hariyadi 2008. Beras dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, salah satunya adalah nasi. Nasi umumnya dibuat dengan cara memasak beras dalam rice cooker atau dengan penanakan dalam air. Nasi biasanya dikonsumsi dalam keadaan hangat karena rasa, aroma dan teksturnya lebih disukai oleh konsumen. Apabila nasi mendingin, teksturnya akan menjadi lebih keras karena mengalami peristiwa retrogradasi Hariyadi 2008. Selama penanakan nasi, granula pati mengalami proses pengembangan karena menyerap air. Pada suatu kisaran suhu kritis, granula pati mengalami proses ireversibel yang disebut gelatinisasi dan ditandai oleh hilangnya sifat birefringence dan pelarutan pati. Beras mengandung enzim α-amilase yang bersifat tahan panas. Enzim ini akan aktif pada suhu di atas 60 o C bersamaan dengan proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan pati menjadi lebih mudah diserang oleh enzim tersebut. Enzim tersebut memecah sebagian pati menjadi glukosa. Gabungan enzim amilase seperti α-amilase, β-amilase dan α-glukosidase dalam beras aktif memecah pati selama pemasakan. Akibatnya rasa nasi akan menjadi agak manis dan teksturnya menjadi lebih lunak. Rasio antara kandungan amilosa serta amilopektin dan kandungan amilosa terlarut merupakan faktor yang penting untuk menentukan mutu tekstur nasi. Molekul amilosa cenderung membentuk struktur heliks yang dapat memerangkap molekul lain seperti asam lemak dan monogliserida. Pembentukan kompleks ini dapat mengurangi kelengketan dan meningkatkan kekerasan. Tingkat pengembangan dan penyerapan air saat gelatinisasi tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar dibandingkan dengan amilopektin. Keberadaan protein beras yang sebagain besar tidak larut dalam air akan memengaruhi viskositas suspensi pati setelah gelatinisasi. Hal ini dapat disebabkan oleh protein yang menyelubungi granula pati sehingga secara fisik menghambat proses penyerapan air dan pengembangan granula pati Hariyadi 2008.

2.3. Karakteristik Sensori Nasi untuk Pengalengan