15
3.3.1 Tahap Penentuan Formula Nasi dalam Kemasan Kaleng
Target formulasi produk adalah nilai kalori yang cukup yaitu 700 kkalsaji untuk memenuhi kecukupan 2100 kkalhari, dengan asumsi setiap orang mengonsumsi produk tiga kali
makan dalam sehari. Selain itu, formulasi juga dirancang untuk memenuhi kontribusi kalori seimbang 40-50 karbohidrat, 10-15 protein dan 35-45 lemak serta karakteristik mutu
yang dapat diterima acceptable. Bahan baku yang digunakan adalah beras IR-64 sebagai sumber karbohidrat, tepung putih telur sebagai sumber protein dan margarin sebagai sumber
lemak. Bumbu-bumbu seperti garam, gula, dan kaldu blok digunakan sebagai pencitarasa khas untuk meningkatkan penerimaan produk. Tahap formulasi ini diawali dengan analisis proksimat
bahan baku beras, tepung putih telur dan margarin untuk dapat menghitung komposisi gizi dan kontribusi kalori seimbang dari masing-masing formulasi secara teroritis. Perhitungan total
energi dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa mass balance. Kandungan gizi diatur sedemikian rupa agar memenuhi regulasi pangan darurat sesuai rekomendasi Institute of
Medicine IOM. Setelah itu dilakukan perhitungan teoritis komposisi bahan baku dan penyusunan empat formula utama berdasarkan perhitungan awal yang dihipotesiskan mampu
memenuhi standar gizi untuk pangan darurat sesuai rekomendasi IOM. Rancangan formula yang sudah disusun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi Nasi dalam Kemasan Kaleng Berdasarkan Kontribusi Sebaran Gizi Makro
Komposisi Gizi Formula I
Formula II Formula III
Formula IV Karbohidrat
40 50
50 45
Lemak 45
35 40
40 Protein
15 15
10 15
Total 100
100 100
100 Serat pectin
5 5
5 5
Keterangan: Formulasi disusun berdasarkan standar IOM 2002 dengan sebaran energi dari karbohidrat 40-50,
lemak 35-45 dan protein 10-15.
3.3.2 Penentuan Karakteristik Proses Termal untuk Pengalengan Pengukuran distribusi panas Kusnandar
et al. 2009
Pengukuran distribusi panas bertujuan menentukan bagian terdingin dalam retort, waktu venting, dan menentukan come up time CUT. Keranjang dalam retort diisi penuh dengan retort
pouch yang berisi air. Sepuluh termokopel dipasang pada sepuluh titik tertentu dalam retort dan dihubungkan dengan alat pencatat recorder yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap
waktu. Titik-titik pemasangan termokopel dilakukan menyebar dalam retort Gambar 2.
16
Gambar 2. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas
Pengukuran penetrasi panas Kusnandar et al. 2009
Penetrasi panas dilakukan pada produk dengan memasang termokopel pada bagian tengah kemasan. Pengukuran penetrasi panas ke dalam produk menggunakan empat termokopel tiga
termokopel untuk mengukur suhu dalam produk dan satu termokopel untuk mengukur suhu retort. Produk disusun dalam satu tumpukan dalam keranjang retort paling atas dan retort diisi
penuh dengan kaleng lain yang berisi air. Alat recorder mencatat perubahan suhu produk di dalam kemasan terhadap produk setiap satu menit. Data hasil pengukuran penetrasi panas ini,
dibuat grafik pada semilogaritma. Suhu ditempatkan pada skala logaritmis sumbu y, sedangkan waktu pada skala linier sumbu x.
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode umum improved general formula
Kusnandar et al. 2009
Untuk mencegah terjadinya overprocess maupun underprocess pada penelitian ini dilakukan perhitungan waktu sterilisasi. Nilai sterilitas proses dihitung dari luasan daerah di
bawah kurva pada semilogaritma. Bentuk luasan di bawah kurva tersebut dianggap trapesium. Untuk menghitung luas trapesium tersebut, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah
pararelogram pada interval waktu ∆t tertentu. Kemudian masing-masing dihitung luasnya dengan rumus luas trapesium sehingga didapat nilai letal rate LR dan sterilitas parsial Fo
parsial pada ∆t tersebut Gambar 3. Masing-masing Fo parsial dijumlahkan. Hasilnya menunjukkan nilai sterilitas total dari proses yang telah dilakukan.
10
1 2
3 4
5 6
7 8
9
17
Gambar 3. Hubungan antara letal rate LR dan waktu ∆t
Penentuan waktu sterilisasi optimum dengan metode formula Ball Kusnandar et al.
2009
Metode formula dilakukan menggunakan berbagai parameter yang diperoleh dari grafik penetrasi panas. Plot data hasil pengukuran penetrasi panas diolah dengan prosedur matematis
untuk mengintregasikan efek letalitas yang terjadi sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang diproses. Dicari persamaan garis kurva penetrasi panas yang dapat
menghasilkan nilai Fo paling mendekati nilai Fo dari metode umum agar diperoleh parameter karakteristik penetrasi panas, seperti fh dan jh, yang nilainya akan digunakan untuk
mendapatkan formula proses yang terjadi Gambar 4. Persamaan kurva penetrasi panas yang digunakan dalam metode Ball adalah sebagai berikut:
Log Tr – T = Log [jh Tr – To] – t
B
fh dimana; Tr = suhu medium pemanas, To = suhu awal produk, T = suhu maksimum produk pada
akhir proses, dan t
B
= waktu proses Ball. Rumus yang digunakan sebagai berikut: t
B
= fh log jh . ih – log g
t
P
= t
B
– 0.4 CUT
18
Gambar 4. Kurva pemanasan metode formula Ball
Pengalengan formula nasi dalam kemasan kaleng pada satu waktu proses
Berdasarkan hasil dari uji penetrasi panas, nilai kecukupan panas Fo dari masing-masing formula dapat dihitung, selanjutnya dilakukan pengalengan keempat formula pada satu waktu
proses berdasarkan nilai Fo dari masing-masing formula. Sebelum dikalengkan, produk terlebih dahulu diletakkan pada alat exhauster selama 10 menit yang bertujuan untuk mengeluarkan uap
yang masih berada pada daerah kepala kaleng headspace sehingga keadaan kaleng saat disterilisasi menjadi vakum. Kaleng berisi produk yang sudah dalam keadaan vakum kemudian
dikelim dengan menggunakan alat pengelim double seammer. Alat bekerja dengan mengelim kaleng sebanyak dua kali agar kemungkinan terjadinya kaleng bocor dapat diminimalkan.
Diagaram alir tahap pengalengan dapat dilihat pada Gambar 5.
19
3.3.3 Analisis Produk Nasi dalam Kemasan Kaleng