5
Berdasarkan  kadar  amilosanya,  beras  dapat  dikelompokkan  menjadi  beras  ketan  yang mengandung  amilosa  0-2  dari  berat  kering,  serta  beras  dengan  kandungan  amilosa  rendah
9-20, menengah 20-25 dan tinggi lebih dari 25 Hariyadi 2008. Beras  dapat  diolah  menjadi  berbagai  jenis  makanan,  salah  satunya  adalah  nasi.  Nasi
umumnya  dibuat  dengan  cara  memasak  beras  dalam  rice  cooker  atau  dengan  penanakan dalam air. Nasi biasanya dikonsumsi dalam keadaan hangat karena rasa, aroma dan teksturnya
lebih  disukai  oleh  konsumen.  Apabila  nasi  mendingin,  teksturnya  akan  menjadi  lebih  keras karena  mengalami  peristiwa  retrogradasi  Hariyadi  2008.  Selama  penanakan  nasi,  granula
pati  mengalami  proses  pengembangan  karena  menyerap  air.  Pada  suatu  kisaran  suhu  kritis, granula  pati  mengalami  proses  ireversibel  yang  disebut  gelatinisasi  dan  ditandai  oleh
hilangnya sifat birefringence dan pelarutan pati. Beras
mengandung enzim α-amilase yang bersifat tahan panas. Enzim ini akan aktif pada suhu di atas 60
o
C bersamaan dengan proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan pati menjadi lebih  mudah  diserang  oleh  enzim  tersebut.  Enzim  tersebut  memecah  sebagian  pati  menjadi
glukosa. Gabungan enzim amilase seperti α-amilase, β-amilase dan α-glukosidase dalam beras aktif  memecah  pati  selama  pemasakan.  Akibatnya  rasa  nasi  akan  menjadi  agak  manis  dan
teksturnya menjadi lebih lunak. Rasio  antara  kandungan  amilosa  serta  amilopektin  dan  kandungan  amilosa  terlarut
merupakan  faktor  yang  penting  untuk  menentukan  mutu  tekstur  nasi.  Molekul  amilosa cenderung  membentuk  struktur  heliks  yang  dapat  memerangkap  molekul  lain  seperti  asam
lemak  dan  monogliserida.  Pembentukan  kompleks  ini  dapat  mengurangi  kelengketan  dan meningkatkan  kekerasan.  Tingkat  pengembangan  dan  penyerapan  air  saat  gelatinisasi
tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap  dan  mengembang  menjadi  lebih  besar  karena  amilosa  mempunyai  kemampuan
untuk  membentuk  ikatan  hidrogen  yang  lebih  besar  dibandingkan  dengan  amilopektin. Keberadaan  protein  beras  yang  sebagain  besar  tidak  larut  dalam  air  akan  memengaruhi
viskositas  suspensi  pati  setelah  gelatinisasi.  Hal  ini  dapat  disebabkan  oleh  protein  yang menyelubungi  granula  pati  sehingga  secara  fisik  menghambat  proses  penyerapan  air  dan
pengembangan granula pati Hariyadi 2008.
2.3.   Karakteristik Sensori Nasi untuk Pengalengan
Nasi  merupakan  makanan  pokok  sebagian  warga  dunia  yang  diolah  dari  beras. Masyarakat  Indonesia  pada  umumnya  memiliki  budaya  konsumsi  nasi  yang  sangat  kuat
terlihat  dari  tingginya  angka  konsumsi  beras  perkapita  pertahun  yang  mencapai  135 kgkapitatahun Hariyadi 2006. Pemanfaatan nasi sebagai bahan utama pembuatan makanan
darurat dinilai tepat, karena nasi memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat berkontribusi  terhadap  pemenuhan  kalori.  Nasi  juga  disukai  oleh  hampir  seluruh  masyarakat
Indonesia,  sehingga  tidak  diperlukan  tahap  introduksi  untuk  mengajak  masyarakat mengonsumsi nasi.
Pengolahan  beras  menjadi  nasi  umumnya  dilakukan  dengan  cara  dikukus  maupun direbus.  Beras,  ketika  dipanaskan  dengan  air  akan  mengalami  pengembangan  akibat
penyerapan air oleh granula pati. Ketika mencapai suatu suhu kritis, beras akan tergelatinisasi yang  ditandai  dengan  pelarutan  pati  dan  hilangnya  sifat  birefringence.  Suhu  pada  saat  pati
mulai  mengembang  karena  dipanaskan  dengan  air  dinamakan  suhu  gelatinisasi.  Suhu gelatinisasi untuk beras berkisar antara 58-79
o
C Hariyadi 2006 dalam Valentina 2009.
6
Pengembangan  granula  selama  gelatinisasi  dipengaruhi  oleh  komponen  amilosa  dan amilopektin  pati.  Amilopektin  memiliki  kemampuan  mengembang  dan  mempertahankan  air
yang  lebih  besar  daripada  amilosa.  Adanya  amilosa  dalam  granula  pati  dalam  jumlah  besar akan  menghambat  proses  pengembangan  granula  Bao  dan  Bergman  2004  dalam  Valentina
2009.  Perilaku  pati  akibat  pemanasan  dan  rasio  amilosa  dan  amilopektin  yang  terkandung pada pati beras akan sangat  memengaruhi  kualitas sensori nasi  khususnya tekstur. Penelitian
Pardon  2000  menunjukkan  bahwa  suhu  dan  lama  penyimpanan  memengaruhi  kekerasan, kelengketan, dan tingkat retrogradasi pada nasi. Suhu yang semakin rendah dan penyimpanan
yang  semakin  lama  mengakibatkan  kekerasan  nasi  meningkat  dan  kelengketannya  menurun. Selain itu, kultivar beras yang berbeda menunjukkan kinetika retrogradasi yang berbeda pula
karena  perbedaan  sifat-sifat  patinya.  Karakteristik  sensori  untuk  nasi  dalam  kemasan  kaleng adalah  yang terbuat dari beras dengan kandungan amilosa  rendah sehingga diperoleh tekstur
nasi  yang  pulen,  waktu  pemasakan  nasi  dalam  kemasan  kaleng  juga  harus  singkat  supaya tidak menghasilkan tekstur bubur ketika dikalengkan Valentina 2009.
Berdasarkan penelitian dari Valentina 2009, beras yang paling baik  untuk dikalengkan adalah  beras  yang  bersifat  semipera  varietas  IR  64,  karena  kandungan  amilopektin  pada
beras  tidak  terlalu  tinggi  tidak  juga  terlalu  rendah.  Beras  pulen  yang  memiliki  kandungan amilopektin  tinggi  akan  menghasilkan  tekstur  nasi  yang  terlalu  lembek  bila  dikalengkan
karena  penyerapan  air  oleh  amilopektin  yang  tinggi,  sedangkan  beras  yang  terlalu  pera amilopektin  rendah  akan  menghasilkan  nasi  dengan  tekstur  yang  keras  bila  dikalengkan
karena penyerapan air yang rendah. Dari  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Valentina  2009  dan  Yanuar  2009  menyatakan
bahwa  kondisi  beras  yang  ideal  untuk  proses  pengalengan  adalah  beras  setengah  mentah. Beras  mentah  yang  sudah  dicuci,  lalu  ditambah  dengan  air  pada  perbandingan  1:2-1:3
kemudian  dimasak  setengah  matang  lalu  dikalengkan  akan  menghasilkan  tekstur  nasi  yang lebih baik daripada menggunakan beras aron setengah matang, ataupun beras matang.
2.4.   Tepung Putih Telur dan Sifat Fungsionalnya