Analisis Skenario Pengelolaan Terumbu Karang

semakin tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang dapat mengancam tutupan karang hidup. Skenario pengolahan air limbah yang dibuang ke perairan sebesar 30 hanya membuat tutupan karang hidup pada stasiun 1 dan stasiun 2 menjadi lebih baik hanya pada awal simulasi dan setelah 10 tahun akan semakin berkurang, sedangkan pada stasiun 3 tutupan karang hidup cenderung semakin baik pada akhir simulasi. Pada stasiun 4 dan stasiun 5 tutupan karang hidup cenderung menurun hingga akhir simulasi. Jumlah kandungan limbah mencapai 18 837.92 mgl yang masih berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi. Jumlah wisatawan yang berkunjung lebih banyak dibandingkan tanpa pengelolaan yaitu sebanyak 6 949 orang dan nilai WTP hanya sebesar Rp. 282 000,- yang lebih rendah dibandingkan awal simulasi. Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang menyebabkan tutupan karang hidup untuk semua stasiun menjadi lebih baik dan tutupan alga menjadi berkurang. Limbah yang dibuang langsung ke perairan sejumlah 20 135.22 mgl yang berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi. Berdasarkan hasil simulasi pengelolaan terpadu maka diperoleh sebaran WTP berdasarkan kelompok pendapatan seperti pada Tabel 15. WTP tiap kelompok dan rerata pada akhir simulasi lebih kecil dibandingkan pada awal simulasi. Semakin besar pendapatan wisatawan maka keinginan untuk membayar kualitas ekosistem terumbu karang juga akan semakin besar. Tabel 15. Simulasi kelompok WTP dalam ratusan ribu rupiah berdasarkan pendapatan. Kelompok WTP Awal simulasi Mei 2012 Akhir simulasi Mei 2022 WTP 1.80 1.60 WTP 1 2.48 2.28 WTP 2 3.16 2.96 WTP 4 4.52 4.32 WTP 5 5.20 5.00 rerata 3.43 3.23 Sumber : data hasil olahan 2012 Pengelolaan terpadu menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung menjadi lebih banyak hingga mencapai 13 478 orang dan berada diatas daya dukung penginapan yang ada sebanyak 13 436 orang. WTP wisatawan sebesar Rp. 323 000,- per orang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya tetapi lebih kecil dibandingkan awal simulasi sebesar Rp. 343 000,-. Nilai total benefit yang diperoleh mencapai Rp. 4 353 394 000,- dimana nilai total benefit tersebut belum didiskon dan hanya untuk mengetahui aliran nilai multiyears Hutabarat et al. 2009a. Nilai perhitungan WTP dan total benefit dapat dilihat pada Tabel 16 berikut : Tabel 16. Nilai WTP individu dari wisatawan dan total benefit kegiatan wisata di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. Simulasi WTP i individu Jumlah wisatawan Total benefit Awal Mei 2012 Rp. 343 000,- 3 598 Rp. 1 234 114 000,- Akhir Mei 2022 Rp. 323 000,- 13 478 Rp. 4 353 394 000,- Sumber : Data hasil olahan Keterangan : = nilai sebelum didiskon Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa pada akhir simulasi bulan Mei 2022 masih terdapat lahan kosong yang belum dimanfaatkan seluas 1.47 hektar Tabel 17. Harus ada kebijakan pemanfaatan lahan untuk tetap menjaga agar lahan kosong tersebut tetap terjaga dan tidak dimanfaatkan. Hal ini disebabkan apabila lahan kosong tersebut ditanami dengan vegetasi dan tidak dialihfungsikan sebagai bangunan maka akan cukup bermanfaat sebagai daerah resapan air untuk menjaga kualitas sumber air tawar di Pulau Pramuka. Tabel 17. Pemanfaatan lahan untuk pemukiman penduduk dan fasilitas penginapan. Pemanfaatan lahan Luas awal simulasi Mei 2012 hektar Luas akhir simulasi Mei 2022 hektar Luas pemukiman 4.78 6.70 Luas penginapan 1.55 4.03 Luas lahan kosong 5.87 1.47 Sumber : Data hasil olahan Pengelolaan sektoral, seperti pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang sub-model biologi, tidak cukup untuk menjaga keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Demikian juga halnya pengelolaan biaya masuk kawasan konservasi sub-model sosial ekonomi tidak dapat membuat kondisi lingkungan perairan dan ekosistem terumbu karang menjadi berkelanjutan. Pengelolaan pengolahan air limbah sub-model lingkungan perairan juga tidak dapat membuat ekosistem terumbu karang menjadi berkelanjutan. Berdasarkan analisis kriteria ganda menggunakan analisis trade-off maka skenario pengelolaan terpadu dari sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi merupakan strategi pengelolaan yang paling tepat dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya yang tidak menitikberatkan pengelolaan hanya pada sektor-sektor tertentu. Secara umum pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 67. Pengelolaan Terpadu Ekosistem Terumbu Karang di P. Pramuka, Taman Nasional Kep. Seribu Sub-sistem Biologi Sub-sistem Sosial Ekonomi Sub-sistem Lingkungan Perairan Ekosistem terumbu karang - Kunjungan wisatawan - Aktifitas wisatawan limbah BOD - Kunjungan wisatawan - Pemanfaatan lahan Kualitas lingkungan perairan Gambar 67. Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan studi model dinamik didalam pengelolaan ekosistem terumbu karang yang keberlanjutan di Pulau Pramuka maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengelolaan secara sektoral dari sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan, sub-model sosial ekonomi tidak menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang; 2. Pengelolaan sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub- model sosial ekonomi sangat terkait satu sama lain dan harus dilaksanakan secara terpadu untuk menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang; 3. Pengelolaan terpadu untuk menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang antara lain meliputi : a. Pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang yaitu berupa pembatasan atau pengurangan perikanan muroami, pengelolaan sampah yang berasal dari masyarakat, pengolahan air limbah sebelum dibuang langsung ke perairan, pembuatan jangkar kapal permanen untuk tambatan kapal nelayan, peningkatan kesadaran bagi wisatawan yang melakukan kegiatan selam dan snorkeling, perikanan tradisional yang ramah lingkungan, pelarangan perikanan menggunakan bom dan potasiumsianida serta mencegah aktifitas yang mengakibatkan tingginya sedimentasi di sekitar perairan Pulau Pramuka; b. Biaya memasuki kawasan konservasi Pulau Pramuka minimal sebesar Rp. 36 000,- bagi para wisatawan atau individu; c. Pengolahan air limbah sebesar 30 sebelum dibuang langsung ke perairan. 4. Pengelolaan terpadu bukan saja menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang tetapi juga dapat menjamin keberlanjutan ekosistem lainnya seperti lamun dan mangrove serta keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat Pulau Pramuka; 5. Model dinamik dalam penelitian ini dapat diandalkan sebagai salah satu alternatif bagi pemangku kepentingan didalam mengelola ekosistem terumbu karang.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu adanya pengelolaan sampah secara terpadu bukan saja antara Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tetapi juga wilayah terkait terutama daerah-daerah yang memiliki muara sungai di Teluk Jakarta seperti Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat; 2. Perlu dilakukan studi tentang pengaruh kualitas air tawar akibat meningkatnya pemanfaatan lahan baik untuk pemukiman masyarakat maupun untuk pembangunan fasilitas wisata; 3. Perlu ditetapkan luasan lahan kosong minimal sebagai ruang terbuka hijau dan resapan air untuk menjaga kualitas dan keberlajutan sumber air tawar di Pulau Pramuka; 4. Dana yang diperoleh dari biaya masuk wisatawan digunakan untuk pembangunan pengolahan limbah domestik, pengadaan dan perbaikan sarana sanitasi dan saluran buangan limbah domestik serta pengembangan dan perbaikan sarana pengolahan sampah. 5. Perlu dilakukan kegiatan-kegiatan wisata yang mengajak wisatawan untuk secara langsung membantu melakukan rehabilitasi dan perbaikan ekosistem di Pulau Pramuka seperti kegiatan penanaman karang, lamun dan mangrove serta sosialisasi tentang pentingnya ekosistem terumbu karang; 6. Perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu antara Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu selaku pemangku kepentingan untuk menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang.