Struktur Model Model Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang .1 Batasan Model

3.3.6 Parameter Lingkungan Perairan 3.3.6.1 Sedimen Pengumpulan sampel sedimen dilakukan dengan mengkoleksi sedimen yang terperangkap dalam perangkap sedimen sediment trap yang dipasang selama 30 hari pada kedalaman 3 - 5 m di setiap stasiun pengamatan Gambar 15. Sampel sedimen tersebut selanjutnya dianalisis di Laboratorium Lingkungan Perairan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Selanjutnya perhitungan laju sedimentasi mgm 2 bulan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Rogers et.al. 1994 sebagai berikut : dimana r = jari-jari perangkap sedimen cm dan n = jumlah paralon perangkap sedimen 3 unit. . Gambar 15. Pengambilan sampel sedimen menggunakan perangkap sedimen.

3.3.6.2 BOD

BOD Biochemical Oxygen Demand merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik termasuk proses respirasi pada keadaan aerob sehingga BOD dapat menggambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme yang terjadi di perairan. BOD disebut juga Biological Oxygen Demand yang menggambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikroorgansme yang terjadi di perairan dimana proses yang terjadi tidak hanya proses biologi oleh mikroorganisme tetapi juga proses penguraian secara kimia Hariyadi et al. 2000. Penentuan BOD dilakukan dengan cara menghitung kadar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terlarut di perairan dalam waktu 5 hari, yang merupakan selisih kadar oksigen pada hari ke-1 dengan hari ke-5. Metode ini menggunakan botol terang dan botol gelap. Botol terang langsung dilakukan kadar oksigen terlarutnya sedangkan botol gelap disimpan dalam BOD inkubator pada suhu 20 o C selama 5 hari dimana merupakan suhu dan waktu yang standar dalam penentuan BOD karena dianggap pada temperatur tersebut proses dekomposisi berjalan optimum dan sekitar 75 bahan organik telah terdekomposisi. Pengambilan sampel BOD dilakukan di sekitar terumbu karang, sekitar pantai dan pembuangan limbah domestik di Pulau Pramuka pada bulan Mei 2012 yang berjumlah 15 stasiun pengamatan. Selanjutnya sampel BOD dianalisis di Laboratorium Lingkungan Perairan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

3.3.6.3 Derajat keasaman pH, Suhu, Salinitas, DO, Nitrat dan Fosfat

Parameter derajat keasaman pH, suhu, salinitas, DO, nitrat dan fosfat diukur pada setiap stasiun pengamatan terumbu karang perairan Pulau Pramuka. Alat pengukur DO meter digunakan untuk mengukur parameter pH, suhu, salinitas dan DO secara langsung di setiap stasiun pengamatan. Parameter nitrat dan fosfat diukur dengan dilakukan pengambilan sampel pada setiap stasiun pengamatan dan kemudian dianalisis di Laboratorium Lingkungan Perairan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Menurut Tomascik 1997 kondisi derajat keasaman yang cocok bagi pertumbuhan karang pada kisaran 8,2 – 8,5. Derajat keasaman menunjukkan aktivitas ion H + dalam air. Apabila suatu perairan laut mendapatkan gangguan maka ion bikarbonat dalam air laut akan membentuk suatu larutan penyangga yang mampu menetralisir ion-ion yang masuk sehingga derajat keasaman tetap stabil Gibson et al. 2005. Karang hermatipik tumbuh dan berkembang dengan subur antara suhu 25 o C sampai 29 o C. Secara umum di alam fluktuasi suhu tidak sempit dengan suhu terendah untuk organisme ini sebagian besar hidup di atas suhu 18 o C dan suhu tertinggi 32 o C Thamrin 2006. Salinitas mematikan seluruh jenis karang terjadi di atas 48 ‰. Salinitas terendah dimana karang masih mentolelir sekitar 27 ‰ namun ada kondisi pada salinitas mendekati 0 ‰ masih ditemukan Thamrin 2006. Organisme karang hidup dengan sangat baik pada salinitas 35 ‰ atau sama dengan salinitas rata-rata lautan samudra . Nilai salinitas optimum untuk pertumbuhan karang yaitu 34 ‰ sampai 36 ‰ Supriharyono 2000. Menurut Romimohtarto dan Juwana 2001, keadaan lingkungan disenangi pertumbuhan karang meliputi salinitas diatas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰. Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan tergantung suhu,salinitas, turbulensi air, dan tekanan. Perairan diperuntukkan bagi kepentingan perikanan memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mgL. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mgL menimbulkan efek kurang menguntungkan bagi organisme akuatik Effendi 2003.

3.3.7 Curah Hujan

Data curah hujan di Pulau Pramuka diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat. Data tersebut diperoleh dari Stasiun Klimatologi dan Geofisikan Tanjung Priok, Jakarta, berupa data curah hujan mm tiap bulan selama 15 tahun yaitu sepanjang tahun 1997 hingga 2011. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk melihat persentase curah hujan bulanan selama setahun.

3.4 Skenario Pengelolaan Terumbu Karang

Berdasarkan Chang et al. 2008 maka skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka terdiri dari 5 skenario pengelolaan. Skenario pengelolaan tersebut antara lain skenario tanpa pengelolaan, skenario pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang, skenario pengelolaan dengan biaya masuk kawasan konservasi, skenario pengolahan limbah dan skenario pengelolaan terpadu, yaitu sebagai berikut: 1. Skenario A, yaitu tanpa adanya pengelolaan, baik pengelolaan terhadap sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi; 2. Skenario B, yaitu hanya dilakukan pengelolaan terhadap faktor-faktor yang merusak terumbu karang seperti perikanan yang merusak, kegiatan wisata snorkeling dan menyelam yang ramah lingkungan, pengelolaan sampah dan pelarangan perikanan muroami pengelolaan sub-model biologi; 3. Skenario C, yaitu hanya dilakukan pengelolaan terhadap biaya masuk ke kawasan konservasi Pulau Pramuka bagi wisatawan pengelolaan sub- model sosial-ekonomi; 4. Skenario D, yaitu hanya dilakukan pengelolaan terhadap air limbah yang dibuang langsung ke perairan pengelolaan sub-model lingkungan perairan; 5. Skenario E, yaitu pengelolaan terpadu yang meliputi pengelolaan sub- model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi. Selanjutnya dilakukan analisis trade-off melalui skoring untuk memperoleh skenario yang memiliki nilai tertinggi. Skoring dilakukan menggunakan persamaan benefit indicators dan cost indicator Brown et al. 2001; Nardo et al. 2005 seperti pada persamaan berikut : benefit indicators : …………………………………... 5 cost indicators : ………………..……………………... 6 dimana : Xs = nilai skor; X = nilai kriteria; X max = nilai maksimum; X min = nilai minimum Setelah dilakukan skoring maka dilakukan pembobotan untuk masing- masing kriteria, dimana kriteria sub-model biologi sebesar 40, kriteria sub- model lingkungan perairan 30 dan kriteria sub-model sosial ekonomi 30. Skenario yang dipilih adalah skenario yang memiliki nilai akhir tertinggi.