Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak)Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional

(1)

KEKERASAN YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM UPAYA

PEMBENTUKAN HUKUM PIDANA NASIONAL

(Studi Kasus Di Kota Medan)

TESIS

Oleh:

M

uhammad Ansori Lubis

017005025/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008


(2)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL TESIS : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN

(TINDAK) KEKERASAN YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM UPAYA PEMBENTUKAN HUKUM PIDANA NASIONAL (Studi Kasus di Kota Medan)

NAMA MAHASISWA : MUHAMMAD ANSORI LUBIS

NOMOR POKOK : 017005025

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Chainur Arrasyid, SH. K e t u a

Prof. Muhammad Daud, SH. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktris

Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa

B.Msc


(3)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas terselesaikannya penulisan hasil penelitian tesis ini yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional (Studi Kasus di Kota Medan)”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan, saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Chainur Arrasyid, SH, Bapak Prof.Muhammad Daud SH dan Bapak Prof.Dr. Alvi Syahrin, SH.MS, atas kesediaannya membantu dalam rangka memberikan bimbingan dan petunjuk serta arahan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Berkat bimbingan, petunjuk dan arahan yang diberikan sehingga telah diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada para Dosen Penguji di luar komisi pembimbing yaitu, yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Prof. Warsani, SH., dan Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH., yang juga telah banyak memberikan masukan, petunjuk dan arahan yang konstruktif terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium sampai seminar hasil menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum, dan Ibu Dr. Sunarmi, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya pada Magister Ilmu Hukum yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi, atas jasa dan budi baik para Ibu dan Bapak Dosen, penulis ucapkan terima kasih.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu penulis dalam memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.


(4)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

5. Para responden khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai perhatian di bidang perlindungan anak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuan berupa data dan informasi yang penulis butuhkan dalam rangka penulisan tesis ini.

6. Ibu Sariaty PR. Siregar Br. Pardede selaku Ketua Umum Yayasan Perguruan Darma Agung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, MS, selaku Rektor Universitas Darma Agung tempat penulis bekerja yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Bapak Faisal Akbar Nasution, SH.M.Hum., dan Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH.MS, selaku Dekan dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Darma Agung yang telah memberikan dorongan dan masukan-masukan dalam penulisan tesis ini.

9. Rekan-rekan pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yaitu Antoni Tarigan, SH.CN, Majda El Muhtaj, M.Hum., Marlia Sastro, M.Hum, Habibie, SH, yang selalu memberikan bantuan, dorongan dan motivasi kepada penulis dalam rangka penyelesaian studi pada Program Magister Ilmu Hukum dan juga rekan-rekan di Fakultas Hukum UDA, Syawal A. Siregar, SH.Sp.N.MM, Alusianto Hamonangan, SH., Drs. Usman Marpaung, Manahan Nainggolan, SE dan Lanna Siregar, ST.

Secara khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Ayahanda Alm. Haji Adam Nurdin Lubis dan Ibunda Hj. Nurhayati terima kasih buat do’a dan cintanya. Buat isteriku tercinta Dra. Maya Linsa Sipahutar serta anak-anakku tersayang Febby Putri Anasya Lubis, Muhammad Fadhil Lubis dan Alm. Nazwa Puteri Lubis terima kasih atas pengertian dan pengorbanan serta do’anya selama penulis mengikuti perkuliahan.

Akhirnya semoga segala budi baik, jasa-jasa dan semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlimpah dari Allah SWT.

Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum, meski keberadaannya bagaikan setetes air di atas lautan yang luas dan dalam.

Amin.

Medan, Pebruari 2007

Penulis,


(5)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN (TINDAK) KEKERASAN YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM UPAYA

PEMBENTUKAN HUKUM PIDANA NASIONAL (Studi Kasus Di Kota Medan)

Muhammad Ansori Lubis *) Chainur Arrasyid **) Muhammad Daud **)

Alvi Syahrin **)

INTISARI

Kekerasan terhadap anak atau violence (terutama child abuse, sexual exploitation dan economic exploitation) masih terus berlangsung. Di Indonesia, puluhan ribu perempuan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, berkeliaran siang dan malam sebagai komoditas seks, baik ke pasar seks domestik maupun manca negara. Lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera menjadi tujuan pelancong seks dari luar negeri. Selain menjadi komoditas seks, ada berjuta-juta anak Indonesia yang terpaksa bekerja sebelum waktunya secara tidak layak dalam berbagai bentuk pekerjaan seperti mengemis, menjajakan surat kabar di jalanan atau mengais-ngais gundukan sampah.

Menurut taksiran, dewasa ini diperkirakan jumlah anak Indonesia usia di bawah 14 (empat belas) tahun yang secara ekonomis aktif adalah sekitar 2 sampai 4 juta anak. Tetapi sekedar angka saja, tidak dapat menggambarkan penderitaan fisik, intelektual, emosional dan moral yang harus ditanggung pekerja anak. Angka itu tidak mengungkapkan bagaimana hari depan seorang anak yang tidak berpendidikan, hari depan seseorang tanpa harapan akan perbaikan.

Bentuk kekerasan yang dialami anak, bukan saja berasal dari kondisi atau keadaan keluarga dan bangsa, tetapi juga berasal dari perlakuan anggota keluarganya sendiri.

Kekerasan di rumah tidak terjadi begitu saja tetapi ada kondisi sosial-budaya yang mendukung terjadinya kekerasan tersebut.

Kondisi tersebut secara minimal dapat dikategorikan menjadi kondisi budaya, kondisi sosial dan kondisi ekonomi sedangkan bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis dan seksual.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahannya adalah : (1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positip; (2) bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang dilakukan keluarga dalam upaya pembentukan hukum pidana nasional.


(6)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU. **) Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Hasil penelitian dalam tesis ini adalah menunjukkan bahwa pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap anak tidak diatur secara tersendiri, pengaturannya tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam UU No. 23 Tahun 2002, UU No. 23 Tahun 2004, UU No. 4 Tahun 1979, UU No. 3 Tahun 1999, sehingga dari berbagai peraturan perundangan tersebut tidak dijumpai keseragaman defenisi tentang anak dan batas usia siapa yang disebut dengan anak tersebut, untuk itu dalam pembentukan KUHP Nasional perlu ditegaskan batasan umur anak yang dapat dijadikan acuan bagi hukum positif khususnya dibidang perlindungan anak. Sedangkan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang dilakukan keluarga dalam pembentukan KUHP Nasional perlu diatur secara tegas tentang hak-haknya, yang dalam hal ini perlu diatur pertanggung jawaban perdata pelaku tindak kekerasan terhadap anak disamping pertanggung jawaban pidana. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa perkembangan menunjukkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan keluarga pada kenyataannya sering terjadi dalam kehidupan masyarakat sementara perlindungan terhadap anak korban kekerasan masih sebatas pemberatan hukuman kepada si pelaku tanpa memberikan ganti rugi kepada si korban.

Kewajiban negara secara yuridis akan bergantung pada hukum positif yang ada di dalam negara tersebut untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap seorang anak, dan usaha perlindungan terhadap anak harus didukung oleh adanya hukum perlindungan anak yang efektif dan komprehensif.

_________________________

Kata kunci : - Perlindungan Anak - Kekerasan terhadap anak


(7)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Law Protection Against Child Abuse Committed by Family in Efforts of Forming National Criminal Law

(Case Study in Medan Town)

Muhammad Ansori Lubis ∗ Chainur Arrasyid ∗ ∗ Muhammad Daud ∗ ∗

Alvi Syahrin ∗ ∗

ABSTRACT

Violence against child (mainly child abuse, sexual exploitation and economic exploitation) has still been continuing. In Indonesia, thousands of girls under 18 years old, wander about in the afternoon and night as sex commodity, either to domestic sex marketing or foreign countries. An international organization predicts that Indonesia will be tourist sight-seer aim soon from abroad. Besides being sex commodity, there are millions of Indonesian children being forced to work before unreasonable time in various jobs as begging, peddling news paper in the street or scraping pile of rubbish.

According to estimation, now a days it is estimated that there are around 2 or 4 million Indonesian children under 14 years old being active economy, but it is only in number, it can’t describe physical, intellectual, emotional and moral anguish that must be born by child worker. That number doesn’t express how a child’s future who doesn’t have education, without hope for improvement.

The form of violence experienced by a child is not only from family and nation condition but also from his own family’s treatment. Violence at home doesn’t happen just like that but there is cultural social condition that supports the violence to happen. Minimally, that condition can be categorized to be cultural condition, social condition and economic condition while the form of violence experienced by a child can be violence actions in physics as well as mental and sexual.

Based on the description above, the problems are (1) how law protection against child according to positive law; (2) how law protection against child abuse committed by family in efforts of forming national criminal law.

Student of study Program of Law Magister in Post Graduate of North Sumatera University.

**


(8)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Research methode used is research methode of normative juridical law and sociological jurisdiction.

The result of research in this thesis indicates that the arrangement of law protection against child is not arranged separately, the arrangement spreads in various legislation regulation as in regulation No. 23 year 2002, regulation No. 23 year 2004, regulation No. 4 year 1979, regulation No. 3 year 1999, with the result that from various legislation regulations are not found the same definition about child and whose age limit is said to that child, for that, in forming National KUHP needs explaining the child age limit that can be made in to a proposal for positive law, especially in child protection field, while law protection against child abuse committed by family in forming National KUHP needs arranging firmly about child’s rights, in this case, it needs arranging the responsibility of violence doer court of justice against child besides the responsibility of criminal. This is based on the consideration thet development indicates violence committed by family often happens in reality in society life while protection against child abuse is still severe punishment for the doer without giving compensation to the victim, juridically, country obligation will depend on positive law its self in thet country so that it can give reasonable protection against a child, and protection efforts against child must be supported by effective and comprehensive child protection law.

____________________

Keyword : - Protection child - Violence against child


(9)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

USU e-Repository © 2008 DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ……… i

BAB I : PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ………. 7

D. Manfaat Penelitian ……… 8

1. Bagi Ilmu Pengetahuan ……… 8

2. Bagi Pemerintah/ Penegak Hukum ……….. 8

3. Bagi Masyarakat ……….. 8

E. Keaslian Penelitian ……….. 8

F. Metode Penelitian ……… 9

1. Jenis Penelitian ……… 9

2. Metode Kajian (Pendekatan) ……….. 9

3. Sifat dan Bentuk Penelitian ……… 10

4. Lokasi Penelitian ……… 11

5. Alat Pengumpulan Data ………. 11

6. Pengolahan, Analisis dan Konstruksi Data ……… 12

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN A. Anak 1. Pengertian Anak ……….. 14

2. Sejarah Lahirnya Hukum Anak di Indonesia ……….. 23


(10)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

B. Child Abuse / Kekerasan Pada Anak

1. Psikologi Perkembangan Anak ………... 49 2. Viktimologi/ Ilmu Pengetahuan mengenai korban …………. 54 3. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child

Abuse) ……… 60 C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 65

BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK

A. Kajian Empiris ……….. 83 B. Kajian Normatif ………. 92

1. Keterbatasan Kerja Hukum ……… 92

2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . . 93

3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum ……… 97

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 117 B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 126 C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 128 D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 132 E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional…135 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 138

B. Saran ……….. 139

DAFTAR PUSTAKA ……… 141


(11)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007

USU e-Repository © 2008 ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ……… i

BAB I : PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ………. 2

C. Tujuan Penelitian ………. 2

D. Manfaat Penelitian ……… 2

E. Keaslian Penelitian ……….. 2

F. Spesifikasi Penelitian……… 2

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN A. Anak 1. Aspek Agama ……….. 4

2. Aspek Sosiologis ……….. ……….. 5

3. Aspek Hukum……… 5

B. Child Abuse / Kekerasan Pada Anak………. 7

C. Kekerasan pada Anak di dalam keluarga (Domestic Child Abuse)………..………. 9

D. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan ... 11

BAB III : KAJIAN TERHADAP KEKERASAN ANAK A. Kajian Empiris ……….. 14

B. Kajian Normatif ………. 15

1. Keterbatasan Kerja Hukum ……… 16

2. Perbedaan Dalam Mengartikan “Child abuse” di Indonesia . .16 3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum ……… 17


(12)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Anak Dalam Keluarga ………. 19 B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat ………. 21 C. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak ……… 22 D. Usaha-usaha Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan 24 E. Kekerasan Dikaitkan Dengan Pembentukan KUHP Nasional… 25 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 27

B. Saran ……….. 28


(13)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang berkedudukan mulia. Keberadaannya, melalui proses penciptaan yang dimensinya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transedental dari proses ratifikasi sains (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur Ilahiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan (Tauhid Islam) (1)

Penjelasan kedudukan anak dalam Agama Islam ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat (70) yang terjemahannya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (2)

Penjelasan Surah Al-Qur’an tersebut diikuti dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya “Semua anak dilahirkan atas kesucian, sehingga ia jelas bicaranya, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan menjadi Yahudi atau Nasrani atau Madjusi (3)

(1)

Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi Dan Hukum perlindungan Anak, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6

(2)

T. M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk, 1971, Al-qur’an Dan Terjemahannya, Khadim al Haramain asy Syasifain (Pelayan kedua Tanah Suci)

(3)


(14)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Pernyataan yang diberikan oleh Islam menjadi perhatian bidang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum yaitu Hukum Perlindungan Anak, baik dalam melakukan perlindungan, pembinaan, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya mempunyai tujuan menjadikan anak sebagai khalifah di tengah masyarakat.

Negara Indonesia sebagai negara hukum, masalah perlindungan terhadap anak, merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

Pernyataan dari pasal tersebut, menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa dan anak-anak dalam mendapat perlindungan hukum.

Begitu pula arah kebijakan di bidang hukum, yang tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, di antaranya “menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.”

Berdasarkan arah kebijakan di bidang hukum yang tertuang dalam GBHN tersebut, dapat dikatakan bahwa masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah masalah penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai korban tindak kekerasan, yang dilakukan oleh keluarga. Bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga, merupakan bagian yang terkecil dari bentuk kekerasan yang dialami anak.


(15)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Setiap hari, jutaan anak di seluruh dunia berhadapan dengan bahaya. Mereka menjadi korban peperangan, kekerasan, diskriminasi rasial, apartheid, agresi, pendudukan dan aneksasi. Setiap hari, jutaan anak menderita akibat kemiskinan dan krisis ekonomi (4)

Di Indonesia, puluhan ribu perempuan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, berkeliaran siang dan malam sebagai komoditas seks, baik ke pasar seks domestik maupun manca negara. Lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera menjadi tujuan para pelancong seks dari luar negeri.(5)Selain menjadi komoditas seks, ada berjuta-juta anak Indonesia yang terpaksa bekerja sebelum waktunya secara tidak layak dalam berbagai bentuk pekerjaan, seperti mengemis, menjajakan surat kabar di jalanan atau mengais-ngais gundukan sampah.

Menurut taksiran, dewasa ini diperkirakan jumlah anak Indonesia usia di bawah 14 (empat belas) tahun yang secara ekonomis aktif adalah sekitar 2 sampai 4 juta anak. Tetapi sekedar angka saja, tidak dapat menggambarkan penderitaan fisik, intelektual, emosional dan moral yang harus ditanggung pekerja anak. Angka itu tidak mengungkapkan bagaimana hari depan seseorang anak yang tidak berpendidikan, hari depan seseorang tanpa harapan akan perbaikan.

Pekerja anak, merupakan pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan atas hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, kebebasan, dan perlindungan dari pemerasan.(6) Hal yang mengejutkan, adalah kenyataan bahwa masalah pekerja anak

(4)

Forum Keadilan, No. 11, 30 Juni 2002, hal. 11

(5)

Ibid

(6)

Hadi Setia Tunggal (Ed), 2000, Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of the Child), Harvarindo, hal, iii-iv


(16)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

-anak masa kini.

bukan saja mengancam hari depan anak secara individu, melainkan yang sangat berbahaya bagi hari depan bangsa dan negara di kemudian hari, karena masa depan negara terletak di tangan anak

Bentuk kekerasan yang dialami anak, bukan saja berasal dari kondisi atau keadaan keluarga dan bangsa, tetapi juga berasal dari perlakuan anggota keluarganya sendiri. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis dan seksual. Seperti yang terjadi di kota Binjai Sumatera Utara awal April 2003, yaitu seseorang Abang mencabuli 2 (dua) orang adik kandungnya. Seorang ibu di kota Subang-Jawa Barat, awal Agustus 2003 menganiaya anak kandungnya hingga tewas. Peristiwa yang dialami seorang gadis cilik yang berusia 9 (sembilan) tahun di Tegal-Jawa Tengah, awal Mei 2003 yang dicabuli oleh ayah angkatnya. Seorang ibu di Tangerang awal Januari 2006 tega membakar anaknya hingga meninggal dunia seperti yang dialami Indah yang berusia 3 tahun. Dalam penelitian ini selain peneliti melihat perlindungan hukum yang telah diberikan terhadap anak korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang lain juga melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga.

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan studi kasus di kota Medan. Hal ini dilakukan karena tindak kekerasan terhadap anak di Medan meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini dapat dilihat dari jumlah kasus yang sedang ditangani Polisi Kota Besar (Poltabes) Medan yaitu tahun 2003 dan Januari 2004 dengan jumlah kasus 168 kasus. Tindak kekerasan yang dialami anak tidak saja diterimanya dari orang lain tetapi juga dari keluarganya sendiri.


(17)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

“Keluarga dan Kekerasan” sekilas seperti sebuah paradoks. Kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi keluarga diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat dan sebagainya, yang diterima anak dari anggota keluarganya hingga ia dewasa dan sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri. Apabila seorang anak mendapat tindak kekerasan dari keluarganya siapa yang menanggung kerugian yang dideritanya. Kerugian anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga tidak saja bersifat material, tetapi juga immaterial antara lain berupa goncangan emosional dan psikologis yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan masa depannya.

Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/34, ditentukan bahwa kerugian yang diderita korban kejahatan meliputi kerugian fisik maupun mental (psysical on mental injury), penderitaan emosional (emotional suffering), kerugian ekonomi (economie loss) atau perusakan substansial dari hak-hak asasi mereka (substansial impairment of their fundamental right). Selanjutnya dikemukakan, bahwa seseorang dapat dipertimbangkan sebagai korban tanpa melihat apakah si pelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan atau dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara si pelaku dengan korban (7)

Dalam hukum pidana positif yang berlaku, kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak kekerasan belum secara konkrit diatur. Artinya hukum pidana positif

(7)

Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 54-55


(18)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, yaitu dengan adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung dan konkrit, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.

Perlindungan anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga hanyalah berupa pemberatan sanksi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 356 ayat (1) KUHP, yang menentukan:

“Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya

1e. Jika sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, isterinya (suaminya) atau anaknya”.

Hal yang sama diatur dalam Pasal 13 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 menyatakan sebagai berikut :

(1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi,

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. penelantaran,

d. kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, e. ketidak adilan dan

f. perlakuan salah lainnya.

(2). Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.


(19)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Jadi pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggung jawaban terhadap kerugian/penderitaan korban secara langsung dan konkret, tetapi lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi/individual.

Di sisi lain dalam Pasal 51 ayat (2) Konsep KUHP tahun 2004, salah satu yang wajib dipertimbangkan hakim dalam pemidanaan adalah pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan dan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.

Uraian dalam Rancangan KUHP tersebut, telah lebih luas memberikan perlindungan terhadap korban dibanding dengan pasal perundang-undangan yang tersebut di atas, akan tetapi masih berupa perlindungan secara tidak langsung kepada korban.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak menurut hukum positip

Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan yang dilakukan keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak yang berlaku saat ini dan juga untuk


(20)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan dalam keluarga dikaitkan dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini secara umum diharapkan mempunyai manfaat/faedah yang dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mendalami pengetahuan tentang perlindungan anak dan peradilan pidana anak.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah/Penegak Hukum

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan dan menjadi salah satu alternatif bagi pemerintah/penegak hukum dalam membenahi/penegakan hukum dalam rangka perlindungan anak di Indonesia, terutama dalam pembentukan hukum pidana nasional.


(21)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan, sehingga masyarakat mendapatkan informasi tentang perlindungan anak korban kekerasan dalam keluarga dalam kaitannya dengan pembentukan hukum pidana nasional Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul: Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan Yang Dilakukan Keluarga Dalam Upaya Pembentukan Hukum Pidana Nasional (Studi Kasus di Kota Medan), sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.10 Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menemukan hukum in concreto. 11

10

Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 10

11

Soetandyo Wignjosoebroto, dalam Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum,

Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 43, membagi penelitian hukum doktrinal atas : a). penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar-dasar falsafah hukum positip, b) . penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto.


(22)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu dapat diketemukan.12 Perkara tertentu dalam penelitian ini adalah perkara tindak kekerasan keluarga terhadap anak, akan tetapi terlebih dahulu melihat perkara tindak kekerasan yang dialami anak selain dari keluarganya sendiri.

2. Metode Kajian (Pendekatan).

Metode Kajian (pendekatan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan antara metode normatif analitis dan sosiologis.

a. Metode kajian normatif analitis yaitu melihat hukum sebagai suatu peraturan yang abstrak atau sebagai lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut.

b. Metode kajian sosiologis, yaitu melihat hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan konkret dalam masyarakat. Oleh karena itu, metode ini memusat kan perhatiannya pada pengamatan mengenai efektivitas dari hukum.13

Metode kajian normatif analitis dilakukan dengan meneliti data sekunder atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Metode kajian sosiologis dilakukan dengan meneliti data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari masyarakat.

3. Sifat dan Bentuk Penelitian.

12

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 22

13


(23)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk preskriptif.

a. Deskriptif ialah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, pandangan, sikap yang nampak dan sebagainya. 14 Data yang diaturkan dan ditafsirkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

b. Preskriptif ialah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. 15

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Ditetapkan Kota Medan sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat kejahatan kekerasan terhadap anak yang tinggi.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi dokumen atau bahan pustaka yaitu melakukan penelitian terhadap data sekunder yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari: a). Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.

b). Peraturan Dasar: 1). Batang Tubuh UUD 1945; 2). Ketetapan MPR

14

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (VI-Press), Jakarta, hal. 10

15


(24)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

c). Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak kekerasan.

d). Traktat, dalam hal ini konvensi Hak-hak Anak

5). Bahan hukum dari zaman penjajahan, dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Bahan hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus.

b. Wawancara dan Kuesioner.

Digunakan untuk memperoleh data primer dari responden dan narasumber.

6. Pengolahan, Analisis dan Konstruksi Data

Di dalam penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.16

Dalam melakukan analisis data, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Memilih data sekunder yang sesuai dengan perlindungan hukum terhadap anak

korban tindak kekerasan.

16


(25)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

b. Membuat sistematika dari pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan anak korban tindak kekerasan.

Data dianalisis secara logis, sistematis, dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Analisis data secara logis berarti cara berfikir yang digunakan runtut, tetap dan tidak ada pertentangan di dalamnya, sehingga kesimpulan yang ditarik dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Sistematis maksudnya setiap analisis saling kait mengkait karena merupakan satu kesatuan yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Metode induktif maksudnya adalah dari data yang khusus ditarik kesimpulan yang umum setelah dibandingkan dengan studi kepustakaan mengenai perlindungan hukum anak dalam peradilan pidana anak.

Selanjutnya berbagai ketentuan hukum terkait dengan perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak diterapkan pada data yang diperoleh (induktif).

Menggunakan metode deduktif dan metode induktif, dapat diketahui perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana anak. Dari pembahasan dan analisis ini diperoleh kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan/yang diangkat dalam penelitian ini.


(26)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BAB II

PERLIDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

A. Anak

1. Pengertian Anak

Pengertian anak dapat dilihat dari aspek yang sangat luas baik dari aspek agama, sosiologi hukum dan sebagainya.

1. Aspek Agama

Pengertian anak menurut pandangan agama Islam dapat dilihat dari hikmah penciptaan manusia. Bahwa Allah SWT, pencipta alam ini telah memuliakan


(27)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

manusia. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat (70), Allah berfirman “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Di antara kemuliaan yang paling besar yang Allah berikan kepada manusia adalah akal. Adanya akal menjadikan manusia mampu mengenal pencipta-Nya, mengenal makhluk-makhluk lain-Nya, mengambil petunjuk untuk mengenal sifat-sifat-Nya dengan hikmah dan amanah yang Allah titipkan pada dirinya. 17

“Dari hikmah penciptaan manusia, Islam memandang pengertian Anak sebagai suatu yang mempunyai kedudukan mulia. Anak dalam bahasa Arab disebut “walad”, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangan ke arah abdi Allah yang saleh. Memandang anak dalam kaitan dengan perkembangan membawa arti bahwa: a. anak diberi tempat khusus yang berbeda dunia dan kehidupannya sebagai orang

dewasa.

b. Anak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa dan para pendidiknya“18

“Hikmah penciptaan manusia dari arti kata anak itu sendiri, meletakkan kedudukan anak menjadi tanggung jawab orang tua. Tanggung jawab dimaksud adalah tanggung jawab Syari’ah Islam yang harus diemban dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara. Islam juga meletakkan tanggung jawab tersebut pada 2 aspek yaitu aspek duniawiah yang meliputi kesejahteraan, keselamatan di dunia dan aspek ukhrawiah yang meliputi pengampunan/pahala dari pembina, pemelihara dan pendidikan di dunia” 19 Tanggung jawab orang tua terhadap anak bermakna dari amanah Allah, bahwa anak sebagai titipanNya. Tanggung jawab tersebut bermakna dari amanah Allah,

17

Imam Ghazali, 1998, Hikmah Penciptaan Makhluk, Lentera, Jakarta, hal. 108-109

18

Imam Jauhari, 2001, Perlindungan Hukum terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam (Penelitian di kota Binjai), Tesis, hal. 92

19


(28)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

bahwa anak adalah titipan saja untuk kedua orang tuanya, akan tetapi untuk masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian ini melahirkan hak-hak yang harus diakui, diyakini dan dilaksanakan serta harus diterima anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

Keharusan pelaksanaan dari hak-hak anak diperkuat dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat (31), yang terjemahannya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada mu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat besar.

Di antara hak-hak anak dalam pandangan agama Islam, yaitu:

a. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim ibunya ( Q. S. Al-Baqarah ayat (233) )

b. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang benar (Q. S. Mujaadalah ayat (11))

c. Hak untuk mendapatkan nafkah orang tuanya (Q. S. Qashash ayat (12) ) Beberapa hak tersebut menunjuk bahwa tidak sepanjang hidup anak menerima hak yang demikian, akan tetapi perlu pembatasan antara yang dikatakan sebagai anak dan dewasa. Berarti sebelum dewasa masih dikatakan anak.

Menurut Fiqih Islam, seseorang dewasa dengan salah satu tanda berikut ini: a. Cukup berumur 15 tahun


(29)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

b. Keluar mani c. Mimpi bersetubuh.

d. Mulai keluar haid bagi perempuan.20

Dari aspek agama (Islam) tidak ada kriteria baku yang memberi batasan tentang pengertian anak, hanya atas dasar keadaan biologis atau pertumbuhan jasmani yaitu dengan menyebutkan kata akhil baligh sebagai batasan antara yang dikatakan anak dan dewasa.

2. Aspek Sosiologi

Kedudukan anak dalam aspek sosiologi menunjukkan anak sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat bangsa dan negara.

“Pengertian anak dalam makna sosial lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan dan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa. Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik pertumbuhan mental spiritual yang berada di bawah kelompok usia orang dewasa.” 21

Pengertian anak dari aspek sosiologis juga dapat dilihat melalui pendapat Zakiah Darajat yang menyebutkan anak sebagai generasi muda .

“Menurut beliau generasi muda terdiri atas masa kanak-kanak umur 0-12 tahun, masa remaja umur 13-20 tahun dan masa dewasa muda umur 21-25 tahun.

20

Sulaiman Rasyid, dalam Chairuh Bariah, 2003, Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga Di Kota Medan (Menurut konvensi Hak Anak dan Hukum Islam), Tesis, hal. 19

21


(30)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 tahap: a. Masa bayi umur 0 - menjelang 2 tahun

Pada masa bayi keadaan fisik anak masih lemah dan kehidupannya masih sangat tergantung pemeliharaan orang tuanya, terutama ibunya.

b. Masa kanak-kanak pertama umur 2-5 tahun.

Sifat anak suka meniru apa yang dilakukan orang lain dan emosinya sangat tajam. Anak mulai mencari teman sebaya, ia mulai berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungannya, mulai terbentuk pemikiran tentang dirinya.

c. Masa kanak-kanak terakhir antara 5-12 tahun.

Tahap ini terjadi pertumbuhan kecerdasan yang cepat, suka bekerja, lebih suka bermain bersama dan berkumpul tanpa aturan, suka menolong, menyayangi, menguasai dan memerintah”.

“Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian.

Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dinilai sebagai perbuatan nakal. Usia 21-25 tahun masih dapat dikelompokkan dalam generasi muda, walaupun dari perkembangan jasmani dan kecerdasan telah betul-betul dewasa dan emosi yang


(31)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

juga stabil, namun dari segi kemantapan agama dan ideologi masih dalam proses pemantapannya. 22 “Generasi muda adalah harapan bangsa. Oleh karena itu generasi muda perlu dibina dengan baik, agar mereka tidak salah jalan dalam hidupnya. Pembinaan generasi muda yang pertama-tama harus dilakukan dalam lingkungan keluarga. Keluarga tempat membentuk pribadi anak sejak kecil. Di samping pembinaan di dalam keluarga, ada pula pembinaan di luar keluarga, seperti sekolah dan kursus-kursus keterampilan. 23

Dari aspek sosiologis, batasan atau ukuran yang dapat dikatakan sebagai anak adalah adanya keterbatasan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik dalam pertumbuhan atau mental spiritual yang berada di bawah kelompok usia orang dewasa.

3. Aspek Hukum

Dalam aspek hukum, pengertian anak dapat dilihat melalui beberapa perundang-undangan:

a. Menurut hukum adat

Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam peraturan-peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana- sini masih mengandung unsur agama.24 Pengertian tentang anak yang diberikan oleh hukum adat, bahwa anak dikatakan minderjarigheid (bawah umur), yaitu

22

Zakiah Darajat dalam, Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, hal. 1-2

23

Ibid.

24

Abdurrahman, dalam M.G. Endang Sumiarni dan Chandera Halim, 2000, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal. 1


(32)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain yaitu jika tidak dikuasai oleh orang tuanya maka dikuasai oleh walinya (voogd)nya.25 b. Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menentukan:

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian.

c. Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menentukan bahwa yang dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai enam belas tahun.

d. Anak menurut Undang-undang Perkawinan:

Pasal 7 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 seorang pria diizinkan kawin (dianggap sudah dewasa dan layak untuk kawin) sesudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita yang sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan terhadap hal ini hanya dapat dimintakan dispensasi.

e. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa:

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”

f. Menurut Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights of Child) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1984 dan disahkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990, mendefinisikan anak secara umum sebagai manusia yang umurnya belum

25


(33)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

mencapai 18 (delapan belas) tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) tidak dikenal istilah belum dewasa atau remaja, yang ada hanya istilah “anak” yang berarti “semua manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun”. Selain itu juga dalam KHA ada 2 (dua) pendapat tentang bayi di dalam kandungan. Pendapat pertama menyatakan bahwa bayi yang berada di dalam kandungan juga termasuk ke dalam kategori anak yang seperti yang dimaksud oleh KHA. Pendapat Kedua, anak terhitung sejak lahir hingga sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.

g. Pasal 2 butir (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menentukan bahwa:

“Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (2) merumuskan bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) dan belum pernah menikah. Dalam rumusan pasal ini ada dua hal yang menyebabkan seseorang dikategorikan sebagai seorang anak, yang pertama adalah umurnya sudah mencapai 8 (delapan) tahun dan belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan yang kedua adalah belum pernah menikah karena jika seseorang tersebut sudah pernah menikah sekalipun ia belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun


(34)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

atau sekalipun ia kemudian bercerai, menurut undang-undang ini ia akan dikategorikan sebagai orang dewasa dan bukan sebagai anak.

h. Anak dalam Hukum Perburuhan

Undang-undang No. 12 tahun 1948 tentang Pokok Perburuhan mendefinisikan anak adalah laki-laki atau perempuan yang berumur 14 (empat) tahun ke bawah.

i. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa:

“Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dari aspek hukum beberapa perundang-undangan yang memberi pengertian tentang anak belum ada keseragaman. Dalam memberi kriteria atau batasan umur yang dapat dikatakan anak, tetapi sebagai pengertian umum yang diberikan oleh beberapa undang-undang tersebut, maka anak adalah:

1. Orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun 2. Termasuk juga anak yang masih di dalam kandungan.

Anak mempunyai arti tersendiri di dalam kehidupan manusia yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri. Pengertian anak dalam suatu kebudayaan dan kebudayaan yang lain juga berbeda, tapi intinya adalah bahwa anak merupakan suatu yang berharga yang dikaruniakan Tuhan bagi sebuah keluarga, sebuah suku atau kelompok masyarakat tertentu, kehadiran seorang anak merupakan suatu yang baik dalam sebuah keluarga. Dalam sistem hukum nasional ada berbagai macam kriteria mengenai anak dan tiap-tiap peraturan mempunyai definisi tersendiri.


(35)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Dalam sistem hukum Indonesia tidak ada keseragaman di dalam menentukan batas kedewasaaan. Hukum pidana dan hukum perdata menentukan seseorang masih digolongkan anak atau tidak dengan menggunakan standar umur dan pernikahan, sedangkan dalam hukum adat dan hukum islam tidak menggunakan standar umur tetapi didasarkan pada keadaan biologis dari si anak. Apalagi ditambah dengan berbagai sering terjadinya penipuan-penipuan umur seorang anak Di Indonesia tidak semua orang mempunyai akte kelahiran akibatnya untuk menentukan usia seseorang dipergunakan rapor, surat baptis atau surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah saja. Sehingga umur seseorang dengan mudah disamarkan di Indonesia baik itu untuk bisa mendapatkan keringanan hukuman (orang yang sudah dewasa atau sudah kawin) berpura-pura sebagai anak. Atau didalam kasus-kasus perburuhan umur seorang anak disamarkan agar bisa dipekerjakan.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengertian anak sangat banyak, namun yang dipergunakan dalam hal ini adalah pengertian anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, dimana pengertian anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

2. Sejarah Lahirnya Hukum Anak di Indonesia

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, sejak penciptaan manusia sampai dengan saat ini anak memiliki pemaknaan yang berbeda-beda. Dan hal tersebut semakin berkembang dari zaman ke zaman. Sebagai contoh dahulu terdapat paham yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rejeki, tetapi hal tersebut terjadi pada zaman feodal dimana pekerjaan manusia masih sangat homogen dan kebutuhan yang


(36)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

belum sebanyak zaman sekarang dan pada saat itu kuantitas sangat berpengaruh dalam peningkatan perekonomian suatu keluarga. Namun hal tersebut tidak akan menjadi relevan lagi di zaman ini, dimana manusia semakin banyak jumlahnya, yang berarti persaingan juga semakin besar satu sama lain. Diikuti dengan semakin beragamnya kebutuhan manusia dan meningkatnya ketergantungan manusia pada barang-barang. Pada saat ini kualitas dari suatu pribadi lebih penting dari pada kuantitas untuk memenangkan persaingan. Saat ini semakin banyak anak akan menyusahkan bagi orang tuanya karena biaya yang butuhkan untuk menghidupi anak tersebut yang tidak sedikit. Pemaknaan anak pun bergeser kearah peningkatan kualitas dari anak tersebut. Inilah yang menyebabkan semakin menjamurnya lembaga pendidikan-pendidikan untuk mendidik anak supaya nantinya menjadi orang yang berguna dan berkualitas. Dalam rangka untuk menghasilkan anak-anak yang berkualitas itu juga yang salah satu alasan adanya hukum perlindungan anak.

Di Indonesia sendiri hukum yang mengatur tentang anak sudah ada sejak tahun 1925 pada masa kolonial Belanda, dengan lahirnya Staatsblaad 1925 No. 647 Juncto Ordonansi 1949 No 9 yang mengatur tentang Pembatasan Kerja Anak dan Wanita. Diikuti pada tahun 1926 dengan lahirnya Staatsblaad 1926 No 87 tentang pembatasan Anak dan Orang Muda bekerja diatas kapal. Selanjutnya pada tanggal 8 Maret 1942 lahirlah Kitab Undang-undang hukum Pidana yang disahkan mulai belaku pada tanggal 26 Februari 1946. Dalam beberapa pasalnya KUHP mengatur tentang anak yaitu Pasal 45,46, dan 47 yang memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana (Anak sebagai pelaku) sebaliknya di dalam Pasal 290, 292,


(37)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

293, 294, 297, dan lain-lain memberikan perlindungan terhadap anak dengan memperberat hukuman atau mengkualifikasikan tindakan-tindakan tertentu sebagai tindakan pidana jika dilakukan terhadap anak, padahal tindakan tersebut tidak akan dikategorikan sebagai tindakan pidana jika dilakukan terhadap orang dewasa ( Anak sebagai korban). Dilanjutkan pada tahun 1948 dengan lahirnya Undang-undang No. 12 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Perburuhan yang melarang anak melakukan pekerjaan. Pada tanggal 23 Juli 1979 lahirlah Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan kemudian disusul pada tanggal 29 Februari 1988 dengan lahirnya peraturan pelaksana No.2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak.

Secara Internasional pada tanggal 20 November 1989 lahirlah konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa yang di ratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 dimana melalui konvensi ini setiap Negara diwajibkan untuk menjamin hak anak-anak.

Pada tahun 1948 dengan disahkannya Undang-undang No. 12 Tahun 1948 anak secara tegas dilarang bekerja.Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa usia pekerja adalah minimal 15 tahun dan maksimal 55 tahun. Akan tetapi dalam kenyataan banyak anak yang terpaksa bekerja oleh karena alasan ekonomi di Indonesia. Untuk menyikapi masalah tersebut maka pemerintah mengeluarkan Permenaker No.1 Tahun 1987 tentang anak yang terpaksa bekerja. Anak yang terpaksa bekerja disyaratkan harus ada ijin tertulis dari orang tua/wali dengan lama bekerja 4 jam/hari, dengan upah yang sama dengan orang


(38)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

dewasa, tidak bekerja pada malam hari, dan pada tempat-tempat yang berbahaya pada kesehatannya. Hal ini sangat bertentangan dengan Undang-undang No.12 Tahun 1948 jo Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Pada tahun 1974 diatur beberapa pasal tentang anak, seperti usia boleh kawin untuk pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan untuk wanita 16 (enam belas) tahun. Namun dalam prakteknya hal ini banyak dilanggar dengan diadakannya kawin adat atau kepercayaan, sehingga masalah usia sudah tidak diperhatikan. Ditambah dengan beberapa daerah tertentu, perkawinan jarang dicatatkan membuat masalah sendiri dalam menentukan status seorang anak.

3. Convention on the Rights of the Child/Konvensi Hak Anak

Indonesia sebagai salah satu bagian dari masyarakat Internasional dan sebagai salah satu anggota dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), juga ikut meratifikasi Convention on the Rights of the Child/CRC melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 pada 25 Agustus 1990. CRC yang dilahirkan pada tahun 1989 melalui kesepakatan sidang Majelis Umum PBB ke-44 (resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989) tersebut secara otomatis mengikat Indonesia untuk mematuhi dan menjalankan ketentuan yang terdapat didalamnya sebagai konsekuensi peratifikasian yang telah dilakukan. Konvensi atau kovenan adalah kata lain dari treaty (traktak atau pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara yuridis dan politis oleh karena itu konvensi merupakan suatu hukum internasional/instrumen internasional. Konvensi hak anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis politis diantara berbagai negara yang mengatur hal yang berhubungan dengan hak anak. Hak anak berarti hak asasi manusia untuk anak dengan


(39)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

kata lain hak anak merupakan bagian integral dari HAM dan Konvensi Hak Anak merupakan bagian integral dari instrument internasional dibidang HAM. Hak asasi anak tetap diperlukan walaupun sudah ada HAM karena anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus yang berhubungan dengan situasinya/sifat sebagai anak yang rentan, tergantung, dan berkembang. Hubungan antara HAM dengan Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut:

1. KHA menegaskan berlakunya HAM bagi semua tingkatan usia, contohnya hak untuk bebas dari perlakuan aniaya, hak atas identitas dan kewarganegaraan dan hak atas jaminan sosial;

2. KHA meningkatkan standar HAM agar lebih sesuai dengan anak-anak contohnya dalam kondisi kerja, penyelenggaraan peradilan anak, serta kondisi perengutan kemerdekaan;

3. KHA mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan anak secara khusus, seperti pendidikan dasar, adopsi dan berhubungan dengan orang tua.

Didalam KHA terkandung 4 prinsip utama yang berhubungan dengan penegakan hak dari seorang anak, yaitu:

1) Non Diskriminasi (Non Discrimination), artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM.

2) Yang terbaik bagi anak (best interest of the Child), artinya bahwa dalam setiap tindakan yang menyangkut anak, maka yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama (prioritas ).

3) Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Survival and development), artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin. Prinsip ini adalah pencerminan prinsip inivisibility HAM.


(40)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

4) Penghargaan terhadap pendapat/pandangan anak (respect for the views of the child), artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

Konvensi Hak Anak mendefenisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun (namun diberikan juga pengakuan terhadap batas umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundang-undangan nasional). Mengenai sejak kapan seseorang dikategorikan anak ada dua pendapat, yang pertama sejak dalam kandungan dan yang kedua sejak orang tersebut dilahirkan.

CRC terdiri dari 54 pasal yang dapat dikategorikan kedalam 4 jenis hak anak yaitu hak anak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights), hak anak untuk mempertahankan eksistensi (Survival Rights), hak untuk berkembang fisik, psikis, dan biologis (Development Rights) dan hak partisipasi (Participation Rights).

1. Hak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights).

Hak seorang anak untuk mendapat perlindungan adalah salah satu ide dasar utama dari keseluruhan isi CRC yaitu mengatur hak-hak yang dimiliki oleh seorang anak dan kemudian memberikan atas perlindungan hak tersebut.

Ada 3 kategori yang membagi pasal-pasal mengatur tentang perlindungan anak yaitu:

1. Pasal-pasal mengenai larangan diskriminasi:

a. Pasal 2 : Prinsip Non Diskriminasi terhadap anak.


(41)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

c. Pasal 23 : Hak Anak penyandang cacat untuk mendapatkan perawatan. d. Pasal 30 : Hak Anak dari kelompok minoritas dan penduduk asli untuk

mengamalkan budayanya. 2. Pasal mengenai larangan eksploitasi

1. Pasal 10 : Hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang tuanya. 2. Pasal 11 : Kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi

penculikan atau penguasaan anak diluar negeri 3. Pasal 16 : Hak anak untuk mendapat perlindungan atas gangguan

terhadat kehidupan pribadi

4. Pasal 19 : Kewajiban negara untuk melindungi segala bentuk perlakuan yang salah oleh orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab terhadap pengasuhannya.

5. Pasal 20 : Kewajiban negara untuk melindungi anak yang kehilangan keluarganya.

6. Pasal 21 : Mengatur adopsi sesuai dengan hukum nasional masing-masing negara dengan prinsip best interest for the child

7. Pasal 25 : Kewajiban negara untuk mengawasi secara periodik terhadap anak-anak yang ditempatkan pada pengasuhan Negara baik karena alasan perawatan, perlindungan atau penyembuhan. 8. Pasal 32 : Kewajiban negara untuk melindungi anak dari pekerjaan yang


(42)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

9. Pasal 33 : Kewajiban negara untuk melindungi anak dari penyalagunaan narkotika.

10.Pasal 34 : Hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan penganiayaan seksual.

11.Pasal 35 : Kewajiban negara untuk mengusahakan berbagai upaya untuk mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak. 12.Pasal 56 : Perlindungan terhadap segala bentuk eksploitasi anak yang

belum tercakup dalam Pasal 32, 33, 34, 35.

13.Pasal 37 : Larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup dan penahanan mena atau perampasan kemerdekaan yang semena-mena.

14.Pasal 39 : Kewajiban negara untuk menjamin perawatan anak yang menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan, penelantaran atau eksploitasi, agar mereka mendapatkan perawatan yang lebih layak dan proses reintegrasi sosial sampai pada tahap normal.

3. Pasal-pasal mengenai krisis dan keadaan darurat anak :

1. Pasal 10 : Hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang tuanya. 2. Pasal 22 : Hak perlindungan bagi anak pengungsian.

3. Pasal 25 : Kewajiban negara untuk melakukan peninjauan periodik mengenai penempatan anak.


(43)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

4. Pasal 38 : Kewajiban negara untuk menghormati hukum humaniter internasional yang relevan bagi anak.

5. Pasal 39 : Kewajiban negara untuk melakukan rehabilitasi terhadap anak.

2. Hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Survival Rights).

Dalam CRC setidaknya ada dua pasal yang mengatur mengenai hak untuk mempertahankan hidup dari seorang anak yaitu Pasal 6 dan Pasal 24 dari CRC. Pasal 6 mengandung dua macam hak yaitu hak anak untuk hidup (Rights to Life) dan hak untuk kelangsungan hidup dan pengembangan diri seorang anak (The Survival and Development of the Child). Pasal 6 berbunyi:

1. States Parties recognize that every Child has the inherent right to life.

Artinya: Negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang merupakan kodrat hidup.

2. States Parties shall ensure to the maximum extent possible survival and development of the child.

Artinya: Negara-negara peserta semaksimal mungkin akan menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan anak.

Pasal 24 mengatur tentang kewajiban dari Negara-negara peserta untuk memberikan jaminan hak seorang anak untuk mendapatkan standart kesehatan tertinggi yang bisa didapatkan, demikian juga pada fasilitas perawatan dan rehabilitasi kesehatan, dan mereka harus mampu memastikan bahwa anak tidak akan dirampas hak nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tertentu. Sedangkan dalam ayat-ayatnya


(44)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

yang kedua diatur suatu ukuran dasar yang harus dilakukan pemerintah dalam mengimplementasikan konvensi ini yaitu dengan menurunkan angka kematian bayi, menyediakan pelayanan kesehatan primer, dll termasuk didalamnya mengembangkan kerjasama internasional yang berkaitan dengan masalah ini.

Pasal 24 menentukan:

States recognize the right of the child to the enjoyment of the highest attainable standart of helt an to facilities for the treatment of illness and rehabilitation of health. States Parties shall strive to ensure that no child is deprived of his her right of access to such health service.”

Artinya: Negara-negara Peserta mengakui hak anak untuk memperoleh standart kesehatan tertinggi yang bisa dicapai serta atas fasilitas perawatan dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Peserta akan berupaya menjamin agar tak seorangpun dirampas haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan seperti yang dimaksud.

Selain Pasal 6 dan Pasal 24 dari CRC ada beberapa pasal yang juga berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup yaitu:

1. Pasal 7 tentang hak anak untuk mendapatkan kewarganegaraan dan nama. 2. Pasal 8 tentang kewajiban negara untuk melindungi dan jika diperlukan

memulihkan jati diri seorang anak.

3. Pasal 9 tentang hak anak untuk hidup dengan orang tuanya.

4. Pasal 19 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari perlakuan salah yang dilakukan oleh orang tuanya, walinya atau pengasuhnya.

5. Pasal 20 tentang tentang kewajiban nmelindungi anak yang kehilangan orang tuanya.


(45)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

6. Pasal 21 tentang adopsi sepanjang diperbolehkan oleh peraturan nasional Negara yang bersangkutan dengan prinsip the best interest of the child kepentingan terbaik untuk anak.

7. Pasal 23 tentang hak anak penyandang cacat untuk memperoleh pengasuh, pendidikan dan pelatihan.

8. Pasal 26 tentang hak anak terhadap tunjangan dan jaminan sosial.

9. Pasal 27 tentang tanggungjawab orang tua dalam memenuhi standart kehidupan anak yang memadai dan tanggungjawab negara untuk menjamin tanggungjawab itu bisa dipenuhi.

10.Pasal 28 tentang kewajiban negara dalam memenuhi hak anak akan pendidikan. 11.Pasal 30 mengatur tentang hak anak dari kelompok minoritas dan penduduk

asli untuk mengamalkan budayanya.

12.Pasal 32 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari perkerjaan yang berbahaya.

13.Pasal 33 tentang hak anak atas perlindungan dari narkoba.

14.Pasal 34 tentang hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan penganiayaan seksual.

15.Pasal 35 tentang kewajiban negara untuk melakukan segala upaya dalam mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak.

16.Pasal 38 tentang kewajiban negara untuk menghormati dan menjamin dihormatinya hukum humaniter internasional yang berkaitan dengan anak


(46)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Secara khusus mengenai Pasal 19 Convention on the rights of the Child dimana didalam pasal tersebut diatur mengenai kewajiban Negara untuk melindungi seorang anak dari perlakuan yang salah (abuse) yang dilakukan oleh orang tuanya atau orang lain yang diberi tanggungjawab untuk mengasuh anak tersebut serta untuk melaksanakan program-program pencegahan dan perawatan sehubungan dengan hal ini. Secara keseluruhan Pasal 19 menentukan:

1. States Parties shall take all appropriate legislative, administrative, social and educational measures to protect child from all forms of physical or mental violence, injury or abuse, negligent treatment, maltreatment or exploitation, including sexual abuse, while in the care of parent(s), legalguardian(s) or any other person who has the care of the child. Artinya: Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah legeslatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, atau penyalahgunaan, penalaran atau perlakuan salah, luka (injury) atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara mereka dalam pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak.

2. Such Protective measures should, as apropriate, include effective procedures for establishment of social programmes to provide necessary support for the child and for those who have the care of the child, as well as for other forms of prevention and for indentification, reporting, referral, investigation, treatment and follow-up of instances oh child maltreatment describe heretofore, and as apropriate, for judicial involvement. Arinya: langkah-langkah yang perlindungan seperti itu,


(47)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

hendaknya, jika dianggap layak, mencakup prosedur-prosedur yang efektif dalam menetapkan program-program sosial guna memberi dukungan yang diperlukan bagi anak, dan mereka yang berhak memelihara anak dan juga dalam menetapkan bentuk-bentuk pencegahan dan bagi kepentingan indentifikasi, pelaporan, rujukan, pemerikasaan, perlakuan dan tindak lanjut dari contoh-contoh pemeliharaan yang salah seperti yang diuraikan diatas dan jika perlu bagi kepentingan proses pribadi untuk keterlibatan peradilan.

3. Hak untuk bertumbuh dan berkembang (Development Rights). Rumusan Pasal-pasal yang mengatur tentang hak untuk bertumbuh dan berkembang berusaha menjamin setiap anak untuk mendapatkan kehidupan yang memadai agar dapat berkembang dengan baik secara fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Rights to Standart Living). Yang tentu saja hal ini dengan kuat sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang didapat oleh anak tersebut (the education rights). Ada pasal-pasal yang mengatur mengenai hak ini dalam CRC adalah:

1. Pasal 6 dan 7 mengatur tentang hak atas identitas nama dan kebangsaan.

2. Pasal 5, 6, 13, 14 dan 15 mengatur tentang hak untuk pengembangan kepribadian sosial dan pisikologi.

3. Pasal 9, 10, 11 mengatur tentang hak untuk hidup tentang keluarga. 4. Pasal 12 dan 13 mengatur tentang hak untuk didengar.

5. Pasal 14 mengatur hak untuk berfikir, berhatinurani dan beragama. 6. Pasal 17 mengatur hak anak untuk memperoleh informasi.


(48)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

7. Pasal 24 mengatur mengenai hak anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pengembangan fisik.

8. Pasal 28 dan 29 hak untuk memperoleh pendidikan. 9. Pasal 31 hak untuk bermain dan berekreasi.

Dalam CRC faktor pendidikan baik bagi seorang anak menjadi perhatian khusus CRC tidak hanya sekedar mengatur tentang pendidikan tetapi juga memberi langkah kongkrit beserta arahan yang hendak dicapai. Pasal 28 menunjukkan langkah-langkah standart yang harus diambil dan Pasal 29 menunjukkan arah yang diinginkan untuk dicapai oleh Negara-negara peserta.

3. Hak untuk Berpartisipasi (Participation Rights).

Hak ini berusaha menjadikan anak bukan hanya sebagai penerima dan bersifat pasif terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangannya tetapi juga dapat mengekspresikan pandangannya, isi hatinya secara bebas.

Ada beberapa pasal yang mengatur hak untuk berpartisipasi dari seorang anak yaitu:

1. Pasal 12: Hak untuk menyampaikan pendapat secara bebas dalam segala hal yang berpengaruh terhadap anak yang bersangkutan serta hak didengar.

2. Pasal 13: Hak untuk memperoleh informasi. 3. Pasal 15: Hak untuk berserikat.

4. Pasal 17: Hak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindungi dari informasi yang tidak sehat.


(49)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

5. Pasal 42: Hak untuk memperoleh informasi tentang konvensi hak anak.

Pasal 12 CRC mengatur bahwa Negara-negara peserta menjamin hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal terutama hal-hal yang menyangkut erat dengan anak itu. Selain itu seorang anak juga dijamin haknya untuk mengekspresikan pendapatnya tersebut, tentu saja tanpa melanggar hak dari orang lain (Pasal 13 CRC).

B. Child Abuse/ Kekerasan pada anak

Abuse sendiri dalam pengertian masih banyak diperdebatkan yang sampai saat ini tak kunjung selesai. Dalam berbagai literature ada yang mengartikan abuse sebagai perlakuan yang salah, perlakuan yang kejam, atau sering juga yang langsung mengartikan sebagai kekerasan. Pengerian abuse sebagai kekerasan disebabkan oleh karena dalam perkembangannya, khususnya didalam ilmu pengetahuan hukum, kekerasan tidak hanya diartikan secara fisik saja tapi juga secara mental atau bahkan secara pasif (pengabaian). Dengan tidak melakukan apapun seseorang bisa menghasilkan dampak yang sama dengan yang ditimbulkan kekerasan. Sedangkan disisi lain tidak bisa dipungkiri abuse itu sendiri dalam pelaksanaannya tidak lepas dari unsur kekerasan.

Menurut UU No. 23 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,


(50)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat sulit terungkap kepermukaan. Sulitnya mengungkapkan kasus kekerasan dalam rumah tangga karena rumah tangga dianggap sebuah lembaga sakral yang tidak boleh dimasuki oleh pihak lain. Membisu demi harmoni, merupakan jargon ampuh untuk menutup rapat-rapat kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam keseharian, banyak suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya maupun kepada anak-anaknya. Anak dan istri dijadikan pelampiasan kemarahan sang suami. Dalam keluarga pun anak-anak itu mendapat perlakuan yang tidak nyaman dari orang tua mereka. Mulai dari dikatakan bodoh, sampai dengan menggunakan tangan. Hal yang semacam ini tidak pantas diterima oleh seorang anak, pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh orang tua adalah harus didasarkan pada rasa kasih sayang, jangan pernah sekalipun kita menghukm mereka. Yang kita lakukan adalah dengan mengoreksi, sebab anak-anak itu masih dalam proses perkembangan.

“Keluarga dan kekerasan” sekilas seperti sebuah paradoks. Kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi, keluarga diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat dan sebagainya, yang diterima anak dari anggota keluarganya hingga ia dewasa dan sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri. Kerugian anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan


(1)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

pelaku kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan memberi rasa keadilan dan hukuman yang mendidik masyarakat serta pelaku.

2. Dalam kaitannya dengan pembentukan KUHP Nasional, perlu diatur perlindungan hukum yang bersifat langsung terhadap anak korban kekerasan baik yang bersifat publik maupun yang dilakukan keluarga dengan memberikan ganti rugi kepada si korban dan terhadap pelaku kekerasan sebaiknya hakim lebih berani untuk menjatuhkan pidana maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga mereka tidak mengulangi perbuatannya kembali.


(2)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

BUKU

Arief Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta. ____________1993, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan), Bhuana

Ilmu Populer, Jakarta.

Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta

Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung

_____________________, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung _____________________, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

Bismar Siregar, 1986, Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Rajawali, Jakarta.

C. S.T. Kansil. 1986. Pengantar Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Era Hukum. 1999. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Perdagangan Anak. Fakultas Hukum Tarumanegara, Jakarta.

Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta

Hadi Setia Tunggal (Ed), 2002, Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of The Child, Harvarindo)

I. Marsana Windhu, 1999, Kekerasan Terhadap Anak, Dalam Wacana dan Realita, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA)


(3)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Irma setyowati Sumitro. 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara, Jakarta.

John M.E. Chols, Hassan Shadily, 1995, Kamus Inggris-Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.

Laden Marpaung, 1998, Kejahatan, Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta.

Made Darnma Weda, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Maidin Gultom. Bentuk-bentuk Kekerasan. Makalah dalam Seminar PPAI (Pusat Perlindungan Anak Indonesia) Sumatera Utara, 26-29 Maret 2004, Berastagi, Sumatera Utara.

________________ 2003. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Disertasi). Universitas Parahyangan, Bandung.

Mardjono Reksodiputro, 1997, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

MG. Endang Sumiarni, Chandera Halim, 2000, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.

Muladi, Barda Nawawi Arief, 1992, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Jakarta.

Ninik Widiyanti, Yulius Waskita, 1987, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta

Ronny Hanitijo Soemantro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

R. Soesilo, 1991, Kitab-kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Bogor

R. Soeroso, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Shanty Dellyana, 1984, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta


(4)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

_____________________, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta

_____________________, 1990, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

_____________________, dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo, Jakarta.

Sudarto, 1983, a. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung

_____________________, 1983 b. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat (Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana), Sinar Baru, Bandung.

_____________________, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung _____________________, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang,

2000, Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights child), Harvarindo.

Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta.

TM. Hasbi Ashshiddiqi, dkk, 1971, Al-qur’an Dan Terjemahannya, Khadim al Haramain asy Syasifain (Pelayan kedua Tanah Suci)

Topo Santoso, 2000, Menggagas Hukum Pidana Islam, Asy Syaamil, Bandung. Utrecht, Moh. Saleh Djindang, 1983, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Penerbit

dan Balai Buku Ichtiar, Jakarta.

Yan Pramadya Puspa. 1977. Kamus Hukum. Aneka Ilmu Semarang.

Winarno Surachmad, 1970, Dasar-dasar Teknik Research, Pengantar Metodologi Penelitian, Tarsito, Bandung.

Majalah, Surat Kabar Realita, 29 Mei 2002


(5)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008

Medan Pos, 29 Juni 2002

_________, 21 September 2002 _________, 7 September 2002 __________, 24 Maret 2004 __________, Tanpa tanggal __________, Tanpa tanggal Waspada, 30 Agustus 2003 __________, 4 September 2003 __________, 10 Oktober 2003 __________, 18 Januari 2004 Forum Keadilan, 30 Juni 2002 Swara Cantika, 30 Agustus 2003

Undang-Undang

- Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak - Konvensi Hak-hak Anak.

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


(6)

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban (Tindak) Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008