Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum

Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 kesalahan apakah tidak bisa dilakukan sama sekali. Harus ditetapkan suatu batasan mengenai masalah ini dalam hukum positif di Indonesia. Sebagai contoh seperti yang diterapkan di Singapura, ditetapkan suatu batasan apakah suatu tindakan kekerasan dikategorikan masih dalam tahap wajar sebagai disiplin orang tua atau sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah Abusekekerasan pada anak yang dilarang oleh UU. Sebuah tindakan dari orang tua terhadap anaknya akan dikategorikan sebagai Abuse jika cedera yang dialami anak sudah excessive berlebihan dan atau terjadi pada bagian-bagian vital dari seorang anak seperti muka, area orbital, area kemaluan dan lain-lain. Atau bisa juga cedera dalam yang dapat muncul sebagai sebuah kondisi medis yang akut kondisi organ perut yang akut, koma dan keretakan-keretakan. Bentuk lain dari abuse yang dapat berupa keracunan obatbahan kimia yang dapat termanifestasikan sebagai keadaan mengantuk siang yang tidak normal, atau koma. Di Indonesia belum ada peraturan yang memadai yang mengatur tentang hal ini dengan memberi batasan yang jelas antara disiplin orang tua dan kekerasan pada anak.

3. Perlindungan Yang Dapat Diberikan Hukum

Pada prinsipnya secara hukum tanggung jawab negara, akan bergantung pada peraturan-peraturan yang berlaku di negara tersebut dan mengikat negara, baik itu didalam bentuk produk hukum nasional, maupun internasional yang telah diratifikasi. Walaupun secara politis memang negara harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan warga negaranya dimanapun, dan masalah apapun. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Prof Jaap A. Doek berpendapat bahwa hukum dapat dikaitkannya dengan perlindungan anak dari tindakan kekerasan harus mengatur hal-hal dalam beberapa level berikut ini: 1. Identificationreporting of cases of child abuse identifikasipelaporan kasus-kasus kekerasan pada anak. Beberapa negara mempunyai aturan-aturan yang menyatakan bahwa pelaporan atas terjadinya suatu kekerasan pada anak sebagai suatu perintah. Beberapa negara lain mengembangkan cara lain untuk mengidentifikasikan dan melaporkan terjadinya kekerasan pada anak dan ada pro dan kontra mengenai hal itu. Tetapi yang paling penting adalah semua usaha yang dibuat untuk mengatasi kekerasan pada anak harus termasuk suatu sistem yang efektif untuk mengidentifikasikan suatu kejadianperistiwa kekerasan pada anak child abuse. 2. Protection of the child abuse perlindungan anak dari tindakan kekerasan kemungkinan ukuran-ukuran perlindungan anak dapat ditemukan dihukum nasional suatu negara. Kemungkinan tersebut tidak selalu cukup sesuai dengan masalah-masalah child abusekekerasan pada anak. 3. Punishment of the perpetrator hukuman bagi pelaku. Dalam membahas masalah pelaku kejahatan beberapa negara ada ketegangan pertentangan antara kebutuhan untuk perawatanpemasyarakatan satu sisi dan kebutuhan untuk memberikan hukuman di sisi yang lain. Di beberapa negara, dalam undang-undang hukum pidana terdapat ketentuan yang khusus yang mengatur tentang Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 berbagai bentuk dari kekerasan pada anak fisik, seksual, emosional. Masalah yang sering terjadi adalah implementasi dari hukum pidana tersebut. Pasal 19 ayat 1 CRC mengatur tetang Domestik child abuseIntra familial yang pelakunya adalah orang tua, wali yang sah, orang lain yang memelihara anak. Namun pengertiannya juga melingkupi pada kakeknenek, pacar dari ibuayah, orang tua tiri, saudara yang lain paman, bibi, saudara kandung. Pasal 19 ayat 2 CRC memberikan kita suatu ruang lingkungan kerjalangkah kerja dalam mengatasi atau mencegah kekerasan pada anak : Such protective measures should, as appropriate, include effective procedures for the establishment of social programmes to provide necessary support for the child and for those who have the care of the child, as well as for other forms of prevention and for indentification, reporting, referral, investigation, treatment and follow-up of instances of child maltreatment describe heretofore, and as appropriate, for judicial involvement. Artinya : langkah-langkah perlindungan demikian harus bilamana perlu melibatkan tindakan efektif untuk pengembangan program-program sosial guna memberikan dukungan yang diperlukan kepada anak atau bagi pengasuhannya, juga untuk bentuk-bentuk pencegahan lainnya serta untuk identifikasi, pelaporan, rujukan, penyidikan, penindakan, dan penentuan tindak lanjut atas kasus salah perlakuan terhadap anak sebagai mana telah diuraikan, termasuk, bilamana perlu, untuk keterlibatan pengadilan. Ukuran produk legislatif yang perlu dihasilkan dalam melaksanakan perlindungan anak adalah mencakup prosedur-prosedur yang efektif dalam: 1. Prevention pencegahan; 2. Identification, reporting dan referral identifikasi, pelaporan dan penyerahan rujukan; Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 3. Investigation penyelidikan; 4. Treatment and follow up perawatan dan tindak lanjut; 5. Judical involvement keterlibatan badan peradilan Ad. 1. Prevention pencegahan Seperti ada pepatah “mencegah lebih baik dari pada mengobati”, pencegahan merupakan suatu cara yang baik yang bisa dilakukan dalam menyelasaikan suatu masalah. Dengan pencegahan, kerugian, kehilangan, dan dampak buruk dari terjadinya kekerasan pada anak dapat dihindari. Ada banyak produk hukum yang bisa digunakan untuk memberikan konstribusi bagi pencegahan kekerasan terhadap anak child abuse. Produk itu bisa saja berhubungan dengan pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, dan pelayanan masyarakat. Tetapi ada suatu hal lain yang penting yaitu yang berkaitan dengan penerimaan penggunaan kekerasan pada anak. Kadang kala kita melihat guru, orang tua melakukan kekerasan pada anak dengan menampar, memukul dipantat sebagai bentuk hukuman dalam mendidik anak. Alasan mendidik bagi orang tua tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap anak. Bukan saja karena tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak anak tetapi alasan untuk mendidik tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan kekerasan kepada anak, karena anak yang dididik dengan menggunakan pendekatan kekerasan akan berpengaruh pada cara dia mempersopan dan bertindak nantinya ketika dia dewasa yang cenderung adanya unsur kekerasan. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Tidak juga berarti bahwa sebuah pukulan ringan yang diberikan orang tua, orang yang merawat anak untuk mengkoreksi kesalahan yang dilakukan oleh anak tersebut dapat langsung dikategorikan perbuatan kriminal. Tetapi hukum dalam konstibusinya terhadap pencegahan kekerasan terhadap anak harus memberikan batasanstandar yang jelas mengenai penggunaan kekerasan pada anak. Pengaturan ini menjadi penting bukan agar orang tua menjadi baik kepada anak-anak mereka tetapi karena ini adalah hak seorang anak. Jika kita berbicara mengenai pencegahan itu berarti kita akan melibatkan banyak peraturan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada menurunnya tingkat DCA domestic child abuse di Indonesia walaupun didalam peraturan tersebut tidak sama kali mengatur dan menyinggung masalah DCA. Karena hukum positif suatu negara sebenarnya jika kita telusuri secara mendalam, saling mempengaruhi baik secara langsung atau tidak langsung satu dengan yang lainnya. Salah satu bidang hukum lemah, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bidang yang lain. Ini disebabkan karena kesamaan wilayah penerapan negara tertentu. Seperti halnya penyebab utama dari berbagai masalah yang dihadapi Indonesia saat ini, krisis perekonomian Indonesia juga ikut ambil bagian di dalam meningkatkan kasus DCA di Indonesia. Seperti yang sudah pernah dibahas, krisis ekonomi di Indonesia memberikan goncangan yang hebat bagi keluarga Indonesia. Pengangguran yang semakin meningkat, karena banyak perusahaan yang bangkrut atau terpaksa mengurangi pegawai, investasi asing yang semakin menurun dan menekan kehidupan keluarga Indonesia karena kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup, atau orang tua Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 yang kena PHK. Tekanan dalam keluarga yang meningkat hampir pasti menimbulkan konflik dalam keluarga, dan dalam konflik tersebut anak tidak jarang menjadi korban kekerasan. Kesimpulannya berbagai aturan dan upaya-upaya yuridis lainnya yang dilakukan untuk mengatasi krisis ekonomi di Indonesia akan berpengaruh kepada menurunnya angka DCA. Pembaharuan dari aturan-aturan penanaman modal asing akan diperlukan secara tidak langsung untuk mengurangi DCA. Kebijakan-kebijakan dalam bidang perekonomian yang berdampak positif bagi pemulihan ekonomi Indonesia, adalah termasuk upaya pencegahan DCA. Demikian juga dengan peraturan- peraturan dalam bidang pendidikan, peraturan-peraturan dengan pendekatan yang lebih peka terhadap anak akan mengurangi secara langsung kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Ad.2 Identification and reporting identifikasi dan pelaporan Prosedur yang efektif dalam identifikasi dan pelaporan, kekerasan pada anak merupakan suatu yang krusialsangat dibutuhkan dalam perlindungan anak. Pelaporan yang berkelebihan juga tidak tepat dan menggangu kehidupan suatu keluarga. Tetapi kasus yang tidak dilaporkan juga akan berbahaya bagi seorang anak. Berikut ini adalah masalah-masalah yang harus diperhatikan dalam penciptaan hukum dengan sistem pelaporan dan pengidentifikasian child abuse : 1. Definisi dari kekerasan pada anak child abuse dan pengabaian neglect yang dapat dilaporkan. Seperti berbagai bentuk dari child abuse, bentuk-bentuk khusus dari child abuse yang bersifat domestik atau publik, dilakukan oleh orang tua, orang yang memelihara anak, sekolah, tempat kerja. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 2. Siapa yang harus melaporkan, apakah kelompok-kelompok profesional tertentu, semua profesional yang berhubungan dengan anak, ataukah setiap orang. 3. Melaporkan kepada siapa, kepada polisi, dinas sosial, pelayanan perlindungan anak, ataukah instansi lainnya. 4. Perlindungan bagi mereka yang harus melaporkan. Seperti kekebalan hukum bagi mereka yang melaporkan dengan iktikad baik tapi tidak bagi pelaku sendiri, pencabutan prinsip kerahasiaan profesional. 5. Pertanggungjawaban kriminal dan publik bagi mereka yang tidak melaporkan. Kegagalan dalam melaporkan harus bersifat disengaja, ada kesengajaan yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah dalam proses hukum selanjutnya. Perancis adalah contoh negara yang telah menerapkan pencabutan prinsip kerahasiaan profesional. Sehingga para profesional dibidang kedokteran dapat melaporkan kemungkinan suatu kasus kekerasan pada anak tanpa harus takut bertanggung jawab secara hukum. Contoh lain adalah Belanda yang kemudian diikuti oleh Belgia dan Jerman pada tahun 1972 membuat suatu badan khusus yang diberi nama CDB Confidential Doctor Bereau isinya adalah para ahli dalam bidang kedokteran tentu saja secara part time agar tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai dokter, beberapa pekerjaan sosial, beberapa pekerjaan administratif. Gunanya lembaga ini adalah salah satunya ketika seseorang mencurigai terjadinya suatu kekerasan pada anak maka orang tersebut dapat menghubungi biro untuk dua alasan. Yang pertama untuk mendapatkan nasehat bagaimana harus bertindak, dan kedua bagaimana kasus tersebut dapat ditindak lanjuti Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 oleh CDB untuk di investigasi, mengkoordinir tindakan-tindakan yang perlu untuk diambil untuk mendukung dan melinduni anak, kemudian CDB dapat melakukan follow Up terhadap kasus tersebut untuk memastikan jika masih ada hal lain yang perlu dilakukan atau apakah yang telah mereka lakukan sudah dapat. Sistem ini berhasil meningkatkan laporan akan terjadinya kekerasan pada anak dan tentu saja menolong banyak anak. Kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan relatif sangat sedikit, karena.jika dibandingkan dengan keadaan-keadaan sosiologis, jumlah penduduk, dan faktor pendukung terjadinya kekerasan seharusnya lebih banyak dari itu. Sedikitnya laporan bukanlah sesuatu yang baik, sebaliknya tidak baik. Tentu saja tidak berarti kita berharap bahwa banyak kasus kekerasan yang terjadi, tetapi sedikitnya laporan justru menunjukkan bahwa banyak anak yang mengalami tindak kekerasan namun tidak mendapatkan pertolongan dan bantuan yuridis. Jumlah laporan yang ideal adalah sebanyak kasus yang terjadi walaupun sebenarnya hal ini tidak mungkin karena memang tidak pernah ada kejahatan yang dapat diketahui seratus persen semuanya oleh aparat di negara manapun dengan sistem hukum secanggih apapun. Dalam hubungannya dalam rumusan tindak kekerasan pada anak setidaknya ada dua undang undang dibuat oleh pemerintah, yang beberapa rumusan pasalnya secara langsung berkaitan dengan kekerasan pada anak dalam keluarga domestic child abuse yaitu, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan dalam Undang- undang Perlindungan Anak Indonesia. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Hukum Indonesia juga seringkali tidak memiliki kriteria akan suatu tindak kejahatan. Sebagai contoh peraturan yang mengatur larangan berbuat cabul dengan anak-anak, hukum hanya merumuskan perbuatan cabul” tetapi perbuatan itu sendiri tidak dijelaskan apakah itu pelecehan seksual secara umum atau berhubungan seksual. Atau contoh lainnya adalah seperti yang sudah dijabarkan di atas, dimana pada perlindungan anak tidak ada definisi yang jelas mengenai kekerasan fisik, mental, seksual atau perlakuan salah,dan pengabaian. Lembaga eksekutif dan legislatif di Indonesia berusaha membuat suatu rumusan undang-undang yang diharapkan memberikan perlindungan yang lebih efektif, peka terhadap anak, dan komprehensif. Sebagai konsekuensi ratifikasi pentingnya Konvensi Hak-hak Anak yang adalah bagian pencerahan masyarakat mengenai pentingnya anak dan penghargaan hak-hak anak, maka lahirlah Undang-undang Hukum Perlindungan Anak yang jika dilihat rumusan pasal-pasalnya sebagian besar mengacu pada Konvensi Hak-hak anak, walaupun konvensi ini tidak dicantumkan pada mukaddimah mengingat. Bab IX Penyelenggaraan Perlindungan, Bagian Kelima Perlindungan Khusus. Pasal 59 tentang Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara untuk memberikan perlindungan khusus pada anak ...... anak korban kekerasan fisik danatau mental, perlakuan salah, dan atau penelantaran. Pasal 69 ayat 1 tentang Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan seperti yang di maksud Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis dan seksual Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 dan dengan upaya sosialisasi perundang-undangan, pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi. Pasal 69 ayat 2 setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh atau turut serta melakukan kekerasan seperti yang diatur ayat 1. Pasal 71 ayat 1 perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah atau penelantaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Pasal 71 ayat 2 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Pasal 77 b Setiap orang yang dengan sengaja melakukan penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan baik fisik, mental, maupun sosial dipidana 5 lima tahun danatau denda paling banyak seratus juta. Pasal 78 orang yang dengan sengaja membiarkan anak menjadi korban kekerasan …..dan lain-lain, dipidana 5 tahun dan ataudenda paling banyak seratus juta rupiah. Pasal 80 ayat 1 orang yang melakukan kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan atau denda paling banyak tujuh puluh dua juta rupiah. Pasal 80 ayat 2 pemberatan jika anak luka berat penjara maksimal 5 tahun dan atau denda seratus juta rupiah. Pasal 80 ayat 3 pemberatan jika anak mati penjara maksimal 10 tahun dan atau denda dua ratus juta rupiah. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Pasal 80 ayat 4 pemberatan jika yang melakukan orang tua diperberat sepertiga. Pasal 81 ayat 1 setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta dan paling sedikit enam puluh juta rupiah. Pasal 81 ayat 2 ketentuan pasal 81ayat 1 berlaku bagi orang yang menipu untuk bisa bersetubuh dengannya atau dengan orang-orang lain. Pasal 82 setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbutan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta dan paling sedikit enam puluh juta rupiah. Dari pasal-pasal di atas dapat diketahui bahwa : 1. Negara mengakui kewajibannya dan tanggung jawabnya untuk memberikan perlindungan terhadap anak termasuk didalamnya terhadap kekerasan fisik, mental dan seksual, perlakuan salah, dan pengabaian. 2. Adanya pemisah antara kekerasan fisik, mental, dan seksual, dengan perlakuan salah, dan pengabdian. Namun ketiganya tidak dilengkapi dengan defenisi, batasan yang jelas baik dalam pasal-pasal maupun didalam penjalasan sehingga membuat kebingungan, dan nantinya akan kesulitan dalam mendefenisikan dan mengkualifikasikan suatu tindakan. Masalah indentifikasi adalah masalah yang sangat penting untuk menilai suatu tindakan dapat dihukum atau tidak. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 3. Peraturan Pasal 69 dan 71 juga berusaha mengikat orang yang menempatkan bukan pelaku namun dengan sengaja supaya anak, mengalami hal-hal yang diatur dalam Pasal 69 dan 71, membiarkan bukan pelaku namun membiarkan hal tersebut terjaditidak melakukan apa-apa, melakukanmelibatkan pelaku, turut serta termasuk menyuruh melibatkan anak dengan sebuah kata “larangan” tetapi dalam ketentuan pidana tidak semua hal yang disebut diatas diatur. Pada Pasal 78 diatur bahwa orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak untuk mengalami kekerasan fisik, mental, seksual juga diancam pidana. Orang yang mengetahui namun tidak melakukan apa-apa dianggap sengaja membiarkan kekerasan terhadap anak terjadi. Dalam hal ini tidak ada ketentuan pidana bagi mereka yang membiarkan terjadinya perlakuan salah atau penelantaran padahal perbuatan tersebut dilarang dalam rumusan Pasal 69 dan 71 dan untuk keturutsertaan dalam melakukan kekerasan dapat dilengkapi dengan peraturan dalam KUHP karena pada ketentuan peralihannya mengijinkan pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Masalah siapa yang dikategorikan sebagai “anak” dalam perundang-undangan menjadi suatu yang penting karena suatu kejahatan untuk dapat ditentukan terjadi pada anak-anak terlebih dahulu harus dilihat apakah seseorang tersebut dapat dikategorikan sebagai seorang anak menurut undang-undang. Sedangkan masalahnya sendiri di Indonesia tidak ada kesamaan dalam mengkategorikan seseorang sebagai anak. Berbeda-beda peraturan akan memberikan defenisi yang berbeda pula mengenai anak. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Ini sangat berbahaya karena akan menjadi lubang pada jaring jeratan hukum sehingga pada beberapa kasus pelaku kekerasan pada anak dapat lolos. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330 anak adalah mereka yang belum mencapai usia 21 dua puluh satu tahun dan belum menikah. Jika pernikahan dilakukan sebelum mereka berumur 21 dua puluh satu tahun mereka tidak akan mendapatkan status sebagai anak-anak. Defenisi dua kali diulang dalam Undang-undang Kesejahteraan Anak No.4 Tahun 1979 dan UU No.1 Tahun 1974. artinya jika seorang anak khususnya wanita dipaksa untuk menikah setelah menyelesaikan sekolah dasar, anak itu akan kehilangan statusnya sebagai seorang anak dan kemungkinan tidak dapat melanjutkan ke sekolah menengah walaupun dia menginginkannya. Hal yang sama juga akan tetap terjadi walaupun anak tersebut kemudian bercerai dan bermaksud untuk kembali ke sekolah. Selain itu pernikahan yang dini bagi anak perempuan dibawah umur 18 delapan belas tahun juga dipergunakan untuk melegalkan pelacuran anak contohnya dibeberapa desa di Jawa Barat orang tua mendorong anaknya untuk menjadi pelacur demi meningkatkan perekonomian keluarga dengan merencanakan perkawinan dini kemudian bercerai agar anak memenuhi syarat untuk bekerja di tempat-tempat lokalisasi. Di Indonesia sering juga terjadi penipuan-penipuan umur seorang anak. Tidak semua anak mempunyai akte kelahiran di Indonesia. Akibatnya untuk menentukan usia seseorang dipergunakan raport, surat baptis atau surat keterangan dari kepala DesaLurah saja. Sehingga umur seseorang dengan mudah disamarkan di Indonesia baik itu untuk bisa mendapatkan keringanan hukum orang yang sudah dewasa atau Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 sudah kawin berpura-pura sebagai anak-anak. Atau didalam kasus-kasus perburuhan, umur seorang anak disamarkan agar bisa dipekerjakan oleh orang tuanya. Di Indonesia terdapat banyak Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan kesejahteraan anak tetapi sangat kurang sekali peraturan pelaksananya sehingga memberikan kesulitan dalam pelaksanaannya 26 Undang- undang dan hanya 5 PP. Undang-undang yang cenderung hanya menyediakan pengaturan-pengaturan secara umum menjadi sulit bahkan bisa dikatakan tidak bisa dilaksanakan tanpa peraturan pelaksana. Di Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 20 jo Pasal 25, dikatakan bahwa masyarakat wajib dan bertanggung jawab berperan serta menyelenggarakan perlindungan anak. Rumusan pasal ini juga berarti setiap anggota masyarakat wajib dan bertanggungjawab melaporkan kasus kekerasan kepada anak yang diketahuinya. Jika mengetahui namun tidak melaporkan maka dianggap sengaja membiarkan anak tersebut, sehingga sesuai dengan Pasal 78 UU Perlindungan Anak orang tersebut dapat dipidana. Laporan itu sendiri secara langsung diajukan kepada kepolisian sebagai pihak yang berwenang menindaklanjuti berdasarkan KUHAP Pasal 4 dan Pasal 6 sebagai penyelidik dan penyidik kasus yang diduga sebagai tindak pidana. Namun secara tidak langsung juga dapat melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan anak untuk mendapatkan bantuan yang lebih menyeluruh dengan membantu melaporkan, melakukan tindakan-tindakan awal yang perlu dengan segera, mengevakuasi anak dan memberikan tempat tinggal sementara jika diperlukan Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 dan lain-lain. Memang dalam rumusan undang-undang perlindungan anak disebutkan mengenai lembaga independent yang disebut Komisi Perlindungan Anak Indonesia tetapi Lembaga tersebut ruang lingkup kerjanya terlalu hanya sebagai lembaga penasehat presiden dan lembaga sosialis peraturan-peraturan mengenai kesejahteraan dan perlindungan anak. Di Indonesia belum ada lembaga perlindungan khusus bagi pelapor kejahatan, apakah itu sejenis perlindungan saksi, atau pencabutan prinsip kerahasiaan profesional dan sebagainya tatapi Undang-undang Perlindungan anak Pasal 64 mengatakan bahwa pemerintah wajib melindungi saksi korban dan saksi ahli baik fisik maupun mental. Ad.3 investigasi investigasi. Dalam tahap investigasi, hukum harus berperan untuk melindungi anak dan keluarganya dari ntervensi yang tidak tepat. Anak dan keluarganya punya hak untuk itu. Seperti yang tertulis didalam Pasal 16 CRC : 1 No child chall be subjected to arbitrary or unlawful interference with his or her privacy, gamily, home, or correspondence, nor to unlawful attacks on his or her honouer and teputation .Arinya: tidak ada seorang anakpun akan dikenai campuran tangan semena-mena atau tidak sah terhadap kehidupan pribadinya, keluarga, rumah atau surat menyuratnya, atau mendapat serangan tidak sah atas harga diri dan reputasinya. 2 The child has the right to the protection of the law against such interference or attack. Artinya: anak berhak untuk memperoleh perlindungan hukum dari campur tangan tau serangan semacam itu. Yang kedua dalam investigasi harus dilakukan sesuai dengan hukum dengan cara yang sah “audi et alteram partem”. Artinya bahwa setiap yang terlibat terutama orang tua, pelaku, dan anak itu sendiri jika memungkinkan harus di dengarkan. Sesuai dengan pasal 12 CRC mengenai hak untuk memberikan pendapat: Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 1. Stater parties shall asures to the child who is capable of forming his or her own views of the child being given due weight in accordance with the age and maturity of the child. Arinya: Negara-negara peserta akan menjamin anak-anak yang mampu mengembangkan pandangan-pandangannya, hak untuk menyatakan pandangan itu secara bebas dalam segala hal yang berpengaruh pada anak dan pandangan anak akan dipertimbangkan secara semestinya sesuai usia dan kematangan anak. 2. For this porpose the child shall in particular be provided the opportunity to be heard in any judical and administrative proceedings affecting the child, either directly, or through a representative or an propriate body in manner consistent with the procedural rules of national law. Artinya: untuk tujuan ini, anak akan diberi kesempatan khusus untuk didengar dalam setiap tata laksana hukum dan administrasi yang bersangkutan dengan diri si anak, baik secara langsung atau melalui seorang wakil atau badan yang memadai, dalam suatu cara sesuai dengan hukum acara pada perundang-undangan nasional. Penilaian yang dilakukan secara hati-hati pada sebuah kasus merupakan suatu yang krusial untuk menghasilkan tindakan yang efektif. Hati-hati maksudnya adalah dari sudut pandang hukum dan dengan penghormatan terhadap orang-orang yang terlibat. Dalam masalah investigasi DCA domestic child abuse tidak ada pengaturan secara khusus. Investigasi dilakukan sama seperti dengan kasus-kasus pidana lainnya dengan prosedur lembaga kepolisian sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi. Mengenai masalah perlindungan terhadap keluarga dan sianak dalam investigasi tentu saja sangat minim atau bisa dikatakan tidak ada. Bahkan pada investigasi pihak kepolisian sering bekerjasama dengan stasiun televisi tertentu untuk menyiarkan proses investigasi mereka. Anak sangat tidak dilindungi dalam investigasi dan bisa dikatakan diperparah dengan melakukan pelanggaran hak anak lainnya. Anak terutama yang kesadarannya masih rendah karena umurnya yang masih sangat muda dan dengan pendidikan yang masih rendah sering kali tidak sadar bahwa apa yang Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 akan menimpa mereka nanti sebagai dampak dari tindakan publikasi yang tidak bertanggung jawab tersebut. Ad.4 Treatment and follow up perlakuanpenindakan dan tindak lanjut Hukum tidak seharusnya tidak boleh mengatur, menentukan perlakuan apa yang harus dilakukan. Hukum tidak boleh mengatur tetapi apa yang harus diterapkan dalam sebuah kasus tertentu. Ini harus ditentukan oleh para ahli lainnya seperti psikolog, pekerja sosial dan lain-lain. Tetapi setiap anak yang mengalami kekerasan harus secara hukum diberi hak untuk mendapatkan perawatan selama dibutuhkan. Hukum harus memberikan beberapa prinsip-prinsip dasar dalam perawatanperlakuan dengan tentu saja memperhatikan hak-hak anak dan orang tuanya. Sebagai contoh pengaturan adalah dalam kasus dibutuhkan supaya seorang anak untuk dipisahkan dari orang tuanya. Dalam kasus ini prinsip pemindahanpemisahan seorang anak dari orang tuanya harus bersifat ultimate remedy. Jika hal ini bertentangan dengan keinginan dari orang tuanya maka hukum harus memberikan keputusan yang dibutuhkan. Dalam kasus pemisahan anak dari orang tua ini hubungan dari kontak antara anak dan orang tua harus dijaga kecuali bertentangan dengan prinsip best interest for the child, misalnya jika pelaku kekerasan adalah orang tuanya sendiri. Prioritas harus diberikan pada perawatan yang dapat menjaga anak tetap didalam keluarganya. Dalam hal anak tersebut ditempatkan pada kekuasaan pemerintah untuk dirawat maka harus ada peninjauan secara periodik membuat pemisahan tersebut sesingkat mungkin. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Dalam penjelasan di atas hukum harus mengatur jaminan bagi anak untuk mendapat treatment perawatan dan follow up tindak lanjut pasca peristiwa kekerasan. Di Indonesia walaupun tidak secara khusus mengatur mengenai perawatan dan tindak lanjut bagi anak korban DCA tetapi Undang-undang Perlindungan anak Pasal 64 ayat 3a secara umum mengatur bahwa bagi anak korban tindak pidana pemerintah wajib untuk melakukan upaya rehabilitasi. Dalam KUHP walaupun dalam Pasal 97 menyinggung mengenai rehabilitasi tetapi bukan diperuntukkan untuk korban tetapi pelaku. Ad.5 Judical involment keterlibatan badan peradilan Jika kasus terpaksa harus dibawa ke pengadilan, maka hak dari orang tua dan hak anak harus dilindungi dan lebih detil lagi anak harus dilindungi dari terjadinya trauma akibat proses pengadilan. Keterlibatan peradilan kriminal dalam kekerasan pada anak dibutuhkan untuk menjatuhkan hukuman pada beberapa kasus kekerasan pada anak tertentu, bahkan sekalipun hasilnya adalah dengan dipenjarakannya orang tua atau anggota keluarga dari si anak. Hukum pidana bertujuan untuk menegakkan norma-norma standar-standar yang ada didalam masyarakat dan penghukuman kadang-kadang perlu untuk menunjukkan ada tindakan-tindakan yang tidak bisa diterima pada saat yang sama mencegah mencoba untuk menghindarkan tindakan balas dendam oleh orang yang dirugikan. Tetapi secara umum dalam kasus kekerasan pada anak proses peradilan tidak terlalu membawa dampak yang positif kecuali sebagai ancaman bagi para pelaku untuk mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Dengan Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 kata lain hukum pidana harus digunakan dengan banyak kreatifitas dan fleksibilitas. Rehabilitasi, pemulihan anak dan keluarga jauh lebih penting. Jika tujuan hukum yang sebenarnya adalah untuk membuat kehidupan umat manusia menjadi lebih baik. Maka tujuan hukum acara pidana untuk mendapatkan kebenaran materil yang tentu saja melibatkan banyak hak-hak manusia, kepentingan- kepentingan, haruslah dilaksanakan dengan memperhatikan unsur-unsur manusia yang ada didalamnya selain mekanisme saja. Maksudnya seluruh pihak yang terlibat dalam peradilan pidana mulai dari hakim, penuntut umumwakil masyarakat, terdakwa, pengacara penasihat hukum, saksi, dan korban harus mampu diakomodir hak- haknya, kepentingan-kepentingannya, kewenangan- kewenangannya. Ini berarti korban sebagai pihak yang dirugikan, dan diusahakan untuk dipulihkan keadaannya, dibalaskan apa yang dialaminya, harus menjadi salah satu perhatian utama yang harus dilindungi hak- hak dan kepentingannya agar tidak menjadikannya sebagai korban untuk kedua kalinya. Berhubungan dengan pembahasan anak sebagai korban, anak sebagai korban harus mendapatkan perlindungan yang lebih besar dan dengan penerapan secara sensitif. Hukum Acara Pidana harus memperhatikan hal ini. Untuk bisa melakukannya perlu ada pengaturan-peraturan yang dibuat. Namun di Indonesia dari dua perundangan yang mengatur tentang hukum acara pidana yang mengatur tentang anak Undang-undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak ada yang memberikan perlindungan terhadap sebagai korban. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Pasal-pasal dalam Undang-undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dimana dalam mukadimah menimbang huruf b menyatakan pertimbangan untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak melalui perangkat hukum yang lebih mantap, hanya mengatur anak sebagai pelaku. Padahal jika mau konsisten dengan mukadimah menimbang tadi dimana berusaha memberikan perlindungan terhadap anak, maka perkara anak yang dalam undang-undang hanya berarti pelaku kejahatannya adalah anak-anak 8-18 tahun harus ditingkatkan ruang lingkupnya kepada anak sebagai korban 18 tahun. Karena ketika anak menjadi korban pun sianak tidak kehilangan sifatnya sebagai anak oleh karenanya perlu dilindungi dari berbagai hal yang merugikannya contohnya: ketakutan tekanan dalam persidangan yang berarti kekerasan emosional bagi sianak, labeling masyarakat oleh karena sebagai korban jika mampu bersaksi ia harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padanya, dan lain lain. Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 Adapun perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana dalam Undang- undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : Pasal Kejahatan Sanksi Pidana Denda 77-78 Diskriminasi dan penelantaran 5 tahun Rp 100 jt 79 Adopsi Ilegal 5 tahun Rp 10 jt 80 Kejahatan Fisik a.3,6 bulan b.5 tahun luka berat c.10 tahun kematian a. 72 jt b. 100 jt c. 200 jt 81-82 Kejahatan Seksual a. Max. 15 tahun b. Min. 3 tahun Max 300 jt Min 60 jt 83,84,85 Traffiking a. Max 15 tahun – min 3 tahun b. 10 tahun c.1 15 tahun c.2 10 tahun a. max. 300 jt – min 60 jt b. 200 jt c.1 300 jt 2 200 jt 86 Pemaksaan untuk beragama 5 tahun Rp 100 jt 87 Pelibatan anak dalam konfilk Bersenjata 5 tahun Rp 100 jt Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008 88 Eksploitasi seksual komersil 10 tahun Rp 200 jt 89 c. Pelibatan anak dalam kegiatan psikotropika d. Alkohol dan zat adiktif a. Pidana mati, penjara seumur hidup, atau max. 20 tahun b. Max. 10 tahun- Min. 2 tahun a. max. 500 jt - min 50 jt b. Max 200 jt - min. 20 jt 90 Kejahatan koorporasisindikatkelompok Pidana dijatuhkan kepada pengurus koorporasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Anak dalam Keluarga

Guna mewujudkan tingkat kesejahteraan sosial yang memadai, diperlukan intervensi faktor-faktor pembentukan kualitas hidup yang setara dengan perkembangan peradaban manusia pada zamannya. Fenomena ini menunjukan bahwa proses menuju tercapainya tingkat kesejahteraan tertentu akan ditentukan oleh standar nilai yang berlaku pada kurun waktu tersebut. Dalam hal ini setiap zamannya memiliki standar kesejahteraan tersendiri, yang disepakati secara luas dengan mengacu pada nilai-nilai universal. Perwujudan sumber daya manusia yang berkualitas mulai dipersiapkan sejak dini, bahkan sejak anak dalam kandungan. Insan terkecil tersebut membutuhkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani