Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
berlangsung sebaik-baiknya tanpa ada hambatan atau gangguan yang berarti. Tanggungjawab orangtua dalam pendidikan anak sebagian diserahkan kepada pihak
sekolah, dimana terlihat dewasa ini seorang anak sudah mulai bersekolah sejak berusia 4 tahun. Selama kurang lebih 14 tahun seorang anak akan menjalani pendidikan di TK,
SD, SLTP, SLTA. Pada masa antara 4 empat tahun sampai 18 delapan belas tahun merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan anak menuju dewasa.
Keluaraga mempunyai peranan yang sangat penting dalam uapaya pengembangan seorang anak. Perawatan dan pemeliharaan orang tua yang penuh dengan kasih sayang
dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, agama maupun budaya merupakan faktor yang kondusif dan positif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat. Masyarakat yang terdiri dari anggota masyarakat yang sehat pasti akan berpengaruh baik kepada pekembangan perekonomian masyarakat,
turunnya angka kejahatan dan pelanggaran, intelegensia masyarakat dan lain-lain. Seorang anak perlu dipersiapkan secara khusus untuk kehidupannya setelah
dewasa. Anak harus memperoleh cukup pengetahuan dan keterangan mengenai peranan mereka sendiri, hak-hak dan kewajiban-kewajiban di dalam keluarga maupun
diluar kehidupan keluarga. Dengan menanggulangi masalah anak dan berusaha mengarahkan perkembangan kepribadian anak melalui bimbingan di rumah dan
disekolahluar sekolah, diharapkan anak-anak kelak akan menjadi warga negara yang ideal, berkepribadian kuat, matang, penuh pengabdian, baik bagi masyarakat, bangsa,
negara dan agama.
2. ViktimologiIlmu Pengetahuan mengenai Korban
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Anak dalam kekerasan pada anak menempati posisi sebagai korban, untuk itu kita perlu tahu juga mengenai ilmu pengetahuan dasar tentang korban. Permasalahan
mengenai korban saat ini menjadi masalah yang universal kemanusiaan. Tidak hanya sudah maju, masalah korban menjadi masalah yang mulai diperhatikan secara lebih.
Hal ini merupakan wujud perkembangan kesadaran masyarakat dunia akan hukum humaniter. Sebagai salah satu tanda perhatian masyarakat dunia dapat kita lihat dengan
diadakannya Internasional Symposium on Victimology yang pertama di Yerusalem pada tahun 1973 dan yang kedua di Boston, Massachusette, Amerika Serikat pada
tahun 1976. Korban sebenarnya bukan merupakan suatu masalah yang baru, hanya saja
justru paling diabaikan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana. Hal ini menyebabkan seorang korban menjadi korban yang keduakalinya dari sistem peradilan pidana. Harus
disadari korban memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencarian kebenaran materil dari suatu kejahatan. Permasalahan korban harus diselesaikan dan
dikaji secara interdisipliner. Tidak hanya dalam ilmu pengetahuan hukum atau kriminologi saja tetapi juga melibatkan psikologi, sosiologi, dan lain-lain.
Menurut Arif Gosita, seorang dosen Viktimologi dan Kriminologi Universitas Indonesia, yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmani dan
rohani sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita dalam hal ini dapat berarti individu atau kelompok. Baik korban maupun si pembuat korban kedua-duanya adalah manusia yang memiliki martabat yang sama
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
dan sederajat dengan kita semua sebagai keseluruhan anggota masyarakat, sehingga kita harus memperhatikan setiap tindakan dan sikap yang di ambil terhadap korban
atau sipembuat korban demi keadilan dan hak azasi mereka, pembuat korban walaupun berkedudukan sebagai pelaku kejahatan dan dibenci oleh masyarakat tetaplah juga
seorang manusia. Kesadaran seperti ini akan mencegah lahirnya korban lain yang tidak diinginkan baik itu sikorban sendiri, pembuat korban ataupun orang lain yang
berhubungan dengan peristiwa itu. Victimologi Inggris berasal dari bahasa latin, kata victima yang berarti korban
dan kata logos yang berarti ilmu pengetahuan . victimology pertama kali dikeluarkan oleh Benjamin Mendelson seorang pengacara di kota Yerusalem.
Bermula pada tahun 1942 E de Greeff mengarang buku yang berjudul Amor et Crime d amour di Brusel yang membahas mengenai pentingnya huhungan antara
korban dan pelaku kejahatan khususnya kejahatan yang mengandung unsur rasa dendam. Pada tahun 1948 Von Hentig mengeluarkan bukunya yang berjudul The
Criminal and His Victim mengenai pentingnya peranan korban dalam suatu kejahatan.
Setahun W.H Nagel yang telah melakukan banyak pengamatan dan peninjauan mengenai masalah korban kejahatan mengeluarkan tulisannya yang bernama De
Criminaliteit van Oss, Groningen. Sepuluh tahun setelah itu Victimologi mulai berkembang di seluruh dunia. Pada tahun 1958 hal ini menjadi tema konfrensi
Kriminologi di Brusel, Belgia. Pada tahun 1959, P. Cornil salah seorang sarjana kriminologi berkesimpulan bahwa Victimologi seharusnya mendapat perhatian yang
lebih besar dari Kriminologi dan bahwa Victimologi harus di perhatikan dalam
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
membuat kebijaksanaan kriminil dan juga dalam pembinaan pelangar. Sejak saat itu perhatian dunia internasional mulai meningkat terhadap masalah victimologi ditandai
dengan banyaknya muncul karya-karya tulis mengenai masalah vicitimologi, dan diadakannya simposium-simposium tingkat internasional. Simposium I Victimologi di
Jerusalem, Israel pada tanggal 5-6 September 1976, Simposium III di Munster, Jerman Barat pada tahun 1979, Simposium IV di Tokyo, Jepang pada tahun 1982 dan lain-
lain. Ada beberapa pandangan mengenai hubungan antara victimologi dan
kriminologi. Yang pertama adalah yang berpendapat bahwa victimologi adalah bagian dari kriminologi yaitu sebagai sub kategori dari kriminologi. Pendapat yang kedua
mengatakan bahwa kriminologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dari kriminologi. Tetapi viktimologi sebenarnya menempatkan kriminologi pada suatu
kedudukan dengan taraf ilmiah yang lebih tinggi. Dalam membahas masalah korban kejahatan kita perlu melihatnya secara kritis,
macam korbannya, bentuk korban, peranan korban, hubungan antara korban dengan pembuat korban. Kadang-kadang masyarakat juga punya kaitan dalam lahirnya
korban. Dengan bersikap memberi kesempatan kepada pembuat korban, oleh karena alasan takut, malas dan lain-lain. Masyarakat memberi kesempatan pembuat korban
untuk melakukan, atau melakukan kembali perbuatannya sehingga timbullah korban. Masalah lain adalah masalah Pembiaran permissiveness. Pembiaran menurut
Arif Gosita bisa disebabkan karena pertama; masyarakat sendiri yang tidak mampu bereaksi terhadap penyimpangan yang terjadi, kedua; badan kontrol sosial atau si
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
korban sendiri memiliki ketakutan akan adanya kemungkinan timbulnya akibat yang bertentangan, ketiga; adalah adanya iklim sosial yang ada dimana tidak ada reaksi
yang luas dari adanya tingkah laku yang menyimpang tersebut. Pembuat korban akan menganggap ini sebagai toleransi yang diberikan oleh masyarakat. Perlu dicermati
pembiaran berbeda dengan toleransi. Victim Area, faktor ini diungkapkan oleh Von Henting menganai adanya suatu
aspek ekologistempat dimana seseorang mudah untuk menjadi objek kejahatan tertentu. Sebagai contoh daerah taman pada waktu malam, daerah lampu merah, pasar
dan lain-lain menjadi tempat subur untuk terjadi suatu kejahatan tertentu. Faktor keikutsertaan korban dalam terjadinya suatu kejahatan adalah keadaan
dimana korban ikut berperan aktif melakukan sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu kejahatan dan dirinya sendiri sebagai korban. Sebagai contoh, seorang wanita
yang berpakaian minim, berkenalan dengan sembarangan orang, diajak jalan-jalan dan sebagainya menyebabkan dirinya menjadi korban perkosaan. Atau seseorang yang
ingin mendapatkan barang yang berkualitas baikterkenal dengan harga murah mengakibatkan dia menjadi korban penipuan, dan lain-lain.
Faktor lain yang dapat mengakibatkan timbulnya korban kejahatan adalah peranan orang yang menyaksikansaksi kejahatan. Saksi yang mengetahui akan
terjadinya suatu tindak kejahatan tertentu, yang sebenarnya dapat melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya suatu tindak kejahatan namun tidak
melakukan apa-apa. Hal ini disebabkan karena saksi itu sendiri yang takut akan terjadinya sesuatu hal yang merugikan dirinya jika ia bertindak, atau ketika ia melapor
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
hal tersebut malah akan menyebabkan ia ikut serta, atau laporan yang sudah diberikan tidak pernah ditindak lanjuti oleh pihak yang berwajib dan lain-lain.
Dapat terjadi suatu kemungkinan terjadinya korban adalah akibat dari struktur- struktur yang ada di masyarakat. Maksudnya adalah antara korban dan pembuat korban
kemungkinan memiliki hubungan struktural, baik itu kabur atau jelas dan oleh karena adanya hubungan tersebut dirinya menjadi korban. Sebagai contoh adalah, hubungan
atasan dengan bawahan, orang tua dengan anaknya, atau kondisi fisik seseorang dari masyarakat yaitu ketika seseorang memiliki kondisi fisik yang tidak sempurna, oleh
karena kondisi fisik tersebut dirinya didiskriminasi oleh masyarakat, dan orang tersebut menganggap dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Tuhan menciptakan dia
seperti itu, Tuhan adalah pencipta dan dia hanyalah manusia. Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan untuk menindak lanjuti seseorang
korban kejahatan adalah dengan mempelajari akibat-akibat yang timbul dari menjadi korbanyaitu apa yang dilakukan korban setelah dia menjadi korban. Setelah seseorang
menjadi korban sikap apa dan tindakan apa yang kemudian diambilnya. Menjadi masalah jika tindakan yang diambilnya bersifat negative agresif yaitu
dengan tidak melaporkan apa yang pernah dialaminya, membiarkan terjadinya korban lebih lanjut, memenuhi peranan korban negatif, frustasi, melakukan pembalasan karena
dendam sampai melakukan hal yang sama yang pernah dilakukan terhadap orang lain di kemudian hari dan lain-lain.
Hal ini menjadi suatu yang penting untuk kita kaji dan pikirkan karena harus diakui masalah tidak akan selesai dengan mudah hanya karena kita menghukum
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
pelakunya tetapi perlu juga kita melihat dari sisi yang lebih luas yaitu bagaimana nasib korban yang membutuhkan pemulihan dalam kehidupannya. Berbagai jenis
treatmentperawatan yang dibutuhkan korban tindak lanjut yang perlu diambil apakah itu rehabilitasi, terapi khusus dan lain-lain.
Harapan idealnya jika energi yang dimiliki si korban akibat pengalaman yang pernah dialaminya disalurkan kepada hal-halkegiatan yang bisa membantu
mengurangi kejahatan yang serupa atau membantu merehabilitasi korban dengan jenis kejahatan yang serupa dengan yang pernah dialaminya.
Yang menjadi kesimpulan dari sub bab ini adalah fenomena terjadinya suatu kejahatan yang dikaji melalui kriminologi tidak boleh hanya terfokus sebagian besar
sebagai salah satu faktor yang mempunyai peranan sangat penting dalam terjadinya suatu kejahatan. Pencegahan suatu kejahatan tertentu perlu diselesaikan tidak hanya
melalui pendekatan terhadap pelaku kejahatan tetapi juga melalui pendekatan terhadap korban dari suatu kejahatan dan karakteristik yang dimilikinya. Korban mempunyai
peranan yang penting dalam terjadinya sebuah kejahatan. Tanpa korban kejahatan tidak mungkin ada.
3. Kekerasan pada Anak di Dalam Keluarga Domestic child abuse